“Parasyte : Part I” diadaptasi dari manga berjudul sama karya Hitoshi Iwaaki
di tahun 1988 – 1995. Sebagian besar pengulas film Jepang adaptasi tidak pernah
lepas dari mengkomparasikannya dengan versi aslinya, baik itu manga ataupun anime. Berhubung saya tidak pernah membaca versi manga ataupun menonton anime-nya, saya ingin mengulasnya hanya
sebatas sudut pandang terhadap live-action
ini saja. “Parasyte” yang bergenre body
horror dan gore ini sangat banyak
mengingatkan saya pada “The Thing”, (1982). Bedanya, “Parasyte” banyak
menggunakan efek CGI untuk memvisualisasikan wujud parasyte-nya, seperti “The Thing” remake (2011), daripada practical
effect pada versi asli. Tapi tetap saja efek disgusting yang dihasilkan begitu terasa, dan adegan
berdarah-darahnya juga sangat mengasyikkan untuk ditonton.
Kamis, 30 Juli 2015
Selasa, 28 Juli 2015
RAGING BULL [1980]
Saya tidak tahu banyak mengenai
olahraga yang bernama tinju. Tidak pernah antusias dengan setiap
pertandingannya, apalagi mengidolakan salah satu atletnya. Apa yang saya
rasakan ini layaknya penolakan dari Martin Scorsese ketika pertama kali
dimintai oleh Robert De Niro untuk membuat biopic
dari Jake La Motta ini. Diangkat dari memoir berjudul “Raging Bull : My Story”
yang ditulis sendiri oleh La Motta, film ini tidak hanya berkisah mengenai
perjalanan karirnya saja, melainkan juga carut marut rumah tangganya. Segala
aspek luar biasa dari film ini membuat saya begitu terkesan sehingga sejenak
melupakan ketidakpahaman saya dengan olahraga adu jotos ini.
Senin, 27 Juli 2015
CONFESSIONS [2010]
Dalam film bertemakan balas dendam,
kebanyakan cara terakhir yang digunakan untuk membalas perlakuan lawan adalah
dengan membunuhnya. Sebagian besar penikmat film thriller akan menganggap cara tersebut sudah final dan tidak ada pilihan lain. Singkat, tapi kurang memuaskan.
Begitulah kira-kira deskripsi dari saya terhadap kebanyakan film thriller bertemakan balas dendam. Tapi
tidak dengan film yang diangkat dari novel tahun 2008 karya Kanae Minato ini. Membunuh
dianggap terlalu mudah dan tidak memberikan hukuman berat pada lawan. Lalu
dengan cara apa ?. Siksaan psikologis sehingga membuat lawan menderita seumur
hidupnya, itulah cara dan premis yang ditawarkan dalam film ini. Serupa dengan karya
dari Chanwook Park yang berjudul Oldboy (2003), kejam dan brutal. Tapi tidak
mengurangi nilai keindahannya.
Sabtu, 25 Juli 2015
ANT-MAN [2015]
Berharap banyak kah untuk menonton superhero yang dapat mengecilkan tubuh
ini ?. Jika saya mendapatkan pertanyaan tersebut, dengan tegas saya jawab
“tidak”. Walaupun ekspektasi awal tidaklah besar, bukan berarti Ant-Man tidak
layak tonton. Sebagai hiburan berupa popcorn
movie, boleh saja. Bagi yang sering mengikuti Marvel Cinematic Universe,
mungkin sosok Ant-Man dengan alter ego
bernama Scott Lang ini masih sangat asing sekali. Padahal jika berdasar pada
komik, bisa dibilang bahwa Ant-Man merupakan salah satu former dari The Avengers, bersama sang side-kick, The Wasp. Maka tidak heran bila pengembangan dari
Ant-Man sendiri sudah dimulai sejak tahun 2006. Sayangnya, si manusia semut yang
naskah awalnya ditulis oleh Edgar Wright dan Joe Cornish ini justru berakhir
kurang ‘menggigit’. Berbanding terbalik dengan basic dari semut yang memang suka menggigit.
