Akhirnya sempat juga menikmati karya
terakhir dari Studio Ghibli sebelum masa hiatusnya ini. “When Marnie was There”
ini diadaptasi dari novel karya Joan G. Robinson, dan disutradarai oleh
Hiromasa Yonebayashi. Ia juga menjadi bagian dari penulisan naskahnya. Uniknya,
dua nama besar dari Studio Ghibli, Hayao Miyazaki dan Isao Takahata yang terkenal
lewat “Grave of The Fireflies” (1988) justru tidak menyutradarai karya
perpisahan sementara ini. Tapi jauh sebelumnya saya sudah menonton karya dari
Hiromasa Yonebayashi yang berjudul “The Secret World of Arrietty” (2010).
Pertanyaannya adalah, layak kah “When Marnie was There” menjadi karya
perpisahan hingga waktu yang belum pasti ini ?.
Minggu, 30 Agustus 2015
Sabtu, 29 Agustus 2015
COP CAR [2015]
Film terbaru yang dibintangi Kevin
Bacon ini adalah contoh nyata bahwa jangan pernah sekali-kali mempermainkan
polisi. Apalagi sampai mencuri mobilnya. Premis yang bagus ini kemudian
diangkat menjadi film dengan sedikit sentuhan road dan black comedy. Sebelumnya,
saya tidak ada pemikiran apapun mengenai film ini. Ditambah membaca judulnya
yang membuat bertanya-tanya tentang apa film ini bercerita. Begitu membaca
sinopsisnya sebentar, saya mulai tertarik sekali untuk menontonnya. Lagipula, rating yang bagus adalah salah satu
alasan penguatnya.
Jumat, 28 Agustus 2015
ATTACK ON TITAN [2015]
<Mungkin Mengandung Spoiler>
Sebelum filmnya sendiri rilis sudah
banyak menerima kecaman dari para fans,
terutama pada perubahan cerita yang tidak banyak menganut dari manga dan anime-nya. Apalagi ditambah adegan ciuman antara Eren dan Mikasa
yang tersebar lewat trailer beberapa
waktu lalu. “Attack on Titan” versi live-action
ini tentunya akan membagi dua kubu penontonnya, yaitu mereka yang setia
mengikuti anime/manga dan mengkomparasikan keduanya, vice versa. Saya sendiri berdiri di kubu yang menilai film ini
tanpa perlu membandingkan dengan cerita sumbernya. Sebelumnya memang saya
sempat mengikuti anime-nya di musim
pertama meski tidak saya lanjutkan hingga episode terakhir. Saat menonton live-action ini pun, tidak bisa saya
hindari untuk tidak membandingkan keduanya. Namun saya harus hindari jalan
tersebut untuk lebih fair dalam
ulasan ini.
Rabu, 26 Agustus 2015
PIKU [2015]
Apa yang paling saya sukai dari
kebanyakan film-film India adalah pada premis bagusnya yang banyak menanamkan
nilai-nilai kehidupan. Sekalipun dengan dibumbui banyak komedi, tapi kesan
dramatisnya tidak bisa hilang begitu saja. Adalah sebuah kemajuan bila film
drama keluarga yang sebetulnya sanggup memancing emosi semacam ini, disuguhkan
dengan komedi agar tidak melulu membuat penontonnya berisak tangis. Bagi
tipikal penonton yang terlalu mudah ‘berair mata’, film seperti ini bisa
menjadi alternatif utama. “Piku” yang disutradarai oleh Shoojit Sircar ini
contohnya. Dengan komedi segar lewat dialog-dialognya yang mudah menggugah
tawa, “Piku” masih tetap memiliki kehangatan drama yang kuat di dalamnya. Dan
lagi, karakter-karakternya juga mampu mengundang simpati.
