“Alice
Through The Looking Glass” adalah tipikal film yang hanya dibutuhkan ketika
sedang penat akan aktivitas harian. Saya cukup lelah dengan pekerjaan yang menyita
tidur siang saya. Ditambah lagi harus memperdalam Bahasa Inggris sebagai
pengisi waktu. Bisa dibayangkan seberapa lelahnya saya tiap hari. Syukurlah,
film besutan James Bobin dengan naskah dari Linda Woolverton ini cukup untuk
mengusir lelah. Tapi, hal itu tidak lantas menjamin bahwa film ini disebut
bagus.
Selasa, 16 Agustus 2016
Sabtu, 13 Agustus 2016
THE MATCH FACTORY GIRL [1990]
Film
diawali dengan sekuen pembuatan korek api tradisional. Saya bersyukur, di sini
bisa melihat prosesnya. Mulai dari pengupasan batang kayu, menipiskannya,
memotong menjadi bagian-bagian kecil, menambahkan bubuk sulfur, hingga pada
pengemasan ditampilkan dengan rinci. Sekuen semacam ini sudah sering saya temui
dalam film-film. Namun mungkin saja, “The Match Factory Girl” adalah satu dari
sekian pelopornya.
Jumat, 12 Agustus 2016
THE JUNGLE BOOK [2016]
Setelah
menonton “The Jungle Book,” saya semakin yakin jika manusia adalah penguasa
bumi ini. Ya, manusia menempati hirarki tertinggi sebagai makhluk yang
menguasai segala hal. Harimau dengan gagahnya mampu mendapatkan mangsa dengan
sekali terkam. Gajah bak mesin penghancur dengan tubuh besarnya. Insting
berburu serigala menjadi ancaman hewan-hewan lainnya. Tapi, manusia! Sekali
lagi, melebihi apa yang mereka semua miliki.
Selasa, 02 Agustus 2016
A FISH CALLED WANDA [1988]
“Pada
tahun 1989, seorang pria Denmark bernama Ole Bentzen tertawa terbahak-bahak
hingga tidak bisa berhenti. Akibatnya, detak jantungnya meningkat tajam dan
menyebabkan serangan jantung. Nyawanya tidak tertolong.” Tulisan ini adalah
intisari dari sebuah sumber yang banyak tersebar di internet. Ini peristiwa
nyata. Apa yang membuatnya tertawa terbahak-bahak? Menonton film berjudul “A
Fish Called Wanda.” Benarkah selucu itu?
Senin, 01 Agustus 2016
THE DESCENT [2005]
Menonton
“The Descent” adalah pengalaman horror yang
membuat jantung berirama tak karuan. Saya sudah lama tidak menonton film horror dengan impact sebesar ini. “The Descent” menawarkan kejutan yang
menegangkan hingga kuat menancap dalam raga. Dari satu adegan mendebarkan,
efeknya tidak lantas hilang hingga adegan berikutnya. Sebelum saya berhasil
menghirup nafas dalam-dalam, “The Descent” seolah tidak mau berhenti
menakut-nakuti saya.