Kamis, 16 Juli 2015
WE ARE STILL HERE [2015]
Jangan
berpikir bahwa ini adalah film drama family murni. Memang, elemen ‘keluarga’ ada
dalam film ini, bahkan itulah yang coba ditekankan. Sang sutradara, Ted
Geoghegan, mengaku terinspirasi oleh Lucio Fulci yang dijuluki sebagai The Godfather of Gore. Dari situ,
tentunya Anda sudah bisa menebak apa genre
dari film ini. Ya, benar sekali, gory
horror. Film ini cukup memberikan efek seram dan kaget pada saya, ditambah
penggunaan gaya old-school khas era
70-an, membuat nuansa lebih terasa suram. Apa yang membuat saya begitu
mengapresiasi Geoghegan dalam film adalah terletak pada kehebatannya dalam
membangun aura yang mencekam, sekalipun menggunakan setting yang tidak lazim.
Rabu, 15 Juli 2015
TOP 5 AIRPORT SCENE
<Mungkin Mengandung Spoiler>
Saat menonton film, saya sering memperhatikan beberapa
adegan menarik lengkap dengan latar yang juga familiar digunakan di film-film
lainnya serta mengumpulkannya. Seperti toilet
scene dengan Full Metal Jacket (1987) atau Psycho (1960). Karena untuk toilet scene belum selesai sepenuhnya
saya kerjakan, maka alternatif lainnya adalah airport scene yang telah terkumpul sesuai dengan yang saya
favoritkan (dan yang masih ingat jelas tentunya). Saya sengaja menggunakan kata
“terfavorit” daripada “terbaik”, karena ini sepenuhnya sesuai dengan pilihan
subjektif. Lagipula, masih banyak lagi film yang belum sempat saya tonton.
Berikut 5 airport scene terfavorit
beserta honorable mentions-nya :
Selasa, 14 Juli 2015
SPRING [2014]
Sebenarnya
cukup sulit menuliskan ulasan tentang film ini. Kesulitannya terletak pada
bagaimana saya harus menyajikannya dengan informatif dan menarik, atau tanpa
saya sadari justru menyerempet ke arah spoiler
yang tentunya akan merusak keindahan dari film ini sendiri. Film garapan Justin
Benson dan Aaron Moorhead ini memiliki multiple
genre yang dikemas dengan begitu rapi dan unik. Ya, sangat unik. Di saat
Anda telah hanyut pada salah satu genre
yang terasa, film ini langsung saja menarik Anda dengan keras untuk merasakan genre yang lain pula. Tiap genre yang ada, tidak dibuat hanya sekedar tempelan semata,
melainkan dibangun dengan kuat sehingga atmosfir dari masing-masing genre terasa pekat. Tapi tetap hanya
satu genre saja yang menjadi pondasi
paling kuat dari kesemuanya.
Senin, 13 Juli 2015
SLOW WEST [2015]
Bicara
soal film western, inilah genre yang
begitu tegas menampakkan sisi kerasnya kehidupan. Semakin keras lagi ketika
latar berupa hamparan rumput yang tandus, gurun yang panas, dan tebing-tebing
bebatuan. Sesuai dengan latar yang digunakan, western tidak luput dari aksi brutal manusia yang saling tembak,
kejar-kejaran dengan kuda, atau justru ganti dikejar oleh suku lokal. Karya
debut dari John Maclean yang berjudul Slow West ini adalah bentuk pengemasan
baru dari western dengan ditambah coming-of-age romance menjadikannya
lebih stylish tanpa mengubah pakem
dari western itu sendiri. Walaupun
ada unsur romance, Slow West tidak
tampil begitu melodramatis. Para pria macho dengan pistol pun masih banyak
berkeliaran di sini.
Minggu, 12 Juli 2015
MAGGIE [2015]
Zombie Apocalypse masih menjadi favorit
bagi sebagian besar penikmat film horror.
