Saya
rasa tidak sedikit anime movie yang
mengedepankan elemen magis-fantasi di dalamnya. Kalau coba saya hitung lagi
khususnya yang telah saya tonton, ada banyak sekali. Semua temanya sama. Selain
fantasi, biasanya juga dibubuhi dengan petualangan lewat karakter utama seorang
anak-anak. Memang benar kalau anak-anak masih menyimpan banyak daya imajinasi
kuat untuk bisa dituangkan ke dalam film.
“Wolf
Children” arahan sutradara Mamoru Hosoda ini bercerita tentang seorang gadis
yang jatuh cinta dengan manusia serigala. Yupp, terdengar sekali ada aroma “The
Twilight saga” di sini. Tapi tenang saja, percintaan berlainan makhluk ini
bukanlah fokus utama dalam film ini. Dengan alasan itu, Anda tidak perlu pula
menyebut naskah tulisan Satoko Okudera dan Mamoru Hosoda ini sebagai upaya
menjiplak “Twilight.”
“Wolf
Children” diawali sebuah adegan dimana seorang gadis tengah tidur-tiduran di
padang bunga yang indah. Gadis itu bernama Hana (Aoi Miyazaki). Ia masih duduk
di bangku kuliah sembari bekerja sambilan. Tidak berapa lama kemudian, Hana
melihat bayangan seorang laki-laki yang menghampirinya. Siapakah dia? Mimpi
ataukah nyata?
Ketika
dalam sebuah ruang perkuliahan, Hana melihat sosok laki-laki (Takao Osawa) yang
tampak berbeda dari yang lainnya. Baru pertama kali ini ia melihatnya. Ia
sengaja mendekatinya dengan sekedar menanyakan daftar hadir. Laki-laki itu
menoleh dengan tatapan dan gaya bicara yang dingin. Mungkin istilah ikemen lebih tepat disandangnya.
Laki-laki
itu berambut gondrong cukup acak-acakan. Memakai kaos lengan panjang putih agak
kusut. Celana yang dipakainya pun sama. Ia bahkan hanya memakai sandal jepit
ketika jam kuliah berlangsung. Saya menebak, ia hanya ‘numpang’ menuntut ilmu
tanpa kehadiran yang resmi. Begitulah kira-kira ekspresi yang terpancar tatkala
Hana menanyakan daftar kehadiran padanya.
Sikap
lembut laki-laki itu membuat hati Hana tersentuh. Di pertemuan berikutnya, Hana
meminjamkan buku kepada laki-laki itu. Hubungan keduanya semakin dekat.
Masing-masing dari mereka saling mengenal lebih dalam lagi. Khususnya,
laki-laki itu menceritakan latar belakangnya lebih rinci. Di bulan purnama, ia
tunjukkan jati diri sesungguhnya kepada Hana. Ia adalah Manusia Serigala.
Mungkinkah ia laki-laki yang tampak dalam bayangan Hana?
Cinta
keduanya membuahkan dua orang anak. Yang pertama diberi nama Yuki (Momoka
Ono)—berarti “salju,” karena lahir di saat turunnya salju. Kedua, bernama Ame
(Amon Kabe)—berarti “hujan,” karena terlahir saat turunnya hujan. Yuki dan Ame
mewarisi darah Manusia Serigala yang ditinggalkan oleh ayahnya. Dalam keadaan
tertentu, keduanya bisa memunculkan wujud asli antara setengah manusia dengan
serigala.
Ada
dua poin yang saya tangkap dalam film “Wolf Children” : a) Tentang payahnya
membesarkan anak, b) proses pencarian jati diri. Sebagai seseorang yang berusia
muda, membesarkan anak bagi Hana adalah suatu yang berat. Segala kesulitan
selalu ia alami. Salah satunya adalah ketika Yuki dan Ame membuat kegaduhan di
malam hari sehingga membuat marah tetangga apartemennya. Selain itu, wujud asli
Yuki dan Ame yang tiba-tiba muncul juga cukup dikhawatirkan. Ketika sakit, Hana
bingung harus kemana membawanya; dokter anak atau dokter hewan?
Ada
dua sisi yang menarik antara karakter Yuki dan Ame. Bagian yang saya sukai
adalah karakternya tidak hadir dalam satu dimensi saja. Pada awalnya, Yuki
cukup sering menampilkan wujud aslinya meski di tengah-tengah kerumunan orang.
Sedikit saja kesal, ia langsung “berubah.” Berbeda jauh dengan Ame yang
pembawaannya lebih tenang. Seiring berjalannya usia, transformasi antar
keduanya semakin jelas (Haru Kuroki sebagai Yuki remaja dan Yukito Nishii
sebagai Ame remaja). Masing-masing dari mereka mencari jati dirinya
masing-masing.
“Wolf
Children” sebenarnya masih membawa unsur klise dalam beberapa drama fantasi dan
coming of age. Namun naskah Satoko
Okudera dan Mamoru Hosoda mampu meramu keklisean tersebut menjadi terasa lebih
baru dengan memadukan elemen lain.
Pengembangan
karakternya yang menarik ditunjang pula dengan artwork yang indah dalam kuasan-kuasan hamparan alam. Sangat
mendekati nyata. Hanya saja penggambaran karakter yang terlalu kartunis,
terkadang terlihat kurang menyatu dengan background.
Tapi tidak masalah. Sebab hasil akhirnya, “Wolf Children” adalah drama remaja
yang indah dan mengharukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
AYO KITA DISKUSIKAN !