“The Murder Case of Hana and
Alice” adalah prekuel dari “Hana and Alice” yang dibuat tahun 2004. Bedanya
untuk prekuel ini, Shunji Iwai yang sebelumnya juga menyutradarai sekuel
tersebut kini menggunakan media animasi untuk menuangkan ide cerita yang juga ia
tulis sendiri. Uniknya lagi, Anne Suzuki (Initial-D, 2005) dan Yū Aoi (Honey & Clover dan Rurouni Kenshin) yang
sebelumnya bermain di versi 2004 tersebut kini kembali hadir untuk menyuarakan
karakter Hana dan Alice yang dulu mereka perankan. Dengan cerita berbumbu
misteri, prekuel ini bisa dibilang cukup menarik perhatian bila dibanding
sekuelnya yang lebih ke arah teenage
romcom. Lingkup high school yang
digunakan pun mengisyaratkan bahwa sajian yang satu ini bakal terasa seru, ringan,
dan kocak di dalamnya.
Rabu, 30 September 2015
Senin, 28 September 2015
CREEP [2014]
Apakah Anda salah satu dari sekian yang sudah jenuh dengan film found footage ?. Jika “ya”, berarti kita
sama. Namun apakah film semacam itu sudah tidak memberikan kepuasan lagi bagi
penontonnya, terutama dalam ranah horror ?.
Sedikitnya mungkin masih ada yang memuaskan dengan kualitas bagus. Contohnya
kemarin “Unfriended” (2014) tetap memberikan tontonan yang menyegarkan dan
menghibur meski di beberapa bagiannya ada ide lama yang masih dibawa. “Creep”
ternyata juga salah satu dari kesekian found
footage baru-baru ini yang tampil tidak ‘murahan’ meski filmnya jelas
berbiaya murah. Filmnya sendiri dikemas dengan begitu rapi penuh nuansa yang
mencekam meski hanya berdurasi 82 menit.
Sabtu, 26 September 2015
'71 [2014]
Alangkah menariknya bila karakter
dalam suatu film mampu menjerat penonton ke dalamnya sehingga ia juga merasakan
apa yang juga dirasakan oleh karakter tersebut. Salah satu komponen favorit
saya dalam sebuah film tersebut dihadirkan dengan sangat apik oleh Yann Demange
lewat film yang berlatarkan sejarah ini. Sebagai penonton, saya begitu terikat
sekali dengan karakter utama dalam film bertajuk “71” ini. Segala rasa sakit
yang dialami baik itu fisik maupun psikis hingga rasa takut berimbas traumatik,
seakan-akan juga menimpa pada saya. “71” rupanya tidak hanya memberikan impact yang besar di bagian ‘luka’ itu
saja melainkan juga pembangunan atmosfir yang menegangkan lewat peristiwa
kerusuhan yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan.
Kamis, 24 September 2015
MONSTER HUNT [2015]
Melihat
posternya yang dipenuhi deretan monster
berwarna warni yang terlihat begitu menarik, “Monster Hunt” yang disebut-sebut
sebagai film dengan pendapatan terbesar sepanjang masa di Tiongkok ini memiliki
banyak pengharapan untuk ditonton. Dari tampilan luarnya, pastinya banyak action menarik yang bisa ditonton. Melihat
desain para monster-nya, unsur komedi
pastilah ada di dalamnya. Syarat-syarat tersebut kemudian disempurnakan lewat
pendapatan besar yang tentunya merupakan bukti bila film ini sangat
menjanjikan. Mungkin sudah terbaca bila substansi ceritanya tidaklah begitu
kuat, namun balutan visual ditambah koreografinya yang menarik tentulah diharapkan
bisa menambal kekurangan tersebut. Raman Hui selaku sutradara memang sadar diri
membuat “Monster Hunt” sebagai film yang style
over substance, jadi bila penonton merasa tidak sampai terikat ke dalam
kisahnya memang bukanlah sesuatu yang perlu dipermasalahkan lagi.