Minggu, 23 Agustus 2015
PHOENIX [2014]
Perang adalah gambaran nyata dari horror yang begitu ditakuti, dibenci,
dan dikutuk. Namun, bagaimana dalam konflik berupa perang ‘fisik’ tersebut semakin
diperparah dengan perang ‘batin’ ?. Mungkin sudah tidak mampu tergambarkan lagi
betapa mengerikannya perang semacam itu. Dua hal mengerikan itu rupanya dapat
dihadirkan dengan begitu ‘indah’ oleh Christian Petzold dalam filmnya yang
berjudul “Phoenix” ini. “Phoenix” nyatanya sungguh lengkap dalam menyuguhkan
segala konfliknya, tidak hanya terasa miris semata, tapi juga terasa
‘menyentuh’ lewat romansanya. Saya sebagai penonton pun mampu dibawa masuk ke
dalam cerita, memahami dan merasakan dengan sungguh-sungguh segala permasalahan
yang tengah dialami oleh para pelakunya. Jika diperhatikan lebih seksama, “Phoenix”
ini sedikit memiliki DNA dari “Vertigo” (1958) milik Alfred Hitchcock.
Sabtu, 22 Agustus 2015
SOUTHPAW [2015]
Melihat jauh-jauh hari info
beserta posternya tanpa perlu membaca sinopsisnya, “Southpaw” seolah magnet
yang mudah menarik banyak kalangan khususnya di bagian jajaran cast-nya. Ya, di sana ada Jake
Gyllenhaal yang juga dikenal jago menaik turunkan berat badan demi
peran-perannya. Ia juga termasuk aktor yang pintar dalam memilih-milih peran
kecuali jika “Prince of Persia” (2010) tidak masuk dalam hitungan. Memilih
“tinju” sebagai tema film, mengingatkan kita pada beberapa film dengan tema
serupa bahwa betapa mudah sekali untuk dilirik oleh berbagai penghargaan bergengsi.
Namun, apakah benar dengan pemilihan tema yang terlihat ‘menggiurkan’ itu
benar-benar sanggup menarik hati para juri dari penghargaan bergengsi untuk
memasukkannya dalam daftar “film terbaik” ?.
INSIDE OUT [2015]
Pete Docter yang sebelumnya dikenal
lewat karyanya “Up” (2009) kini membawa kita menuju petualangan jauh dalam
pikiran seorang gadis kecil. Seperti banyak karya-karya keluaran studio Pixar
sebelumnya, “Inside Out” masih menghadirkan kisah seru nan imajinatif, penuh
pesan moral, dan tentunya tidak lupa mengedepankan unsur entertaining & fun. Apa
yang membuat animasi Pixar satu ini terlihat begitu berbeda dengan lainnya
adalah pada penggunaan dua seting yang berbeda, antara inside dengan peranan lima emosi dan outside dengan kehidupan sehari-hari gadis kecil asal Minnesota bernama
Riley Anderson. Dua seting berbeda tersebut nyatanya mampu berjalan dengan
berkesinambungan dan tetap mudah untuk diikuti.
Kamis, 20 Agustus 2015
THE CANAL [2014]
Saya sebenarnya tidak tahu alasan
pastinya mengapa “The Canal” yang sudah rilis sejak tahun kemarin baru bisa
menginjakkan kaki di tanah air. Tapi saya cukup lega bagaimana film dari
Irlandia ini banyak mendapat ulasan positif dan tentunya semakin menguatkan
keinginan untuk menontonnya. Tidak ingin berlama-lama menunggu, akhirnya
tibalah saatnya bagi saya sendiri untuk membuktikan seberapa menakutkannya film
horror yang disutradarai oleh Ivan Kavanagh
ini. Begitu selesai, rupanya “The Canal” masih cukup jauh dari ekspektasi awal
saya. Bicara soal ‘menyeramkan’, “The Canal” cukup mampu menghadirkan rasa
tersebut. Namun, “The Canal” telah kehilangan daya cengkeram di pertengahan hingga
akhir.
Selasa, 18 Agustus 2015
PAPER PLANES [2014]
Film dengan konsep cerita mimpi
seorang anak memang sudah banyak bertaburan. Salah satunya adalah film dari
Australia arahan Robert Connolly ini. Hanya bedanya, “Paper Planes” menggunakan
tema yang cukup langka, yaitu lomba menerbangkan pesawat kertas. Ya, saya
sendiri pun baru kali ini mengetahui bahwa pesawat kertas pun mampu dilombakan.
Tipikal film family semacam ini mudah
ditebak akan berakhir dengan happy ending,
tapi dalam pengembangannya tentunya sanggup memunculkan nuansa yang begitu
hangat dan ceria. Cara penyampaiannya yang juga ringan membuat feel-good movie seperti ini mudah untuk
dicerna dan disukai.
