Jumat, 10 Juli 2015

MONSTER [2003]

Zodiac (2007), Vengeance is Mine (1979), dan Monster ini adalah sebagian dari film yang diangkat dari kisah nyata seorang serial killer yang pernah saya tonton. Monster berkisah tentang serial killer bernama Aileen Wuornos yang telah membunuh sekitar tujuh orang dan dieksekusi mati pada tahun 2002, tidak berapa lama kemudian biopic-nya ini pun rilis. Dari referensi yang saya dapat dan kemudian saya bandingkan, banyak beberapa hal yang memang berbeda, termasuk nama-nama karakternya. Apa yang ingin saya ulas di sini hanyalah berdasar dari sudut pandang saya terhadap film arahan Petty Jenkins ini saja, tanpa mengkaitkannya dengan kemurnian ceritanya. Pastinya, banyak adegan didramatisir untuk mendapatkan unsur entertaining-nya.

Aileen Wuornos (diperankan dengan luar biasa bagus oleh Charlize Theron), adalah seorang pelacur jalanan yang mengais rejeki dari para pengendara mobil yang ia tumpangi, sembari berpindah-pindah tempat. Ia mendapatkan teman akrab seorang gadis kesepian bernama Selby Wall (Christina Ricci), yang kemudian ia jadikan kekasihnya. Pada suatu malam, Aileen telat datang pada acara yang telah ia sepakati bersama Selby. Alasannya adalah ia disiksa dan hampir diperkosa oleh salah satu pelanggannya. Berontak, Aileen pun menembak pelanggannya tersebut dengan pistol yang selalu ia bawa. Ia lalu membawa pergi mobil korban pertamanya itu dan berencana pindah bersama Selby, kekasihnya.

Awal Aileen terjun ke dunia prostitusi tidak lain adalah dari kehidupan masa kecilnya yang kelam dan terbuang. Dikhianati oleh keluarga dan diperkosa oleh teman ayahnya, membuat Aileen begitu benci dengan pria dan society. Tapi Aileen harus berjuang untuk hidup, dan menjual diri adalah satu-satunya pilihan. Maka tidak salah bila kebenciannya di masa lalu kemudian membentuk Aileen dewasa yang begitu membencinya sosok seorang pria. Ia jadikan mereka hanya sebagai sarana mencari uang semata. Terciptalah hubungan yang tidak biasa dengan Selby, seorang gadis tertutup yang tidak tahu dengan siapa harus berteman. Perasaan cinta dari keduanya semakin menguat karena latar belakang mereka berdua yang merasa sama-sama kesepian dan jauh dari cinta.

Meskipun berlabel serial killer, Jenkins menuturkan filmnya ini dengan begitu dramatis, sehingga tidak salah bila saya kemudian begitu bersimpatik dengan sosok Aileen ini. Unsur humanis yang digambarkan dari sosok Aileen ini sempat membuat saya ‘ngilu’ dan perih sekali, melihat kenyataan hidupnya yang begitu sangat pahit. Apalagi sempat diceritakan bahwa Aileen berusaha untuk hidup normal dengan pekerjaan biasa, demi bisa hidup bersama dengan Selby. Walaupun sebagian besarnya menolak, tapi ia tetap memiliki keyakinan dan harapan pada masa depannya. 

Cukup sulit sebenarnya mendeskripsikan Aileen ini dengan sudut pandang psikologis, apalagi saya juga awam di bagian ini. Dari yang saya lihat dan rasakan, sepertinya Aileen memiliki sisi ‘kenormalan’ jika dibandingkan dengan karakter serial killer lainnya yang pernah ada. Dengan kata lain, ia bukanlah seorang psikopat. Ia melakukan pembunuhan dengan sadar dan beralasan, serta bukan karena kesenangan semata. Pembunuhan pertama yang ia lakukan adalah murni self-defense, disusul pembunuhan lain setelahnya yang beralasan karena uang (ada kebencian juga di baliknya). Ada beberapa momen dimana unsur humanis dari Aileen ini begitu ditonjolkan dengan kuat, salah satunya ketika ia membatalkan rencana pembunuhannya pada salah satu pelanggannya yang mengaku baru pertama kali menyewa seorang pelacur. Tidak tega, Aileen pun pergi dengan mengambil uang yang ada di dompetnya.

Selain kedalaman ceritanya, kekuatan film ini terletak pada incredible acting-nya seorang Charlize Theron. Ditambah pula make-up yang luar biasa bagus (termasuk prosthetic dentistry), mampu menjadikan aktris cantik dari Afrika Selatan ini menjadi seorang wanita 30-an bertubuh gempal, berantakan, dan terrible. Tidak akan menyangka memang, sosok di balik karakter Aileen Wuornos ini adalah si cantik yang berperan dalam The Cider House Rules (1999), sebagai Meredith Vickers di Prometheus (2011), dan Queen Ravenna dalam Snow White and The Huntsman (2012). Aktingnya yang kelewat bagus, ternyata tidak mampu membuat Christina Ricci bersinar di sini. Ia tertutupi oleh Theron yang menguasai seluruh film. Tapi tetap, peran dari Ricci juga cukup besar di sini sebagai tolak ukur dari kepribadian karakter Aileen.   

Sebagai sebuah film yang mengangkat unsur drama yang kuat, Monster boleh dibilang sangat worthy untuk bisa masuk dalam kategori film terbaik di Academy Awards atau Golden Globe. Tapi karena ini adalah biopic seorang serial killer, sepertinya cukup tabu untuk bisa masuk dalam kategori tersebut. Hampir semua penghargaan yang didapat film ini lebih pada performances dari Charlize Theron. Lepas dari itu, Patty Jenkins sukses membawakan ‘kemarahan’ dan ‘kebencian’ seorang wanita dalam sebuah film yang mampu membuat siapapun yang menontonnya akan merasakan apa yang dirasakan wanita ini pula. Hebatnya, perasaan simpatik tidak segan tercurah untuk karakter wanita ini, sekalipun ia berlabel seorang serial killer. Sebuah perpaduan yang luar biasa antara kekuatan cerita dan akting, mengaduk-aduk emosi dan mempermainkan persepsi.   
9 / 10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AYO KITA DISKUSIKAN !