Rabu, 23 September 2015
SHARKNADO 3 : OH HELL NO! [2015]
Dalam lingkup B-Movie, mungkin hingga kini belum ada yang sampai menyamai
‘kehebatan’ dan ‘kemustahilan’ yang dimiliki oleh franchise “Sharknado” ini. Film yang menjadi ‘perkawinan’ antara
“Jaws” dengan “Twister” ini nyatanya mampu menarik perhatian khalayak untuk
menontonnya dan jumlahnya pun tidak tanggung-tanggung bila mengingat ini adalah
film dengan grade rendah. Bahkan pada
salah satu channel di Youtube pun,
film ini pernah menjadi bahan olok-olokan, baik lewat CGI maupun kualitas
aktingnya. Namun itu semua hanya dimaksudkan untuk bahan candaan semata karena
kita semua juga tahu bahwa “Sharknado” sedari awal murni dibuat sebagai hiburan
ringan. Dari sub-judul yang berbunyi “Oh Hell No!”, jelas sekali installment ketiga ini menawarkan
sesuatu yang jauh lebih konyol, lebih bodoh, dan tentunya di luar logika
manusia normal.
Senin, 21 September 2015
TRUE MASKED RIDER : PROLOGUE [1992]
Yup,
inilah ulasan pertama saya tentang tokusatsu
(superhero Jepang). Mungkin bagi sebagian besar yang mengaku suka dengan tokusatsu, “Masked Rider” (Kamen Rider)
tentunya salah satu serial yang sangat tidak asing. Bahkan bisa dikatakan bahwa
“Masked Rider” memiliki fanbase
paling besar jika dibanding dengan tokusatsu
serupa, sebut saja seperti “Super Sentai”, “Ultraman”, “Metal Hero”, dan lain
sebagainya. Khusus untuk “Masked Rider” yang akan diulas ini, saya mungkin
tidak menjamin besar bahwa seri yang satu ini banyak diketahui oleh mereka yang
mengaku menyukai “Masked Rider”. Mungkin ada yang tahu dari namanya, tapi
sedikit yang mengenal lebih dalam dengan seri yang satu ini. Oke, langsung saja
saya akan bahas termasuk maksud dari “prologue”
dalam judulnya.
Sabtu, 19 September 2015
LA SAPIENZA [2014]
Saya
tahu kalau “La Sapienza” memang film yang sangat sulit untuk diikuti dan
dipahami keseluruhan alur ceritanya. Saya pula amat sangat awam bila
berhubungan dengan art dan sejarahnya
serta memaknai definisi film yang bagus itu sendiri. Namun dengan kacamata awam
yang saya miliki, saya melihat bahwasanya “La Sapienza” adalah film yang sangat
bagus sekali, indah, dan luar biasa. Eksplorasi karakter adalah salah satu hal
yang selalu saya favoritkan dalam setiap film dan itu juga turut menjadi bagian
dalam film garapan Eugène Green ini. Butuh dua kali menontonnya bagi saya untuk
kemudian dituangkan dalam ulasan ini. Tentunya saya juga yakin bila belum
sepenuhnya memahami film ini namun ‘sedikitnya’ telah membuat saya
terkagum-kagum. Rupanya saya telah kehilangan ‘pegangan’ sewaktu pertama kali
hingga tidak tahu cara menikmatinya.
I'LL SEE YOU IN MY DREAMS [2015]
Film
sederhana ini semakin meyakinkan saya bahwa tiada waktu yang terbaik selain
meluangkannya dengan orang-orang yang dicintai. Sekiranya itulah yang mungkin
saya dapatkan dari senior romance
atau apapun Anda menyebut film ini. “I’ll See You in My Dreams” adalah drama romance yang menyenangkan, fresh, ada momen lucunya juga, dan momen
sedih bila Anda mengharapkan itu. Film yang disutradarai Brett Haley ini
memiliki nilai keunikannya lewat fokus karakter dengan problematika saat
melewati usia tengah baya. Dan hey...ini bukan hanya film romansa biasa yang
berisi kencan semata di dalamnya. Tapi lebih dari itu, ada nilai-nilai
persahabatan juga yang dikandung lewat interaksi yang menarik dari tiap karakternya.
Sangat manis lewat penuturan dialognya hingga tiada terasa juga menyelipkan rasa
haru di dalamnya.
