Sebenarnya
cukup sulit menuliskan ulasan tentang film ini. Kesulitannya terletak pada
bagaimana saya harus menyajikannya dengan informatif dan menarik, atau tanpa
saya sadari justru menyerempet ke arah spoiler
yang tentunya akan merusak keindahan dari film ini sendiri. Film garapan Justin
Benson dan Aaron Moorhead ini memiliki multiple
genre yang dikemas dengan begitu rapi dan unik. Ya, sangat unik. Di saat
Anda telah hanyut pada salah satu genre
yang terasa, film ini langsung saja menarik Anda dengan keras untuk merasakan genre yang lain pula. Tiap genre yang ada, tidak dibuat hanya sekedar tempelan semata,
melainkan dibangun dengan kuat sehingga atmosfir dari masing-masing genre terasa pekat. Tapi tetap hanya
satu genre saja yang menjadi pondasi
paling kuat dari kesemuanya.
Setelah
berduka dengan kematian ibunya, Evan (Lou Taylor Pucci) juga dipecat dari
tempatnya bekerja karena telah memukul seseorang hingga babak belur. Ayahnya
juga baru saja meninggal tidak beberapa lama sebelum ibunya menyusul. Tidak
punya sanak keluarga dan dikejar-kejar oleh polisi akibat ulahnya, ia dengan
nekat pergi ke Itali. Di sana, ia bertemu dengan dua pria yang asyik, Tommy
(Jeremy Gardner) dan sam (Jonathan Silvestri). Dengan cepatnya mereka akrab dan
berencana untuk mengadakan perjalanan dengan mobil. Tidak berapa lama, Evan
juga berkenalan dengan seorang gadis misterius bernama Louise (Nadia Hilker) dan
merasa tertarik, sebelum kemudian ia bekerja pada petani jeruk, Angelo (Francesco
Carnelutti).
Kira-kira
genre apa yang dapat Anda tangkap
dari sinopsis yang saya tulis di atas ?. Seseorang yang merasa sedih karena
ditinggal pergi selama-lamanya, sungguh terasa drama-nya. Lalu
bagaimana ketika si karakter utama, Evan, pergi ke Italia dan mengikuti Tommy
dan Sam dalam sebuah perjalanan dengan mobil ?. Unsur adventure road sangat terasa di sini dengan sesekali diselingi comedy kocak dari Tommy. Kemudian, unsur
romance-nya menguat saat Evan mulai
menjalin hubungan dengan Louise yang misterius. Unsur romance inilah sebenarnya yang memegang peranan paling besar di
film ini. Apakah sudah itu semua genre
yang muncul dalam film ini ?. Tidak. Masih ada dua genre lagi yang saya rasakan selama menonton film ini, dan jangan
kaget dengan salah satunya. Yaitu science
fiction dan horror yang khas
David Cronenberg, atau lebih rincinya disebut body horror.
Rentetan
adegan demi adegan berjalan dengan begitu cepat, ditambah iringan musik dan
skoring yang memberikan feel
berbeda-beda. Ada saat di mana musiknya bermain dengan begitu lembut dan menyentuh, tiba-tiba berhenti mendadak dan
penonton harus mendengar lelucon ala Tommy. Ada pula ketika keintiman antara
Evan dan Louise dipertontonkan, mendadak terasa skoring seperti di film-film horror. Duo sutradara ini berhasil
membangun nuansa yang terasa menarik lewat musik dan interaksi antar
karakternya. Unsur romance yang
mengambil kendali paling utama di sini juga dihadirkan dengan begitu manis dan
romantis. Karakter Evan dan Louise sungguh begitu menghidupkan suasana romantis
lewat obrolan-obrolan kecil nan sederhana. Semakin menarik lagi ketika mereka
tidak perlu menunjukkan sikap berlebihan berupa pujian satu sama lainnya, yang
ada justru ejekan kecil yang menambah kehangatan.
Efek
dari romance yang memiliki jatah
paling banyak di sini tentunya adalah karakterisasi dari main character-nya. Evan adalah sosok yang baik, jujur, serius, dan
mudah mengambil atensi. Sedangkan Louise begitu menarik, unik, dan misterius. Cinta
mereka berdua bukanlah sekedar cinta satu malam, melainkan ada chemistry yang begitu kuat di antaranya
yang memberikan asumsi bahwa hubungan mereka akan bertahan begitu lama. Pada
titik ini, bagian romance-nya telah
mengakar kuat dalam perasaan saya dan sesegera mungkin melupakan si lucu Tommy.
Ya, saya sempat sedikit kecewa mengapa karakter Tommy dan Sam ini dibuat
‘pulang’ dengan begitu cepatnya. Padahal jika dieksplor lebih dalam, tentunya
sosok yang kocak ini dapat menghidupkan suasana yang menyegarkan. Jadi tidak
terus menerus dicekoki romantisme Evan dan Louise, meskipun keduanya tetap
bagus. Sebagai gantinya, sesekali hubungan Evan dan Angelo sebagai majikan dan
pekerja yang begitu akrab juga dimunculkan, serta cukup membantu memperbaiki mood bila sewaktu-waktu turun.
Setelah
membaca ulasan dari saya sebanyak tiga paragraf, pasti muncul pertanyaan di
benak Anda, “mana science fiction dan
body horror-nya?”. Baik, saya akan
tuliskan secara singkat di paragraf terakhir ini. Kembali ke cerita, dengan
semakin dekatnya Evan dan Louise, maka satu persatu rahasia dari mereka juga
semakin terbongkar. Tentu saja, rahasia Louise yang paling misterius, karena
memang sedari awal ia memiliki aura tersebut. Singkatnya, hubungan Evan dan
Louise merupakan hubungan yang tidak biasa antara manusia biasa dengan “makhluk”
jenis lain. Pikiran Anda tentu akan tertuju pada Louise dan menghubungkannya
dengan body horror yang dapat membuat
efek disgusting. Sepertiga menjelang
akhir, banyak penjelasan scientific
dilontarkan untuk mendiskripsikan tentang Louise. Sempat menurunkan atensi saya
di bagian tersebut memang, tapi kisah romansa mereka berdua ini tetap mengikat
dan menarik.
Saya
tidak ingin menjelaskan lebih rinci lagi karena mungkin berpotensi
menghancurkan keseluruhan ceritanya. Tapi overall,
film yang menggunakan judul sesuai dengan settingnya ini dapat menyajikan rasa
baru bagi film bertemakan cinta dua makhluk berbeda. Setelah kemarin ada A Girl Walks Home Alone at Night (2014) yang sangat bagus, saya rasa tidak ada
salahnya Anda juga menikmati Spring ini.
7,5 / 10
BalasHapusBAYAR PAKAI OVO GO-PAY PULSA XL = AXIS = TELKOMSEL
|| POKER | DOMINOQQ | CEME | CAPSA | SAKONG||
Merdeka Deposit Min Rp.50.000 Bonus 4.500 || Merdeka Deposit Min Rp.100.000 Bonus 8.000
Merdeka Deposit Min Rp.200.000 Bonus 17.000 || Merdeka Deposit Min Rp.500.000 Bonus 45.000
WhastApp : 0812-9608-9061