Sudah tidak terhitung berapa
kali adaptasi dari detektif paling ikonik asal Inggris ini. Tidak hanya lewat
film maupun serial tv, nama besarnya juga sering digaungkan dalam serial
animasi. Masih segar dalam ingatan, ketika nama “Sherlock Holmes” mulai masuk
perbendaharaan kata saya melalui serial “Detective Conan”, khususnya pada salah
satu versi filmnya yang berjudul “The Phantom of Baker Street” (2002). Sejak
saat itu, detektif yang dikenal dengan image
bertopi pemburu dan menghisap pipa rokok ini mulai melekat cukup kuat dalam
pikiran saya. Apalagi yang cukup fenomenal ketika dibawakan oleh Robert Downey
Jr. meskipun saya akui pembawaannya sedikit lebih ‘ringan’. “Mr. Holmes” karya
sutradara Bill Condon ini tidak menggunakan dasar cerita utama ketika Sherlock
Holmes masih aktif menjadi detektif, tapi sebaliknya ketika ia sudah pensiun
dan menginjak usia 93 tahun dalam keterasingan.
Pada masa pensiun itu,
Sherlock Holmes (Ian McKellen) tinggal dalam farmhouse di Sussex dengan pembantunya, Munro (Laura Linney)
bersama putranya, Roger (Milo Parker). Waktu luangnya lebih banyak dihabiskan untuk
beternak lebah dengan dibantu Roger yang tidak lain merupakan pengagum
beratnya. Sesekali ia menulis ulang kasus terakhirnya yang ia sayangkan
difiksionalisasi dengan akhir berbeda oleh sang mantan rekannya, John Watson. Namun
tidak semudah itu, usia yang lanjut membuat Holmes kehilangan daya ingatnya. Perjalanan
ke Jepang demi mendapat prickly ash
yang disebut-sebut mampu meningkatkan daya ingatnya, menuntut Holmes memecahkan
misteri baru atas permintaan Tamiki Umezaki (Hiroyuki Sanada). Nah, bagaimana
hasilnya bila sang Sherlock Holmes digambarkan dalam keadaan tua renta dan
berkebalikan dari apa yang banyak orang bayangkan selama ini ?.
Boleh jadi, “Mr. Holmes”
bukanlah tipikal film yang diharapkan bagi pecinta film action maupun mystery
seperti dalam adaptasi versi Guy Ritchie. “Mr. Holmes” meminimalisir bagian
tersebut dengan lebih banyak menyediakan porsi untuk dramanya, terutama
menyoroti masa-masa senja sang detektif yang penuh dengan keterasingan dan
kerapuhan. Berbeda dengan penggambaran Holmes yang sering kita kenal dengan
begitu enerjiknya dalam memecahkan suatu kasus, yang kita lihat di sini justru
malah seorang pria tua yang kerap kali lupa menyebut nama seseorang. Holmes tua
juga begitu nampak kesederhanaannya yang dapat kita lihat dari caranya yang
penuh kasih sayang dalam beternak lebah. Kesan Holmes yang begitu melekat erat
dengan kesendirian tidak nampak pada karakter yang diperankan Ian McKellen ini,
sebab ia justru terlihat sangat terbebani dengan hal tersebut. Saya dapat
melihat bagian itu dari kedekatan sang detektif pada Roger dan kasih sayang
yang ia pancarkan. Sungguh keadaan yang bisa dibilang bukan ‘bagian diri’ dari
sang detektif hebat itu.
Melalui naskah yang ditulis
Jeffrey Hatcher, sesungguhnya Bill Condon mencoba menampilkan sisi manusiawi
pada Sherlock Holmes. Dengan menanggalkan atribut seperti analisa tingkat
tinggi pada sang detektif, perwujudan ‘manusia biasa’ itu tampak sangat jelas
pada Sherlock Holmes. Apalagi Bill Condon juga menyelipkan ‘hati’, sehingga
Sherlock Holmes terasa begitu likable
dan kesan dingin serta misteriusnya tidak terlalu terlihat. Penanaman ‘hati’
pada karakter Sherlock Holmes ini muncul pada karakter-karakter yang
mengelilinginya, seperti Roger hingga Ann Kelmot (Hattie Morahan) yang tidak
lain bagian dari kasus terakhir yang ia tangani 30 tahun sebelumnya. Sosok
Sherlock Holmes yang begitu brilian dengan kemampuan menganalisa karakter
seseorang tersebut, tidak bisa dilepaskan dengan kepercayaannya pada ‘fakta’. Ia
tidak menyukai hal-hal berbau fiksi atau imajinasi yang meski dibuat sekedar
untuk menyenangkan hati. Wajar saja bila ia mengakui tidak pernah memakai topi
berburu dan menyukai cerutu ketimbang pipa rokok. Gambaran fiksi yang selalu
disematkan padanya.