Kamis, 17 September 2015
SELF/LESS [2015]
Setelah karya terbaiknya yang rilis
sekitar 9 tahun yang lalu, “The Fall” (2006), Tarsem Singh tampaknya masih
belum kembali memaksimalkan potensi lewat kekreatifitasan yang ia miliki. Dua
film setelahnya itupun juga gagal untuk menarik hati meskipun bila dikatakan
‘buruk’ juga tidaklah tepat. Namun setidaknya ia masihlah menghadirkan film
dengan kelebihan di bagian aspek visual yang begitu indah meski lemah di
substansi cerita. Lantas bagaimana dengan film terbarunya ini ?. Dengan
mengusung tema sci-fi – thriller ditambah konsep cerita yang
lumayan bagus, sangat diharapkan bila karya terbarunya ini dapatlah memikat bagi
mereka yang kini sudah rindu akan Tarsem Singh yang dulu.
Rabu, 16 September 2015
TALE OF TALES [2015]
Bahwasanya
bila fairytale tidak selalu berakhir
dengan bahagia memang ada benarnya juga. Saya pun terkadang juga berfikir
seperti itu. Dewasa ini fairytale pun
sudah tidak lagi identik dengan dunia anak-anak yang menyenangkan. Bahkan jauh
dari bayangan kebanyakan anak-anak bahwa fairytale
dipenuhi dengan aneka macam keindahan, yang ada adalah justru setiap bagiannya
berisikan kesedihan, kekejaman, dan nuansa yang kelam. Mungkin itulah yang
sedikit saya tangkap dari karya Guillermo del Toro berjudul “Pan’s Labyrinth”
(2006). Senada dengan film tersebut, karya sutradara Itali Matteo Garrone
bertajuk “Tale of Tales” ini setidaknya juga mempergunakan premis menarik
tersebut.
TOP 5 MASTURBATION SCENE
<Mungkin Mengandung Spoiler>
Tulisan ini mungkin adalah bentuk dari bingungnya saya
dalam mengisi postingan di blog khusus untuk hari ini. Hampir seharian ini
belum ada film baru yang saya tonton. Atau mungkin lebih tepatnya adalah
kehilangan mood dalam menonton film,
padahal gairah dalam menulis sedang bagus-bagusnya. Dari koleksi film dalam
“gudang persediaan” juga tidak ada yang sanggup menjadi mood-booster. Maka sekilas terpikirkanlah ide untuk melanjutkan TOP
5 yang sempat terbengkalai ini.
TOP 5 BENCH SCENE
Kira-kira dalam sebuah film, lokasi apa yang biasa terdapat
adegan paling ikonik ?. Banyak, baik itu bar, kamar tidur, restoran, bahkan hingga
toilet. Dari sekian lokasi yang sering digunakan dalam film, saya paling
menyoroti mengenai bench (bangku) ini.
Tidak sedikit memang saya menemukan beberapa film yang berisi adegan percakapan
karakternya sambil duduk di atas bangku. Di antaranya juga sampai mendapat
predikat paling ikonik sebab adegan itu seolah memiliki daya magis yang luar
biasa.
TYRANNOSAUR [2011]
Jangan terjebak akan judul hingga
poster dari film ini. Meski menggunakan nama salah satu dari dinosaurus, tapi
film ini sama sekali tidak bercerita mengenai kadal besar tersebut. Semua akan
kembali pada interpretasi penonton bagaimana menerjemahkan judulnya. Meski di
dalamnya filmnya disebut beberapa kali, tapi saya pribadi lebih suka bila
judulnya merupakan arti secara metafora. “Tyrannosaur” karya debut dari Paddy Considine
ini sebetulnya merupakan drama yang bercerita mengenai pergolakan batin seorang
manusia. Di mana ketika mereka menahan amarah hingga di ambang batas, hal-hal
yang tidak terduga nyatanya mampu terjadi.
Senin, 14 September 2015
REAR WINDOW [1954]
Satu lagi karya besar dari seorang
“Master of Suspense” yang wajib ditonton dan begitu dikenal luas ini. Sama
dengan karya Alfred Hitchcock yang lainnya, “Rear Window” tentunya tidak lepas
dengan unsur thriller dan suspense. Tidak hanya itu, film yang dibintangi
aktor legendaris James Stewart ini bahkan memiliki ciri khas yang unik bila
dibanding film-film Hitchcock lainnya terutama dari penggunaan set lokasi. Eksplorasi
karakter yang menarik terutama dari relasinya dengan karakter yang lain membuat
saya begitu menyukai film ini. Itu memang salah satu keahlian yang dimiliki
oleh Hitchcock selain kelihaiannya dalam menciptakan atmosfir menegangkan bagi
penonton hingga permainan dari sisi psikologis.
