Mengutip dari apa yang diucapkan oleh narator, Tina Fey, bahwa
kebanyakan orang melihat sekumpulan monyet hanya melakukan kegiatan
sehari-harinya dengan makan, minum, dan bermain saja. Sekilas nampak seperti
itu, meloncat dari satu dahan ke dahan yang lainnya demi mencari makan.
Sesekali juga bercengkerama dengan sesamanya dalam kelompok yang besar. Sebuah
hal yang lumrah dilakukan oleh kebanyakan hewan karena insting mereka yang
mengajarkan untuk bertahan hidup. Padahal, sebenarnya monyet juga mengenal sistem
kasta dalam kelompoknya. Sebuah hirarki yang memisahkan serta menentukan apa
yang harus dan tidak harus dilakukan oleh tiap anggota kelompoknya. Tidak
dipungkiri, para monyet pun berlomba-lomba menunjukkan ‘kualitas diri’ untuk
bisa meraih puncak tertinggi dalam strata sosial tersebut.
Dalam dokumenter wildlife
terbaru dari Mark Linfield dan Alastair Fothergill ini, mereka memperkenalkan
pada kita para monyet makaka yang tinggal dalam bekas kerajaan di tengah
belantara Sri Lanka. “Monkey Kingdom” bercerita mengenai perjuangan seekor
monyet betina, Maya, untuk mendapatkan posisi tertinggi dalam strata sosial
tersebut demi anaknya yang baru lahir, Kip. Bagi monyet betina seperti Maya,
tentu hal itu tidaklah mudah. Mengingat pemimpin kelompok tersebut seorang
monyet jantan yang kuat dan besar bernama Raja, tidak akan dengan mudahnya
berbagi. “Monkey Kingdom” tidak hanya bercerita tentang
kehidupan Maya dan Kip yang keras, tapi juga pejantannya yang berasal dari luar
kelompok tersebut, Kumar. Ia adalah seekor monyet yang berambisi menjadi
pemimpin kelompok tersebut. Sadar diri karena hanya sendiri dan asing, ia mulai
mendekati Raja dan mencari perhatian dari monyet yang lain.
Sebagai penyuka film dokumenter terutama wildlife, “Monkey Kingdom” menawarkan kepada saya sesuatu yang
‘lebih’ bila dibanding dokumenter sejenisnya. Dokumenter ini sukses menggali
sesuatu dalam kehidupan kawanan hewan yang mungkin tidak banyak diketahui
banyak orang, yaitu pembagian strata sosial. Memang dalam kelompok hewan dengan
jumlah yang besar, pembagian strata seperti ini lumrah ada, seperti pada lebah
atau tawon. Tapi dalam monyet, mereka begitu unik sebab perbedaan kasta turut
berperan memisahkan tempat tinggal dan makanan yang dimakan. Sebagai contoh di
sini, Raja sebagai pemimpin akan mendapat perlakuan istimewa dari monyet
lainnya dengan cara dibersihkannya kutu dari tubuhnya. Ia juga makan buah yang sudah
masak dari puncak tertinggi pohon ara dan dapat berteduh dari terik matahari
dan kala hujan deras. Sedangkan kasta terbawah, hanya memakan buah sisa dan
tinggal di bawah pohon. Akibatnya, guyuran hujan tidak terelakkan dan serangan predator selalu siap mengancam.
Tina Fey selaku narator juga turut memberikan kontribusi yang besar
dalam narasi yang dibacakannya. Ia menjadi penuntun untuk penonton dalam
mewakili setiap interaksi antar satu monyet dengan monyet lainnya dan ia
presentasikan dengan sangat baik lewat intonasi yang berbeda pada setiap
karakter. Pemilihan lagu-lagu pengiring yang enerjik berikut editing cepatnya juga berhasil dalam
menghasilkan sekuen yang berjalan runut dan rapi. Daripada terlihat sebagai
dokumenter yang mengetengahkan kehidupan sehari-hari sekelompok monyet, “Monkey
Kingdom” malah terlihat seperti film yang mengisahkan perjuangan seseorang dari
zero menuju hero. Di dalamnya juga mengisahkan perebutan kekuasaan dan
penghimpunan kekuatan untuk merebutnya kembali. Sebagai sebuah nature documentary, “Monkey Kingdom”
sukses dalam mengekspos secara mendetail apa yang terjadi dalam kawanan monyet di
sebuah kelompok besar. Menyenangkan melihat aksi dan keusilan mereka, juga
membuat haru saat impian tiap individunya terpenuhi.
8 / 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
AYO KITA DISKUSIKAN !