Di bagian karakterisasi,
pastinya “Mr. Holmes” menawarkan sesuatu yang lebih. Tidak hanya transformasi
seseorang yang telah kelewat “masa aktifnya” saja, melainkan juga keberanian
menolak gambaran fiksi walaupun risikonya ia malah menjadi figur yang asing.
Adaptasi dari novel berjudul “A Slight Trick of the Mind” karya Mitch Cullin
ini memang berbobot besar di sektor dramanya. Tapi karena ini film tentang
Sherlock Holmes, tidak bisa untuk tidak memberikan unsur misteri di dalamnya,
sekalipun dengan kuantitas yang tidak terlalu banyak. Lompatan waktu hadir pada
peristiwa 30 tahun sebelumnya yang merupakan kasus terakhir yang ditangani oleh
Holmes. Pada kasus tersebut Holmes diminta oleh Thomas Kelmot (Patrick Kennedy)
untuk mencari tahu apa yang tengah terjadi pada istrinya, Ann, yang mulai
terasa janggal. Kasus terakhir itu dapat dikatakan kasus yang sederhana,
melibatkan keluarga kecil yang diwarnai rasa kecurigaan di dalamnya. Namun
tidak bisa disangka bila kasus terakhir itu malahan memberikan dampak yang
begitu besar hingga puluhan tahun ke depannya.
Lewat kasus terkait Ann itu
pulalah yang semakin membentuk karakter seorang Sherlock Holmes menjadi lebih
‘hangat’, memberikannya pelajaran berarti bahwa masih ada aspek lain yang ia
sendiri tidak sanggup untuk menjawabnya.Pandangannya yang bertolak belakang
antara fiksi dengan imajinasi pun semakin terlihat kabur, di saat ia sendiri
terselamatkan oleh ‘fiksi’. Selain karakterisasi, performa juga nilai tambahan
di sini. Dualitas seorang Holmes dilakoni dengan sangat bagus oleh Ian
McKellen. Menjadi seorang Holmes yangwise
dan enerjik dalam mengumpulkan fakta-fakta misteri, ia bisa. Menjadi seorang
pria tua pikun lengkap dengan gesture-nya, apalagi. Melihat kerapuhan yang hadir di depan mata
lewat akting McKellen, saya pun bersimpati. Seolah-olah saya tidak melihat
seorang Sherlock Holmes ternama itu lagi, melainkan si tua kesepian yang tidak
lain adalah realita manusia biasa. Upaya tersebut memang pada akhirnya membuat
sang legenda ini nampak lebih manusiawi. Akibatnya, ‘perasaan’ kita ikut
terbuai daripada sekedar kekaguman akan aksi dan misteri.
7,5 / 10
Sy suka mlihat film Mr. Holmes, 2 kali mnonton gak bosan, ada misteri ny & keharuan yg tak trasa air mata mnetes.
BalasHapusBANDAR Kartu Online PokerVita menyediakan games terbaik dan terlaris
BalasHapus=>Texas Poker,
=>Capsa Susun,
=>Bandar Poker,
=>Domino QQ,
=>Adu Q,
=>Bandar Q.
Anda Dapat Bermain Setiap Hari dan Selalu Menang Bersama Poker Vita
Tersedia bebebagai jenis Permainan games online lain
BANDAR POKERONLINE PAKAI OVO+GOPAY+PULSA
Kami Terima semua BANK Nasional dan Daerah OVO&GOPAY Deposit dan Penarikan Dana. Untuk permasalahan apapun Anda selalu dapat menghubungi Tim Support kami, Kami online 24 jam/7 hari untuk menjawab pertanyaan Anda dan menangani masalah apapun
Whatsapp : 0812-222-2996
WWWW POKERVITA FUN