Sabtu, 12 September 2015
AWAL SUKA FILM
Bagi saya, dua hari tidak menulis
merupakan waktu yang cukup lama, mengingat seringnya saya dengan hobi baru ini
terhitung sejak membuat blog. Tidak tahu mengapa, saya merasa mulai nyaman
sekali dengan tulis menulis, meskipun kualitasnya tidaklah sebagus blog ulasan
film lainnya. Rasanya jari-jari ini gatal sekali bila sehari tidak menulis. Baik,
cukuplah curhatan singkatnya. Dalam tulisan kali ini saya hanya sekedar ingin
berceloteh mengenai awal perjalanan bisa mengenal film. Saya memang cukup
sering menonton film, meski tidak bisa disebut juga sebagai freak, sebab jumlah yang saya tonton pun
masihlah sedikit. Apalagi pengetahuan lebih rinci mengenai sejarahnya,
orang-orang terkenal di baliknya, hingga judul-judulnya sendiri mungkin masih
amat sangat sedikit.
Rabu, 09 September 2015
TED 2 [2015]
Sejak perkenalan pertama lewat si
boneka beruang yang doyan mengumpat ini, saya langsung sangat menyukai karakter
ini. Tidak tanggung-tanggung, tiga kali menonton filmnya pun masih membuat saya
tertawa terbahak-bahak dengan ulah menggemaskan Ted. Tapi tidak untuk sekuel
ini. Ya, saya memang masih tertawa di beberapa momennya, tapi saya akui malas untuk
menontonnya lagi. Sekalipun jika harus mengunduh dengan cara gratisan. Melihat
kesuksesan luar biasa dari seri pendahulunya (baik komersial maupun kritik),
bukan tidak mungkin kalau Ted diharapkan sanggup menjadi ‘mesin pencetak uang’
lagi. Sayangnya, hasilnya adalah masih tetap sama dengan film pertama, dan yang
berbeda hanya terletak pada penambahan angka “2” di judulnya dan hengkangnya
Mila Kunis.
Selasa, 08 September 2015
EVERLY [2014]
“Everly” tidak ubahnya film female vigilante dengan aroma grindhouse seperti layaknya film-film
milik Quentin Tarantino. Benar saja, “Everly” memiliki senyawa dari “Dwilogy
Kill Bill” (2004) yang keduanya juga bercerita mengenai seorang wanita yang memberontak
pada kelompok yang telah menaunginya. Joe Lynch mengusung kembali konsep
tersebut ke dalam film ini namun tidak lantas mengulang sepenuhnya yang pernah
ada. Dengan kreatifnya ia menggunakan single
location berupa ruang apartemen sebagai battlefield
untuk sekuen aksinya. Salma Hayek yang memiliki kharisma wanita seksi pun
sangat pantas disematkan di posisi leading
role.
Senin, 07 September 2015
LOVE AND MERCY [2014]
“Love and Mercy” merupakan biopic dari Brian Wilson, musisi dan
produser rekaman ternama dari California. Ia juga merupakan co-founder dari band terkenal, “The
Beach Boys” yang telah menelurkan salah satu album terbaik sepanjang masa
berjudul “Pet Sounds” tahun 1966. Apa yang membuat Brian Wilson begitu diakui
sebagai musisi jenius adalah dari caranya yang tidak biasa dalam mengaransemen
lagu. Baik itu dari komposisi nada maupun penambahan sound tidak lazim di tiap lagunya, seperti bunyi hewan, bel sepeda,
hingga klakson mobil. Inspirasi dalam bermusiknya pun unik dimana ia sering
mendengarkan lantunan bunyi-bunyi ajaib yang tiba-tiba terdengar di telinganya.
Minggu, 06 September 2015
A SERBIAN FILM [2010]
Apa yang membuat saya begitu ingin
sekali menonton film ini adalah demi membuktikan apa yang sering didengungkan
oleh banyak orang yang menganggapnya sebagai film ‘sakit, gila, menjijikkan,
dan tidak beradab’. Tentunya alasan lainnya adalah karena memang saya pribadi
penikmat tipikal film semacam ini. Meski begitu sejujurnya sebelum menonton
film ini, saya sendiri sempat mewanti-wanti apakah saya benar-benar ingin
menontonnya. Walau sempat ragu, akhirnya keputusan pun bulat untuk menontonnya
dan hasilnya....?. Mengecewakan. Film debut dari Srđan Spasojević ini
rupanya masih jauh dari ekspektasi saya yang mengharapkan film yang benar-benar
gila.
