Satu lagi karya besar dari seorang
“Master of Suspense” yang wajib ditonton dan begitu dikenal luas ini. Sama
dengan karya Alfred Hitchcock yang lainnya, “Rear Window” tentunya tidak lepas
dengan unsur thriller dan suspense. Tidak hanya itu, film yang dibintangi
aktor legendaris James Stewart ini bahkan memiliki ciri khas yang unik bila
dibanding film-film Hitchcock lainnya terutama dari penggunaan set lokasi. Eksplorasi
karakter yang menarik terutama dari relasinya dengan karakter yang lain membuat
saya begitu menyukai film ini. Itu memang salah satu keahlian yang dimiliki
oleh Hitchcock selain kelihaiannya dalam menciptakan atmosfir menegangkan bagi
penonton hingga permainan dari sisi psikologis.
“Rear Window” bercerita mengenai
seorang fotografer handal bernama L.B. Jefferies (James Stewart) yang harus
menerima kenyataan bahwa kakinya patah saat pengambilan gambar. Ia habiskan
waktu sekitar 6 bulan lamanya dalam apartemen dan hanya bisa duduk di atas
kursi roda sembari mengawasi kegiatan tetangganya lewat jendela belakang
apartemen. Suatu ketika, ia mendengar suara jeritan histeris dan mencurigai
bahwa salah satu penghuni belakang apartemennya itu telah membunuh isterinya
sendiri. Kecurigaannya semakin menjadi-jadi ketika ia sedikit demi sedikit mencoba
mengumpulkan bukti dan meminta bantuan teman detektifnya, Thomas Doyle (Wendell
Corey).
“Rear Window” sendiri adalah tipikal
film slow burn yang mungkin tidak
semua orang dapat menikmatinya. Khususnya di bagian awal lewat perkenalan para
karakter dengan pace yang cukup
lambat. Sejatinya bahwa bagian pembukaan itu dimaksudkan bagi penonton supaya
lebih menyelami lebih dalam para karakter yang ada beserta problematika yang
menghinggapinya. Di sini kita akan mengenal sosok L.B. Jefferies, seorang fotografer
profesional spesialis tempat-tempat eksotis yang juga seorang petualang. Maka
dengan permasalahan seperti yang saya tuliskan pada sinopsis di atas, Anda
pastinya dapat merasakan betapa sulitnya apa yang kini dilalui oleh Jeff. Masa-masa
sulit itu rupanya bertambah lewat hubungannya yang cukup rumit dengan sang
kekasih dari kalangan sosialita, Lisa Fremont (Grace Kelly). Keduanya memiliki
latar belakang yang berbeda jauh dan sempat menjadi hambatan untuk menapaki
masa depan. Hingga kemudian peristiwa misterius datang dari belakang apartemen
itulah yang mempersatukan keduanya menjadi lebih erat.
Dari pendalaman karakter yang sanggup
membuat rasa simpatik itu tidak lantas hanya tercurah pada karakter Jeff dan
Lisa semata. Dengan hebatnya, Hitchcock mampu membuat karakter-karakter figuran
lainnya menjadi spotlight dan tidak
sekedar numpang lewat semata. Sebagai contohnya karakter Ny. Lonelyhearts yang
seorang wanita kesepian pun mampu mengundang simpati saya sekalipun perannya
sendiri hanya sebagai pelengkap. Karakter-karakter berporsi kecil itu menjadi
lebih terfokus melalui karakter Jeff yang jika kita tilik lagi memang memiliki
hobi mengintip (voyeurism), ataukah
hanya sekedar pembunuh kebosanan semata ?. Tentunya sangat menarik sekali bila
harus mengupas pendalaman karakter yang muncul dalam film ini, terutama pada
Jeff itu sendiri. Entah hobi atau keisengannya, hal itulah yang kemudian
mengantarkannya pada masalah yang lebih kompleks lagi. Yaitu meyakini adanya
peristiwa pembunuhan meski ia sendiri tidak melihat secara pasti apa yang telah
terjadi. Pastinya hanya ada dua jawaban terkait hal itu, bisa saja ia benar
atau salah.