Senin, 17 Agustus 2015
FANTASTIC FOUR [2015]
Setiap
film-film superhero, selalu menarik
khalayak ramai untuk menontonnya, meski sudah banyak diketahui sebelumnya lewat
banyaknya ulasan negatif. Benar, saya bicara mengenai “Fantastic Fool/Four”
terbaru ini. Dalam ulasan ini, saya tidak akan lagi mengungkit-ungkit masalah
yang sama terkait kontroversi pemilihan cast
dan lain sebagainya. Cast baik-baik
saja, tidak ada masalah berarti di bagian ini. Kesalahan terletak pada nihilnya
pengembangan cerita dan karakter, pengemasan, hingga sampai pada penyia-nyiaan para
cast yang bertalenta tinggi. Dan yang
tidak kalah parah, “Fantastic Fool/Four” telah melenceng jauh dari apa yang
disebut dengan film superhero.
Minggu, 16 Agustus 2015
QUICK REVIEW #2
Sembari menunggu untuk mengulas
film-film baru, Quick Review #2 cukup lumayan untuk mengisi kesenggangan waktu.
Penulisan Quick Review inipun saya selesaikan dengan cukup tergesa-gesa pada
malam hari di saat mata pun sudah mulai minta untuk dipejamkan. Oke, tanpa
basa-basi lagi, berikut lanjutan dari Quick Review edisi minggu lalu yang telah
saya urutkan sesuai abjad.
Sabtu, 15 Agustus 2015
ZOMBEAVERS [2014]
Di weekend
ini, saya mencoba mencari tontonan yang benar-benar ringan, fun, dan sangat menghibur, terlepas dari
kualitasnya yang baik atau buruk. Maka saya dapatkanlah “Zombeavers” yang
merupakan kepanjangan dari “zombie” dengan “beaver” (berang-berang). Memang
nampaknya sudah menjadi tren di kalangan pembuat B-Horror dengan menamai judul filmnya melalui penggabungan dua
kata, seperti “Sharknado” yang merupakan gabungan dari “Shark” dan “Tornado”. Ya,
saya tahu ini bukan film bagus atau berkelas. Tapi, saya justru sangat terhibur
sekali lewat kebodohan-kebodohan para karakternya, animatronic yang menggelikan, hingga CGI yang amat buruk tapi
sanggup memancing tawa. Apalagi, rasa penasaran saya juga didorong untuk
melihat cameo dari John Mayer di
sini.
Jumat, 14 Agustus 2015
CLOUDS OF SILS MARIA [2014]
“Clouds
of Sils Maria” adalah film yang bercerita mengenai ‘ego’ manusia, terutama
ketakutannya menjadi ‘tua’ dan memilih untuk terjebak di masa lalu. Tentunya,
hal itu merupakan perspektif saya pribadi dalam memahami film ini secara
keseluruhan. Sebab, “perspektif” itulah yang memang dijadikan amunisi oleh
Olivier Assayas (sutradara dan penulis naskahnya), dalam menggiring penonton ke
arah tersebut. Olivier Assayas di sini juga secara tidak langsung melemparkan
pertanyaan bahwa apakah usia atau waktu mampu mempengaruhi perspektif seseorang
terhadap sesuatu. Jika diminta untuk menyamakan, “Clouds of Sils Maria” ini dapat
saya sebut sebagai female version
dari “Birdman” (2014) karya Alejandro G. Iñárritu.
Kamis, 13 Agustus 2015
UNFRIENDED [2014]
Mungkin masih belum banyak film
bertemakan cyber-bullying, dan “Unfriended”
telah sukses mengusung tema yang sangat menarik tersebut. Sebuah tema yang
hingga sampai saat ini masih marak terjadi dan butuh penanganan serius. Pesan
yang terkandung di dalamnya pun juga penuh arti dengan mengajak banyak orang,
terutama para remaja, untuk segera menghentikan tindakan cyber-bullying yang pada akhirnya berakibat fatal. Berbeda dengan
film found footage lainnya yang ramai
menggunakan shaky cam, “Unfriended”
menawarkan sesuatu yang bisa dibilang baru dan inovatif melalui laptop’s screen-nya. Film arahan Levan
Gabriadze ini rupanya berhasil membuat merinding dan menakut-nakuti saya.