MICHAEL BAY ?
Ada apa dengan Michael Bay ?.
Pertanyaan tersebut pastilah terlintas
di pikiran Anda tatkala membaca judul tulisan ini. Ataukah Anda sedang berpikir
bahwa saya pengagum berat Michael Bay ?. Emm....tidak juga. Bukan berarti juga
saya membencinya. Tidak, untuk apa pula saya membencinya. Toh film-film
karyanya sangatlah menghibur, jadi itu tidak mungkin. Lantas, apa maksud dari
tulisan mengenai Michael Bay ini ?. Yah, hanya sekedar tertarik saja sebenarnya
dengan salah satu sutradara terkenal Hollywood satu ini. Di saat mungkin blogger lainnya tengah menuliskan
opininya mengenai sutradara-sutradara ternama lainnya macam Christoper Nolan, Quentin
Tarantino, Martin Scorsese, dan lainnya, saya justru menulis mengenai sutradara
yang selalu panen kritik negatif atas karya-karyanya ini.
Jumat, 04 September 2015
AS THE GODS WILL [2014]
“As The Gods Will” yang diadaptasi
dari manga karya Muneyuki Kaneshiro,
“Kami-sama no Iu Tōri”, merupakan salah satu bentuk kesenangan dari Takashi
Miike lewat adegan gila-gilaan layaknya film-filmnya terdahulu seperti “Ichi
The Killer” ataupun “Crows Zero”, tapi tidak termasuk “Ninja Kids” dan “Hara-kiri
: Death of Samurai” di dalamnya. Bagi yang setia mengikuti karya-karyanya dan
tahu betul bagaimana film-filmnya, mungkin tidak akan percaya bahwa ia sempat
menyumbangkan tenaganya dalam dua episode “Ultraman Max”. “As The Gods Will”
mungkin masih kalah ‘gila’, tapi berhubung ini adalah karya Miike, sangat
menjanjikan tentunya bahwa kita akan menikmati berbagai macam kebrutalan fatal
nan menghibur.
Kamis, 03 September 2015
THE SEARCHERS [1956]
Sebagai penikmat film western, tentunya sangat menggembirakan
bila memiliki kesempatan untuk bisa menonton versi klasiknya. Terutama film
yang dibintangi oleh aktor ikonik western
seperti John Wayne ini. “The Searchers” yang disutradari oleh John Ford (beberapa
kali berkolaborasi dengan John Wayne) ini tampak semakin istimewa lagi mengingat
dibuat dengan format Technicolor yang
bisa dibilang dapat dihitung jari untuk film-film keluaran era tersebut.
Hasilnya tampak sangat mengagumkan dari segi visual (berwarna), begitupun
dengan kualitas cerita berikut aksi seru yang disuguhkan. Maka tidak
mengherankan bila “The Searchers” menjadi salah satu film western terbaik yang pernah dibuat. Tanpa membedakan menurut genre, tidak diragukan lagi “The
Searchers” adalah satu dari sekian film terbaik yang pernah ada.
Rabu, 02 September 2015
DRAGON BALL Z : RESURRECTION 'F' [2015]
“Resurrection F” sendiri adalah
kelanjutan dari movie “Dragon Ball”
sebelumnya, “Battle of Gods” (2013). Apa yang membedakan dua movie ini dibandingkan dengan
pendahulunya adalah ditangani sendiri oleh sang kreator, Akira Toriyama. Dengan
campur tangannya sang mangaka
(komikus), tentunya akan diharapkan sebuah sajian super seru lewat pertarungan-pertarungan maha dahsyat seperti yang
sering kita lihat di tv series-nya.
Jika dalam “Battle of Gods” kita diperkenalkan dengan dua sosok baru yang masih
asing, Beerus dan Whis, maka saatnya kita bernostalgia dengan salah satu villain legendaris dari anime “Dragon Ball” ini. Siapakah dia ?.
Tentunya sudah terjawab melalui poster dan bahkan judulnya sendiri.