Yup,
inilah ulasan pertama saya tentang tokusatsu
(superhero Jepang). Mungkin bagi sebagian besar yang mengaku suka dengan tokusatsu, “Masked Rider” (Kamen Rider)
tentunya salah satu serial yang sangat tidak asing. Bahkan bisa dikatakan bahwa
“Masked Rider” memiliki fanbase
paling besar jika dibanding dengan tokusatsu
serupa, sebut saja seperti “Super Sentai”, “Ultraman”, “Metal Hero”, dan lain
sebagainya. Khusus untuk “Masked Rider” yang akan diulas ini, saya mungkin
tidak menjamin besar bahwa seri yang satu ini banyak diketahui oleh mereka yang
mengaku menyukai “Masked Rider”. Mungkin ada yang tahu dari namanya, tapi
sedikit yang mengenal lebih dalam dengan seri yang satu ini. Oke, langsung saja
saya akan bahas termasuk maksud dari “prologue”
dalam judulnya.
Seperti
halnya “Masked Rider” lain yang dibuat pada era showa (klasik), eksperimen manusia masih merupakan konsep dasar
dari seri yang satu ini. Dikisahkan bahwa Shin Kazamatsuri (Katsuhisa Ishikawa)
menjadi bagian dari objek penelitian oleh ayahnya dan rekannya demi
menyelamatkan umat manusia dari penyakit mematikan. Eksperimen itu membuat Shin
memiliki kekuatan lebih dan kekebalan tubuh ekstra dengan inisial “Cyborg
Soldier Level 3”. Alih-alih untuk umat manusia, eksperimen itu merupakan
konspirasi yang dijalankan organisasi jahat bernama “The Syndicate”. Shin pun
berusaha keras untuk membongkar kedoknya sekaligus menghancurkannya.
Sebelum
saya menggali soal ceritanya, perlu diketahui bahwa “Masked Rider Shin” ini
hanya dibuat untuk versi movie (ulang
tahun franchise ke 20) dan tidak
memiliki serial tv seperti para pendahulunya. Dibandingkan “MR” yang lain,
“Shin” jelas memiliki perbedaan yang sangat mencolok terutama dari desain
kostum dan pendekatan yang lebih ‘dewasa’ dan gelap. Jelas saja, penonton
dewasa merupakan sasaran penjualan untuk seri yang satu ini sebab di dalamnya
secara eksplisit banyak adegan gore
berdarah-darah dan nudity. Melihat
desain kostum yang murni terlihat seperti monster
dan jauh dari kesan “MR” yang keren lengkap dengan motornya, jelas “Shin”
mungkin tidak begitu banyak diminati oleh para penikmatnya. Namun bila saya
amati lebih mendalam, sejatinya “Shin” memiliki konsep dasar yang kuat sebagai
“MR” dan kandungan cerita yang sangat murni di dalamnya. Maka sudah sewajibnya
bila mereka yang mengaku sebagai penggemar berat franchise ini, “Shin” harusnya ada di ‘daftar pertama’ untuk “MR”
terfavorit.
Lantas,
apakah konsep dasar untuk “MR” karya Shotaro Ishinomori ini ?. Menilik sebagian
besar serial klasiknya, “MR” bercerita mengenai remodelling human dengan dasar wujud serangga. Hasil dari remodelling itu sendiri akan ditempatkan
di garda depan sebagai wakil dari organisasi kejahatan. Dengan berbagai alasan
kuat, mereka yang menjadi bagian dari remodelling
itu justru berkhianat dan berbalik menyerang organisasi jahat yang menciptakan
mereka. Membawa pesan kedamaian di balik wujud aneka macam serangga, jelas itu
merupakan konsep dasar yang dibuat oleh si tangan dingin Ishinomori. Di mana
setelah kepergian beliau, “MR” semakin jauh dari konsep dasarnya demi ambisi
rumah produksi yang ingin mengeruk keuntungan besar berikut lewat penjualan
mainannya. Sialnya lagi, para pecinta “MR” justru begitu enggannya menonton
versi ‘lawas’ yang dianggap kuno (atau mungkin jelek ?). Sungguh sangat
disayangkan sekali bila salah satu dari mahakarya sang mangaka ini sangat diabaikan ketika gempuran versi modern makin menjadi jadi.
Dengan
penjelasan singkat yang saya ungkapkan di atas, kata “prologue” menekankan bahwa “Shin” di sini akan menjelaskan konsep
awal yang dimiliki oleh “MR”. Kata “Shin” sendiri selain digunakan untuk nama
karakter, juga merujuk pada ‘kebenaran’ di balik “MR” dimana kata “Shin” dalam
Bahasa Indonesia memiliki arti “kebenaran”. Kebenaran apakah yang dimaksud ?.
Kebenaran bahwa Ishinomori menciptakan seluruh “MR” yang ada bukan terlahir
sebagai superhero, melainkan sebaliknya.
Banyak adegan kekerasan nan kejam yang ditampilkan hingga pembangunan atmosfir
yang menyerupai film-film horror di
sini, semakin menguatkan bila lahirnya “MR” berawal dari sesuatu yang bersifat jahat,
kelam, dan sadis. Maka bila pandangan kebanyakan yang melihat “MR” sebagai bentuk
awal dari pembela kebenaran yang cinta damai, terutama bagi anak-anak, saya
rasa kuranglah tepat. Lewat film ini, Ishinomori mengungkapkannya dengan begitu
jujur dari rahasia penciptaan “MR” dan pantaslah bila “Shin” disebut sebagai True Masked Rider.
Tanpa
disadari, rupanya dari tadi saya lebih banyak membedah rahasia di balik
pembuatannya ketimbang bicara soal ceritanya. Mungkin tidak banyak yang akan
saya tuliskan terkait cerita. Dengan pendekatan yang lebih kelam, “Shin”
menghadirkan petualangan menarik dalam menikmati “MR” yang tidak seperti
kebanyakannya. Seru, menegangkan, dan menyenangkan lewat cipratan-cipratan
darahnya, “Shin” seakan membuat penonton lupa bahwa apa yang sedang ditontonnya
adalah tokusatsu yang sampai sekarang
masih dipandang sebagai tayangan untuk anak-anak. Mungkin banyak yang kecewa
bila tidak menemukan gaya henshin
(berubah) yang khas, desain kostum dan motor keren, hingga Rider Kick yang fenomenal itu di sini. Tapi percayalah jika Anda
mengaku sebagai penggemar “MR”, “Shin” adalah seri yang wajib untuk ditonton. “Shin”
merupakan bentuk kejujuran dan orijinalitas dari sang maestro untuk serial yang
telah lama menjadi pop culture di
Jepang dan diparodikan berkali-kali dalam anime
maupun manga.
7,5 / 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
AYO KITA DISKUSIKAN !