Rabu, 12 Agustus 2015
MENJAWAB "BLOGATHON : THE FILM EMOTIONS"
Postingan ini saya buat untuk
menjawab “Blogathon : The Film Emotion” dari Paskalis Damar, author dari blog sinekdoks yang keren
abis. Dalam Blogathon yang diposting kali ini, ia mengajak untuk memilih film yang
merepresentasikan
5 emotions dalam “Inside Out”, film
animasi terbaru dari Pixar. Untuk keterangan lebih lengkap beserta aturan
memilihnya, silakan kunjungi langsung blognya di sini.
Selasa, 11 Agustus 2015
DARK PLACES [2015]
Film mystery “whodunit” atau “Who [has] done it” selalu menyajikan
cerita yang mengasyikkan karena penuh dengan teka-teki dan kompleks. Sesuai
namanya, film “whodunit” menggunakan tema berupa misteri dari pelaku utama
dalam setiap konflik yang dihadirkan dalam film tersebut. Kebanyakan, genre lain seperti crime dan thriller ikut
bersanding untuk memaksimalkan kompleksitas dari keseluruhan cerita. Tentu
saja, dalam tipikal film seperti ini akan banyak sekali plot twist yang disebar sepanjang durasi,
baik itu yang bersifat cerdas maupun sebaliknya. “Dark Places” banyak menyajikan
hal tersebut, tapi cukup disayangkan tidak dikemas dengan rapi dan cenderung overplotting.
Senin, 10 Agustus 2015
MISSION : IMPOSSIBLE - ROGUE NATION [2015]
Pertama-tama saya harus
membuat pengakuan bahwa “Rogue Nation” ini adalah seri kedua dari “Mission
Impossible” yang baru saya tonton setelah “Ghost Protocol” (2011). Dari
keduanya, saya menangkap bahwa film espionage
ini menawarkan hal-hal menarik yang mungkin tidak ada dalam film-film espionage lainnya, seperti team work yang terjalin rapi hingga misi-misi
menegangkan yang jauh dari kata ‘masuk akal’. Tidak hanya itu, franchise ini juga semakin mengukuhkan
seorang Tom Cruise sebagai aktor yang benar-benar ‘gila’. Dengan kata lain,
semakin ia menua semakin ia menjadi-jadi. Dengan melihat banyaknya ulasan
positif dari mereka yang sudah menontonnya, maka kini giliran saya untuk
membuktikannya.
Minggu, 09 Agustus 2015
QUICK REVIEW #1
Selamat datang di Quick Review atau Ulasan Singkat pertama
di blog ini. Mungkin sudah banyak yang mengetahui bahwa blog ini sendiri
pertama kali saya buat di awal bulan Mei tahun ini. Sebelum blog ini lahir,
saya sudah banyak menonton film-film tahun 2015 tapi belum sempat saya ulas.
Selain itu ada juga beberapa film yang sengaja saya khususkan untuk ulasan
singkat. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini saya akan mengulas film-film
tahun 2014 hingga 2015 (khusus ditonton pada tahun ini) secara singkat dan
padat. Dengan berbekal daya ingat seadanya, semoga ulasan singkat ini bisa
dinikmati banyak pembaca (jika ada) meski mungkin jauh dari kata akurat. Berikut
ulasan singkat yang sudah saya urutkan sesuai dengan abjad.
Sabtu, 08 Agustus 2015
PRINCESS MONONOKE [1997]
Dari segi cerita, “Princess
Mononoke” memang tidak terlalu fokus pada kehidupan anak-anak layaknya karya
Hayao Miyazaki lainnya, seperti Spirited Away (2001), Kiki’s Delivery Service
(1989), atau My Neighbor Totoro (1988). Bahkan, Grave of The Fireflies (disutradarai Isao Takahata, 1988)
yang begitu tragis saja masih mengangkat soal anak-anak, hanya saja
pengemasannya memang paling gelap di antara yang lain. Sedikit perbedaan
tersebut tidak lantas membuat Miyazaki menghilangkan unsur fantasy-nya begitu saja. “Princess Mononoke” sangat kental dengan fantasy lewat banyaknya creature imajinatif dan menurut saya
paling indah dari segi visualnya. Di sini Miyazaki terlihat sekali dalam
memaksimalkan grafisnya yang tidak hanya halus, melainkan juga terlihat sangat
hidup.
