Film ini merupakan yang kedua kalinya
dari Argentina yang menang di Academy Awards sebagai Film Berbahasa Asing
Terbaik. Film crime thriller bersettingkan
masa Dirty War (1976-1983) di
Argentina ini diangkat dari novel berjudul La
Pregunta de sus Ojos (The Question in Their Eyes) karya Eduardo Sacheri,
yang juga bertindak sebagai penulis naskah. Dirty
War sendiri merupakan masa-masa kelam di Argentina di mana banyak sekali
tindak kriminal yang lepas dari jerat hukum.
Cerita berawal dari pensiunan seorang pekerja
pengadilan, Benjamin Esposito (Ricardo Darín) yang menginginkan menulis novel
dari kasus pemerkosaan dan pembunuhan yang pernah ia tangani sebelumnya. Dengan
meminta dukungan dari sahabatnya yang dulu ikut dalam menangani kasus tersebut,
Irene Menéndez Hastings (Soledad Villamil), Benjamin semakin
memantapkan diri untuk menulis novel tersebut meski ia sendiri sebenarnya
kebingungan untuk memulainya.
Kasus tersebut awalnya ditangani oleh
Benjamin bersama sahabatnya yang alkoholik, Pablo Sandoval (Guillermo
Francella), sekitar 25 tahun sebelumnya. Benjamin begitu berambisi untuk
mencari pelaku pemerkosaan dan pembunuhan seorang wanita bernama Liliana Coloto
(Carla Quevedo) tersebut, lantaran ia tidak tega melihat suami korban, Ricardo
Morales (Pablo Rago) yang begitu mencintainya harus menanggung beban berat itu.
Meski sang pelaku akhirnya dapat diketahui keberadaannya, rupanya ia bagaikan
belut licin yang sangat sulit ditangkap.
The Secret in Their Eyes sendiri
terbagi menjadi 2 setting waktu penceritaan, yang pertama adalah saat Benjamin
menangani kasus Liliana, dan yang kedua adalah masa pensiunnya ketika dalam
proses menulis novel. Berbeda dengan kasus-kasus lainnya yang pernah ditangani
oleh Benjamin, kasus pembunuhan Liliana itu benar-benar mengusik batinnya. Ia
melihat kasus pemerkosaan dan pembunuhan itu merupakan sebuah tindakan keji dan
sangat biadab. Apalagi, setelah Benjamin mengenal sosok Ricardo Morales, yang merupakan
suami dari Liliana, ia semakin iba dan tidak tega dengan apa yang menimpanya.
Cinta yang besar dari Ricardo pada Liliana, membuat Benjamin begitu berambisi
untuk menuntaskan kasus itu dan menangkap sang pelaku.
Jika ditilik lebih dalam lagi, sebenarnya
tidak hanya Benjamin saja yang begitu berambisi dalam kasus tersebut. Tapi juga
bagi Pablo, yang dengan tegasnya telah bersumpah akan terus memburu si pelaku,
bagi Ricardo yang menuntut keadilan, serta bagi Irene sendiri yang melihat
ketimpangan hukum dalam penanganan kasus itu. Pasalnya, meski si pelaku
berhasil ditangkap, tapi hukum berkata lain ketika itu. Si pelaku dengan nikmatnya
menghirup udara kebebasan meski sebelumnya ia telah dijatuhi dengan hukuman
berat. Film ini sukses mengangkat krisis (dalam aspek hukum) yang tengah
melanda Argentina kala itu. Di mana hukum benar-benar buta dan para pelaku
kriminal bisa lepas dari jeratan hukum. Jadi tidak hanya unsur misteri saja yang
disajikan dengan menarik dalam film ini, melainkan menyinggung juga mengenai
ketidakadilan yang sering diterima oleh para korban tindak kriminal.
Sesuai dengan judulnya, film garapan
sutradara Juan José Campanella ini memang tidak lepas dari ‘pandangan mata’
setiap karakternya yang memperkuat alur ceritanya. Bahkan, Benjamin sendiri
mulai menyelidiki seseorang yang dicurigai sebagai “si pelaku” juga dengan
memanfaatkan ‘pandangan mata’ si pelaku pada korban dalam sebuah foto. Dan kembali
lagi, ‘pandangan mata’ si pelaku itu pulalah yang semakin meyakinkan Irene
bahwa dialah orang yang bertanggung jawab dalam pembunuhan itu. Tidak hanya
rahasia dalam pandangan mata si pelaku yang menjadi fokus utama di sini,
melainkan juga ‘pandangan mata’ antara Benjamin dengan Irene yang benar-benar
kuat dari keduanya. Ya, mereka hanya bersahabat. Tapi, tatapan mata mereka
berdua sangat mengindikasikan bahwa mereka berdua sebenarnya saling menyukai. Tapi
semua kembali pada Benjamin, dia tidak cukup berani untuk mengatakannya. Hingga
selang puluhan tahun kemudian, Irene pun dengan berani mempertanyakan sikap ‘pengecut’
Benjamin tersebut, meski pada akhirnya ia sudah berkeluarga.
The Secret in Their Eyes dibangun
dengan begitu kompleks. Ini bukanlah sekedar film crime dengan menyebar misteri saja di dalamnya, melainkan juga
mengangkat krisis hukum yang tengah terjadi kala itu, dan tidak lupa unsur romance yang begitu kuat di sini, antara
Ricardo dengan istrinya, Liliana, serta hubungan Benjamin dengan Irene. Cinta
yang begitu kuat dari Ricardo untuk Liliana pulalah yang mendorong Benjamin
untuk mencurahkan segala waktunya dalam mengungkapkan kasus pembunuhan itu. Saya
sendiri begitu bersimpati dengan sosok Ricardo yang dengan sabarnya ia nikmati
hari-harinya yang sepi sepeninggal Liliana. Saya pun ikut merasa marah dan
benci seperti Benjamin, ingin rasanya saya membantunya dan menangkap si pelaku.
Benjamin sendiri bisa disebut sebagai
pria ‘gagal’ dalam menemukan cinta sejatinya. Pernikahannya juga gagal, disaat
persahabatannya dengan Irene begitu erat terjalin hingga puluhan tahun
berjalan. Padahal, jika bisa kembali ke masa puluhan tahun sebelumnya, hanya
dibutuhkan keberanian saja untuk confess,
maka Benjamin bisa mendapatkan hati cinta sejatinya. Tapi semua sudah terjadi,
toh keduanya masih bisa bersahabat erat dan sama-sama saling mengetahui
perasaan masing-masing. Sangat disayangkan memang, tapi Benjamin dan Irene
sudah cukup membuktikan cinta mereka berdua tanpa perlu hidup bersama dalam
satu atap.
Apa yang ingin ditekankan Eduardo
Sacheri selaku penulis di sini adalah sekuat apapun tindakan seseorang untuk
mencoba lari dari keadaan, pandangan/tatapan matanya tidak akan pernah
berbohong dan di situ pulalah letak dari jawabannya. Sacheri benar-benar
konsisten dalam meletakkan fokus utamanya di film ini. “Rahasia dalam mata”
merujuk pada semua karakter dalam film ini yang menjadi bagian dari misteri itu
sendiri. The Secret in Their Eyes sukses menarik saya dalam-dalam pada
interaksi antar karakternya yang dibalut dalam kisah romance yang kuat, baik dari segi dialog maupun dalam ‘pandangan
matanya’.
ATAU
9 / 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
AYO KITA DISKUSIKAN !