Atmosfir menegangkan yang dibangun
bukanlah lewat mengumbar adegan-adegan kekerasan seperti dalam film-film thriller pada umumnya. Melainkan lebih
pada argumen-argumen yang dimiliki oleh Jeff untuk meyakinkan terjadinya
pembunuhan. Suasana tegang itupun dihidupkan lewat peminimalisiran penggunaan
skoring musik agar terasa lebih nyata. Bagaimana proses Jeff mengumpulkan
fakta-fakta hingga beradu pendapat dengan Detektif Doyle merupakan bagian dari
unsur thrill itu sendiri. Kelemahan
yang dialaminya lewat patah kaki itupun mengisyaratkan bahwa tidak banyak yang
bisa ia lakukan untuk membongkar kasus tersebut. Maka di sinilah peran besar
Lisa dan seorang perawat, Stella (Thelma Ritter) amat sangat dibutuhkan. Stella
yang tampil komikal dengan gaya bicaranya yang ceplas ceplos itu mampu
mendinginkan suasana tegang dan cukup menghibur. Pun begitu dengan Lisa,
sungguh menyenangkan melihat ia tidak berakhir sebagai karakter yang annoying dengan gaya busananya. Justru
ia menjadi penyempurna setiap rencana yang tidak sanggup dilakukan oleh Jeff.
Dalam peristiwa misterius tersebut,
Jeff begitu yakin dan bersikukuh bahwa kecurigaannya selama ini benar adanya. Penonton
pun diajak untuk masuk ke dalam karakter Jeff dan merasakan pula apa yang ia
rasakan. Perasaan yakin, penasaran yang sangat, hingga takut ketahuan pun ikut
mampir dalam benak penonton. Untuk menghidupkan kesan itu, “Rear Window” banyak
mengambil gambar jarak dekat seolah-olah penonton adalah Jeff yang menggunakan telephoto lens atau teropong. Hal itu
juga ditunjang dengan penggunaan set lokasi berupa dua apartemen yang cukup
sempit. Meski sebagian besar gambar diambil di dalam studio yang telah disulap
menjadi apartemen, tapi sempitnya lokasi itu makin meningkatkan perasaan yang
mendebarkan, was-was, dan ‘tidak nyaman’ (in
a positive way). Hingga pada akhirnya, “Rear Window” tidaklah berbicara
mengenai benar atau salahnya argumen milik Jeff. “Rear Window” adalah bentuk
eksplorasi karakter dimana kita turut ambil bagian atas kepercayaan yang
dimiliki oleh karakter tersebut. Entah orang yang dicurigai tersebut pembunuh
atau bukan, semua itu tidaklah penting.
Sekali lagi film ini adalah bukti
kejeniusan dari seorang Alfred Hitchcock. Ia pandai mempermainkan emosi
penonton untuk turut ambil bagian dalam permasalahan yang ada. Berbagai karakterisasi
yang sangat menarik turut Hitchcock campur baurkan di sini. Berjalan sangat
lambat di awal dan diakhiri dengan klimaks yang meningkat dan penuh ketegangan.
Sebagai tambahan, kejelian mata Anda akan ditantang untuk mencari cameo legendaris dari sang “Master of Suspense” di
sini.
9,5 / 10
Film kaya alfred hitchcock memang luar biasa..
BalasHapusrear window salah satu film favorite saya.. dari sudut jendela mengungkap kasus pembunuhan berencana...
ya! benar, film2 Hitchcock memang luar biasa.
BalasHapusKalo karya Hitchcock favorit saya adalah Vertigo (1958)
Terima kasih mas Irwan sudah mampir ke blog jelek ini ^_^
film yang bagus ... tahun 1954 di buat tapi seakan melihat tahun 80an di indonesia hehe... 9 dech poin gw buat nie film.
BalasHapusjangan lupa berkunjung ke blog saya di herilovemetallica.blogspot.com ya...all
Film jenius
BalasHapus