Adegan berdarah-darah dan kejar-kejaran dengan mayat hidup ini seakan tidak
pernah lekang oleh waktu, meski berapa kalipun diolah menjadi sebuah film. Di situlah
letak kesulitan dalam membuat film-film zombie,
yaitu bagaimana menciptakan ritme agar tidak membosankan bagi penontonnya,
walaupun harus berpegang pada pakem yang selalu pasti ada. “Maggie”, mencoba
untuk memberikan taste yang berbeda
pada film zombie dengan lebih
menekankan pada unsur drama yang begitu kuat dan meminimalisir adegan keroyokan
para zombie. Demi mengikat atensi,
nama-nama besar pun turut digandeng seperti Arnold Schwarzenegger dan Abigail
Breslin yang sebelumnya bermain di Zombieland (2009).
STUNG [2015]
Apa yang
ada dalam pikiran Anda ketika mendengar film kelas B yang bertemakan hewan
hasil mutasi serta pemangsa manusia ?. Cerita yang konyol dan akting kacangan,
mungkin menjadi salah satu jawabannya. Tapi jangan salah, di balik film tipikal
seperti itu, ada semacam guilty pleasure di dalamnya. Kelucuan demi kelucuan tidak
sedikit hadir dari tingkah bodoh karakter di dalamnya yang mampu mengundang
tawa renyah. Apalagi dipadu practical
effect yang mengagumkan dan tampak nyata jika dibanding dengan CGI, meski
terkadang memunculkan perasaan jijik bagi yang tidak terbiasa menontonnya. Sesuai
judulnya yang berarti ‘tersengat”, film ini bercerita tentang serangan tawon
hasil mutasi yang memangsa banyak manusia.
Jumat, 10 Juli 2015
MONSTER [2003]
Zodiac (2007), Vengeance is Mine (1979),
dan Monster ini adalah sebagian dari film yang diangkat dari kisah nyata
seorang serial killer yang pernah
saya tonton. Monster berkisah tentang serial
killer bernama Aileen Wuornos yang telah membunuh sekitar tujuh orang dan dieksekusi
mati pada tahun 2002, tidak berapa lama kemudian biopic-nya ini pun rilis. Dari referensi yang saya dapat dan
kemudian saya bandingkan, banyak beberapa hal yang memang berbeda, termasuk
nama-nama karakternya. Apa yang ingin saya ulas di sini hanyalah berdasar dari
sudut pandang saya terhadap film arahan Petty Jenkins ini saja, tanpa
mengkaitkannya dengan kemurnian ceritanya. Pastinya, banyak adegan didramatisir
untuk mendapatkan unsur entertaining-nya.
Rabu, 08 Juli 2015
LIKE FATHER LIKE SON [2013]
Sutradara
kenamaan asal Jepang, Hirokazu Koreeda, memiliki ciri khas yang kuat dengan
karya yang family oriented, termasuk
dengan poster film rilisannya. Karya sebelumnya yang pernah saya tonton, Still
Walking (2008), cukup menjadikan pembuktian bahwa Koreeda banyak mengangkat dilema
yang terjadi dalam lingkungan keluarga dan tidak lupa turut menekankan
karakterisasi yang kuat di dalamnya. Like Father Like Son memiliki konsep
cerita yang sangat mungkin membuat Anda mengernyitkan dahi, yaitu tentang
seorang anak yang tertukar. Anda mungkin sangat familiar dengan cerita seperti
ini. Tapi, di tangan Koreeda, film ini dikemas dengan sangat baik dan konflik
yang hadir dieksplorasi lebih dalam lagi.
THE BABADOOK [2014]
Belakangan ini, sepertinya film horror
mulai berkembang dengan sedikit-sedikit mengurangi jump scare murahan yang mulai usang. Seperti beberapa waktu lalu, It Follows (2014) berhasil memberikan nuansa baru sebagai film horror yang tidak
hanya menyeramkan, tapi juga fresh
meski kita sadari konsepnya cukup konyol. Film asal Australia karya Jennifer
Kent yang berjudul The Babadook ini mengulangi hal yang sama dengan meminimalisir
penggunaan jump scare dan lebih banyak bermain dengan creepy sound. Dalam beberapa aspeknya,
The Babadook bahkan jauh mengungguli It Follows, terutama dari aspek
karakterisasinya.