Kamis, 06 Agustus 2015
TIME LAPSE [2014]
Bicara soal film bertemakan time machine, kita sering disuguhkan dengan
sebuah konsep cerita yang begitu rumit dan cukup memusingkan. Sebut saja
“Predestination” (2014) dengan paradox-nya
atau “Project Almanac” (2015) lewat space-time
continuum-nya. Selain dua film tersebut, tentunya masih banyak lagi
film-film bernafaskan ‘waktu’ yang seakan tidak ada habisnya dibuat.
Memusingkan memang, tapi di baliknya tertanam sebuah teki-teki yang penuh
dengan keasyikan untuk terus diikuti. “Time Lapse” karya debut Bradley King ini
merupakan salah satu yang patut ditonton. Perkawinan antara sci-fi dengan thriller-nya melebur menjadi sajian yang menegangkan sekaligus
menghibur.
Rabu, 05 Agustus 2015
KISAHKU DALAM "WALTER MITTY"
Sembari mengisi waktu luang di
hari ini dan belum ada film yang diulas, maka terciptalah tulisan sederhana
ini. Selain itu, saya ingin mencoba lari sejenak dari rutinitas harian dalam
menonton film lalu memeras otak untuk menulis ulasan. Apakah bosan dengan film
?. Tentu tidak, menonton film adalah hobi yang sudah mendarah daging dan dari
situlah saya mendapatkan banyak kesenangan-kesenangan dan sekaligus mempelajari
hal-hal baru.
Selasa, 04 Agustus 2015
WHITE GOD [2014]
“White
God” mungkin dapat disamakan dengan “Rise of The Planet of The Apes” (2011) atau
‘saudaranya’ yang lain sebagai film yang mengangkat tema penjajahan oleh
sekelompok hewan liar. Hanya bedanya, “White God” adalah versi yang lebih
‘berat’ dan dramatis. Film dari Hungaria ini banyak memanfaatkan peran dari
ratusan anjing yang terlatih dengan begitu baik. Hal tersebut merupakan salah
satu nilai lebih yang tidak dimiliki oleh film-film bertemakan serupa yang
lebih banyak memanfaatkan penggunaan CGI. Hasilnya, kemasan yang begitu
realistis dan secara emosional dapat dirasakan dengan baik.
Senin, 03 Agustus 2015
DARK WAS THE NIGHT [2015]
Film horror dengan subjek utama American
Folklore memang sudah tidak terhitung banyaknya. Baik itu yang digarap
dengan hasil memuaskan hingga membosankan sekalipun. Saya akui bahwa film horror semacam ini memang sukses dalam
menghidupkan atmosfir yang mencekam, terutama dalam penggunaan setting seperti kota terpencil ditambah
bumbu-bumbu berupa mitos setempat. Kalau ‘mencekam’ sudah didapat, akankah
semua sudah terpenuhi menjadi sajian yang bagus ?. Memang tidak semuanya. ‘Dark
was The Night” mungkin adalah salah satu contohnya.
Sabtu, 01 Agustus 2015
NOSFERATU: A SYMPHONY OF HORROR [1922]
Di awal bulan Agustus ini,
saya sengaja mencari film klasik yang sesuai dengan mood untuk ditonton. Maka, pilihan saya jatuh pada film horror ekspresionis dari Jerman ini.
Memang tidak mudah untuk bisa benar-benar menikmati film klasik, apalagi yang
masih belum memiliki suara alias silent
movie. Seringkali dalam menilai film-film klasik macam ini, saya berusaha
untuk memposisikan diri sendiri sebagai orang yang hidup di era film tersebut
berjaya. Dengan begitu, besar harapan untuk mendapatkan feel dalam menikmatinya. Sebab, akan banyak sekali beberapa adegan
yang mungkin terasa ‘konyol’ untuk dinikmati di era saat ini. Dibandingkan film
klasik ‘bersuara’ lainnya, silent movie
memang lebih berpotensi membuat bosan di tengah-tengah menontonnya.