“White
God” mungkin dapat disamakan dengan “Rise of The Planet of The Apes” (2011) atau
‘saudaranya’ yang lain sebagai film yang mengangkat tema penjajahan oleh
sekelompok hewan liar. Hanya bedanya, “White God” adalah versi yang lebih
‘berat’ dan dramatis. Film dari Hungaria ini banyak memanfaatkan peran dari
ratusan anjing yang terlatih dengan begitu baik. Hal tersebut merupakan salah
satu nilai lebih yang tidak dimiliki oleh film-film bertemakan serupa yang
lebih banyak memanfaatkan penggunaan CGI. Hasilnya, kemasan yang begitu
realistis dan secara emosional dapat dirasakan dengan baik.
“White
God” diawali dengan adegan dimana Lili (Zsófia Psotta) yang tengah
mengendarai sepedanya dikejar oleh ratusan anjing. Keadaan kota juga begitu
lengangnya, membuat banyak pertanyaan pada sekuen di awal ini. Cerita kemudian
dilempar ke belakang menuju perkenalan awal pada sosok Lili yang memelihara
seekor anjing ras campuran bernama Hagen. Sayangnya, sang ayah, Daniel (Sándor
Zsótér)
sangat melarang keras Lili untuk memiliki anjing tersebut. Akibatnya, ayahnya
lalu membuangnya di pinggiran jalan. Perjalanan Hagen kemudian berlanjut dengan
berpindah-pindah kepemilikan hingga jatuh pada pertarungan anjing liar.
“White
God” bukanlah film keluarga yang ringan layaknya Beethoven (1992) atau franchise Air Bud. Konflik internal
antara Lili dengan ayahnya yang menimbulkan aura ‘dingin’, memang kurang cocok
disebut sebagai film keluarga yang mengumbar banyak kebahagiaan. Yang ada
adalah kita diperkenalkan pada sosok Lili yang keras kepala dan ketus, serta
hubungan dengan ayahnya yang kurang begitu akrab. Konten dalam filmnya sendiri
bahkan cenderung berisikan kekerasan, seperti ketika Hagen ditangkap oleh
seorang petarung anjing. Pada bagian tersebut, banyak ditampilkan secara
eksplisit proses training anjing
biasa menjadi kelas petarung lewat treatment
yang tampak tidak manusiawi. Bahkan, sesekali pertarungan anjing juga
ditampilkan dengan buasnya hingga berdarah-darah. Dari sini, mungkin dapat dengan
mudah kita telusuri ke mana arah jalan cerita “White God” ini selanjutnya.
Seperti
komparasi saya dengan franchise
“Planet of The Apes”, “White God” ini juga bercerita mengenai penguasaan oleh sekelompok
hewan dalam jumlah yang sangat besar, dalam hal ini adalah anjing. Motif
mendasarnya memang hampir sama, yaitu balas dendam sebagai kelompok yang
terpinggirkan. Subjek yang dipilih pun juga hampir memiliki kesamaan,
hewan-hewan dengan intelejensi yang tinggi seperti anjing dan simpanse. Pada
bagian ini, “White God” memang tidak memiliki sesuatu yang benar-benar baru
untuk ditampilkan lewat konfliknya. Tapi, film karya Kornél
Mundruczó ini memiliki keistimewaan luar biasa lewat penggunaan ratusan anjing
yang terlatih dengan sangat baik untuk menciptakan kesan yang begitu nyata. Patut
diacungi jempol kemampuan para trainer
di sini yang mampu mengarahkan dengan sempurna tiap pergerakan dari ratusan
anjing ini.
Konsep
yang tertanam dalam film ini juga memiliki DNA dari “Spartacus” (1960) milik
Stanley Kubrick. Dimana karakter Spartacus memiliki kemiripan dengan Hagen,
sosok yang tertindas lalu menghimpun pasukan dalam jumlah besar sebagai bentuk
perlawanan kembali. Sebagai hewan dengan intelejensi tinggi, tidak diragukan
lagi bahwa anjing mampu mengingat dengan baik setiap memori yang tertanam di
dalam pikirannya. Bukan tidak mungkin bila pada akhirnya anjing sanggup membalas
dendam dengan mengingat siapa yang telah menyakitinya. Film ini tidak hanya
sukses menampilkan adegan riot di
perkotaan lewat serbuan para anjing ini, tapi juga mampu membuat penonton untuk
mengkaji lebih dalam lagi terkait tingkah laku hewan yang diluar dugaan. Sebuah
pencapaian yang tinggi dari Kornél Mundruczó dalam menghasilkan sebuah film
bernuansa horror yang begitu thrilling, tanpa lupa meninggalkan kesan
yang menghibur.
Berjalan
dengan tempo lambat hingga pertengahan, “White God” lalu berubah menjadi
‘ganas’ di sepertiga menjelang akhir. Kornél Mundruczó dengan intens menampilkan
adegan riot yang mencekam dan meneror
Kota Budapest di setiap sudutnya. Pembantaian demi pembantaian yang dilancarkan
lewat para anjing yang ‘menuntut balas’ ini dikemas dengan begitu apik dan
memukau. Memang tidak sampai se-spektakuler dalam franchise “Planet of The Apes”, tapi minimnya penggunaan CGI di
sini sukses menghidupkan unsur realistisnya dan memberi efek yang lebih
‘mengerikan’. Meski fokus banyak tercurah pada segerombolan anjing ini, tapi
karakter Lili dan juga ayahnya tetap memiliki peran yang cukup besar. Sebagai
pemilik Hagen, sudah dapat ditebak bahwa Lili merupakan tokoh kunci yang
memegang kendali segala chaostic yang
ditimbulkan oleh Hagen beserta kawanannya.
Sebagai
penutup, “White God” adalah film yang dibangun dengan kombinasi kuat antara
akting bagus para cast-nya, baik cast para aktor-aktrisnya dan juga
anjing yang digunakan di sini. Chemistry yang
tercipta antar keduanya juga berjalan dengan begitu baik dan selaras. Tidak
sempurna memang, tapi “White God” memberikan sesuatu yang baru bahwa hewan pun
mampu memberikan performa terbaiknya meski tanpa harus dipenuhi CGI yang
‘membohongi’.
7 / 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
AYO KITA DISKUSIKAN !