Setelah Anda menonton “The Revenant,” bisa Anda
simpulkan jika ini adalah film survival –
revenge. Kenyataannya “The Revenant” bukanlah sekedar film mainstream dengan konsep semacam itu.
Ada nama Alejandro G. Iñárritu di kursi
sutradara. Ia lah yang mengajak kita berpetualang dalam konflik beruntun antar
negara dengan plot unik dalam “Babel” (2006). “Birdman” (2014) ? Tidak perlu
saya jelaskan penghargaan apa yang didapat lewat film tersebut. Dengan nama
besarnya itu, sudah lebih dari cukup sebagai alasan menilai positiv film yang
diangkat dari novel berjudul sama karya Michael Punke ini.
Bersetingkan tahun 1823, “The Revenant” bercerita
tentang sekelompok pemburu kulit yang diserang Suku Arikara (atau Ree—saya
lebih suka menyebut namanya langsung daripada menggunakan kata “Indian”) di
wilayah hutan liar Lousiana. Kelompok pemburu tersebut dipimpin oleh Kapten
Andrew Henry (Domnhall Gleeson). Berawal dari 45 orang, hanya tersisa 10 orang
yang berhasil melarikan diri.
Proses pelarian diri menjadi melambat tatkala salah
seorang anggota, Hugh Glass (Leonardo DiCaprio) diserang secara membabi buta
oleh seekor beruang grizzly. Anda tahu beruang grizzly ? Beratnya bisa mencapai
180 Kg untuk betinanya (Glass diserang oleh grizzly betina). Serangan tersebut
dibuat dalam sekuen yang mendramatisir dan begitu intens. Kamera Emmanuel
Lubezki tiada hentinya mengambil gambar dengan jarak dekat menciptakan aura
kengerian alam liar yang luar biasa. Sekuen tersebut membuat nafas seakan
berhenti mendadak. Mendebarkan.
Luka cakaran grizzly melumpuhkan seluruh tubuh
Glass. Kapten Hendry lantas meminta sukarelawan untuk menunggu Glass dan
putranya, Hawk (Forrest Goodluck), dengan imbalan. John Fitzgerald (Tom Hardy)
dan Jim Bridger (Will Poulter) menawarkan diri. Berharap banyak kah pada
Fitzgerald ? Sedari awal ia tunjukkan rasa ketidaksukaannya pada Glass dan
Hawk. Benar saja, Fitzgerald meninggalkannya dalam keadaan lemah tak berdaya. ‘Harta’
satu-satunya Glass telah direnggut Fitzgerald. Pembalasan dendam pun dimulai.
Pertama-tama yang ingin saya katakan adalah,
“Apakah John Fitzgerald seorang yang kejam ?” Karakternya adalah tipikal yang
bakal membuat penonton mencaci-makinya. Pembual dan egois, semacam itulah. Tapi
percayalah, “The Revenant” bukan film tentang good vs evil. Keputusan Fitzgerald dilandasi dengan perasaan takut
terbunuh oleh Suku Arikara. Mungkin ia seorang pengecut, namun pembelaan
dirinya juga beralasan. Tom Hardy sukses melakoni karakter abu-abu dengan
sangat baik dan tidak terlupakan. Pada akhirnya, saya juga tidak bisa
menghakimi perbuatan Fitzgerald.
Bukan secara harfiah—Hugh Glass sebenarnya telah
mati sejak ditinggal dalam hutan dan kebahagiannya direnggut. Kehidupan
keduanya dimulai ketika ia bangkit dan memulai tekad pembalasan dendam. Itulah
mengapa novel serta film ini berjudul “revenant”, yang memiliki arti “bangkit
dari kematian atau ketiadaan yang panjang.” Selain Hardy, performa DiCaprio
juga perlu diacungi jempol. Minim dialog panjang, DiCaprio menghidupkan Glass
sebagai keheningan mematikan. Selaras dengan hutan Barat yang tenang, namun
menyimpan keganasan dan kebrutalan di dalamnya.
Kesuksesan pembangunan atmosfir alam liar dalam
“The Revenant” tidak luput pula dari kontribusi besar Emmanuel Lubezki sang
sinematografer. Masih segar dalam ingatan, tahun lalu Lubezki juga
berkolaborasi dengan Iñárritu dalam “Birdman.”
Lubezki juga bisa dikatakan menjadi sinematografer langganan Alfonso Cuarón (“And Your Mother Too” 2001, “Children of Men” 2006, dan
“Gravity” 2013) serta bersama Terrence Malick (“The Tree of Life” 2011 dan “To
the Wonder” 2012). Seperti yang sudah-sudah, Lubezki juga banyak menggunakan
pencahayaan natural dalam pengambilan
gambar di sini. Alhasil, keindahan panorama yang dihasilkan begitu alami. Sunflare yang sesekali muncul juga menambah
kesan realistis. Penonton pun serasa masuk ke dalam seting.
Meski pun indah, tangkapan kamera Lubezki tidak
lantas menjadi ajang pameran pemandangan semata. Seting pedalaman hutan-hutan
di wilayah utara Amerika mengungkapkan visi yang dibawa oleh Iñárritu pada “The Revenant.” Dari sinilah kita bisa
tahu bahwa bahaya mengintai bukan hanya dari suku lokal atau pengkhianat
saja—melainkan alam liar. Terbukti jika akhirnya alam juga lah yang menguasai dan
menunjukkan keperkasaannya.
“The Revenant” adalah survival – revenge yang ganas, liar, serta brutal. Tapi di balik
semua penampakan luarnya yang gila itu, tersimpanlah keindahan yang
menakjubkan. Tahun ini mungkin belum keberuntungan bagi Iñárritu, namun Leonardo DiCaprio, Tom Hardy, Emmanuel
Lubezki, serta Sian Grigg (penata rias dan rambut) akan memenangkan kategori
masing-masing di Oscar. Anda mungkin juga sudah tidak sabar membuat prediksinya
bukan ?
the revenant solarmovie is one of the most beautifully-shot films on losmovies I have ever seen. I lost count of how many scenes I sat there in utter amazement, which is undoubtedly due to the brilliant directing and spectacular cinematography: there's no shaky-cam, no quick-cut editing, and a lot of incredibly complex shots which appear to have been completed in a single take. If all films were shot similarly to how the Revenant is, then the movie industry would drastically improve.
BalasHapusSee more
free movies online
watch movies 2k
hd movies online free
Bandar Kartu Online PALING Murah Bisa Pakai Pulsa!!!
BalasHapusBISA BAYAR PAKAI PULSA TELKOMSEL XL & AXIS
YANG GAME DARI KAMI YANG TERLENGKAP
MULAI DARI |POKER | CEME | DOMINO99 | OMAHA | SUPER10 |
Permainan Judi online yang menggunakan uang asli dan mendapatkan uang Tunai
> Minimal Deposit : 10.000 > Minimal Withdraw : 20.000
> Bonus RAKEBACK Tiap Minggu > Proses Deposit & Withdraw PALING CEPAT
> Support Semua Bank Lokal di Indonesia
Bayar Pakai OVO
Bayar Pakai Gopay
Bayar Pakai Pulsa
WhastApp : 0813-3355-5662
WWWPOKERAYAMUS