Senin, 06 Juli 2015
THE AGE OF ADALINE [2015]
Kisah seorang manusia yang tidak mengalami penuaan pernah saya tonton
dalam film yang dibintangi Chloë Moretz, Let Me
In (2010). Karakter dalam komik Marvel, Wolverine, juga mengalami hal yang
sama. Tapi, penceritaan drama romansa Age of Adaline ini tentu tidak bisa
disamakan dengan film superhero tersebut. Konsepnya sama, manusia yang tidak
bisa menua, kemudian terjebak cinta dengan sosok yang sangat jauh lebih muda.
Terdengar klise ?. Boleh saja jika berfikir seperti demikian, tapi Age of
Adaline tidak lantas dikemas dengan cheesy.
Meski fiksi ilmiahnya (atau fantasi, mungkin) terasa lemah, lika-liku kisah
romansanya lah yang menjadi kekuatannya.
TIMBUKTU [2014]
Kelompok
agama radikal adalah kelompok-kelompok penebar teror yang dengan seenaknya
mengatas namakan dirinya dengan suatu agama tertentu. Tidak hanya satu agama
saja bahkan, banyak agama yang ada telah dicemarkan oleh kelompok radikal
tersebut. Berbagai aturan yang ada dalam agama pun disalahgunakan tanpa
memiliki pengetahuan lebih akan hal itu. Dengan cermatnya, Abderrahman Sissako
memanfaatkan isu yang sedang marak tersebut untuk membuat film ini. Sesuai
judulnya, film ini bersettingkan Kota Timbuktu yang ada di Mali. Pada tahun
2012, kota ini sempat dikuasai oleh kelompok radikal bernama Ansar Dine.
Minggu, 05 Juli 2015
FLASH GORDON [1980]
Flash Gordon diangkat dari komik strip karya Alex Raymond tahun 1934. Flash Gordon versi
movie ini dibuat dengan camp style,
gaya penceritaan yang memiliki kesamaan dengan Batman TV Movie yang dibintangi
oleh Adam West. Meski menggunakan style
yang sama, Flash Gordon tidak lantas dengan totalnya menampilkan kekonyolan dan
kebodohan secara eksplisit seperti apa yang sebelumnya dicontohkan oleh Batman
TV Movie di tahun 1968. Unsur keseruan dan ketegangan masih menyelimuti kuat sci-fi adventure ini, walaupun akting
yang dihadirkan jauh dari kata ‘bagus’.
Jumat, 03 Juli 2015
THE KILLING [1956]
Pernah melihat perampok
dirampok ?, mungkin hanya ada di film feature-length
ketiga dari Stanley Kubrick ini. The Killing adalah film crime noir yang diangkat dari novel berjudul Clean Break karya
Lionel White. Seperti ulasan saya sebelumnya tentang film noir dari Alfred Hitchcock, Strangers on a Train (1951), The
Killing juga banyak mengangkat aspek ambigu moral dan motivasi seksual (sebagai
tujuan dari tindak kriminal) di dalamnya. The Killing menceritakan tentang lima
orang yang berencana merampok uang sebesar $2 juta dari arena pacuan kuda, dan
hanya ada satu dari kelimanya yang merupakan perampok profesional.
Kamis, 02 Juli 2015
MOMMY [2014]
Xavier
Dolan punya cara unik dalam menampilkan hubungan yang hangat antara seorang ibu
dengan anaknya. Bukan lewat tutur kata santun seperti seharusnya, melainkan
lewat kata-kata kasar dan tidak jarang pertengkaran-pertengkaran yang tidak
lazim dilakukan antara ibu dan anak pada umumnya. Tapi di balik itu, sosok ibu
dan anak yang diciptakan Dolan ini begitu saling menyayangi dan melindungi,
bahkan mungkin melebihi hubungan ibu dan anak yang ‘normal’ di luar sana. Dengan
rasio gambar 1 : 1, semakin menambah keunikan dalam film ini.