Film karya sutradara Sean S. Baker ini hampir keseluruhannya diambil
dengan menggunakan 3 smartphone iPhone
5s. Berbekal beberapa aplikasi tambahan, maka jadilah film sederhana yang
didominasi saturasi warna jingga kekuningan layaknya sebuah jeruk (tangerine). “Tangerine” sederhana dari
segi pengemasannya, tapi memiliki kompleksitas cerita dengan kejujuran dari
caranya bertutur. Penuh umpatan dan makian, membuat “Tangerine” yang naskahnya
ditulis oleh Chris Bergoch dan Sean S. Baker sendiri ini semakin menonjol dari
penceritaannya yang tanpa perlu ditutupi dengan kepalsuan. Vulgar dan bebas,
tapi tidak membuat risih bagi penontonnya sebab begitu memukau dan
menggemaskannya apa yang akan kita lihat dan dengar dalam lika-liku ceritanya.
Diawali dengan 2 PSK transgender
yang tengah berbagi sebuah donat, Sin-Dee Rella (Kitana Kiki Rodriguez) dan
Alexandra (Mya Taylor), kemudian berlanjut pada percakapan ringan keduanya.
Tidak lama, Alexandra memberitahukan bahwa kekasih Sin-Dee, Chester (James
Ransone) telah berselingkuh. Marah karena telah diselingkuhi ketika 28 hari ia
ditahan, Sin-Dee bergegas mencari wanita selingkuhan Chester yang telah
diketahuinya berinisial “D”. Bergegas Sin-Dee menyusuri jalanan Kota Los
Angeles dengan menanyakan beberapa orang sebagai saksi, sementara Alexandra
sibuk membagikan selebaran perform-nya
di sebuah kafe di malam Natal. Apa yang terjadi kemudian ?.
Sepanjang petualangan pencarian itu, “Tangerine” banyak diisi dialog
dari Sin-Dee dan Alexandra yang penuh dengan kata-kata vulgar. Tapi terselip
sensasi humor menyegarkan di dalam
percakapan mereka berdua tersebut. Salah satunya yang membuat saya
terkekeh-kekeh adalah ketika mereka mengutuk dunia dan menyalahkan Tuhan karena
mereka diciptakan sebagai pria. Percakapan-percakapan model seperti inilah yang
nantinya banyak menghiasi pencarian selingkuhan Chester yang hanya berlangsung
dalam waktu sehari saja. Dalam seting waktu sehari itu, petualangan menarik nan
lucu berhasil dihadirkan dengan baik. Bicara dari segi alurnya, “Tangerine” memang
sesederhana media yang digunakan untuk mengambil gambarnya. Namun dari
kesederhanaan itu, terpancarlah sebuah kejujuran dalam menyoroti kehidupan PSK transgender yang diwakilkan pada
karakter Sin-Dee dan Alexandra. Terpampang jelas dinamika kehidupan mereka yang
sejenak bila kita lihat penuh dengan warna-warni keceriaan.
Musik-musik elektronik memenuhi hampir keseluruhan film ini. Selaras
dengan begitu berenerginya pergerakan kamera menangkap kehidupan sehari-hari
para transgender yang cerah ceria di jalanan
Kota Los Angeles itu. Ya, pandangan awal kita mungkin melihat bahwa mereka sering
bersenda gurau dengan temannya tidak memunculkan permasalahan yang dihadapi.
Namun pada hakikatnya, kehidupan yang dijalani oleh mereka-mereka ini begitu
berat juga. Mereka acap kali dipermalukan dan dianggap rendah bahkan terkadang
kliennya menolak untuk membayar. Seperti apa yang menimpa Alexandra hingga
harus berkelahi dengan seorang pria yang tidak mau membayar setelah
‘bertransaksi’. Hari-hari yang dilalui itu memang berat, dan mereka pun seolah
melindungi diri dari kepalsuan tawa. Begitu kita masuk lebih dalam lagi pada
kehidupan mereka, Sin-Dee dan Alexandra khususnya, maka yang akan kita dapati
adalah gambaran isi hati yang begitu apa adanya.
Penokohan pada Sin-Dee dan Alexandra ini berbanding terbalik dengan
Razmik (Karren Karagulian), seorang sopir taksi asal Armenia yang merupakan
salah satu pelanggan tetap dari karakter utama di sini. Ia ‘mencurangi’
istrinya dan membohongi keluarganya pada malam Natal, padahal ia begitu ingin
bertemu Sin-Dee yang dikaguminya. Razmik sering menggunakan jasa prostitusi transgender, sebaliknya ia tidak
menyukai berhubungan dengan prostitusi dari kalangan ‘wanita normal’. Dalam
salah satu adegan ia justru marah-marah lalu mengusir PSK wanita yang
sebelumnya dikira transgender. Tidak
mau kalah dengan Sin-Dee dan Alexandra, Razmik diberikan screentime yang cukup untuk menggambarkan kesehariannya dan
interaksinya dengan keluarganya yang cukup hangat. Namun di baliknya Razmik
berkhianat, sebagai bentuk penegasan akan kebohongan yang merupakan lawan dari
kejujuran yang disandang oleh Sin-Dee dan Alexandra. Jujur dalam berucap dan berpenampilan,
dalam bersahabat maupun juga dalam hal cinta.
Bahagia dalam kesederhanaan. Itulah yang saya lihat dalam Sin-Dee dan
Alexandra yang telah terikat kuat masing-masingnya. Dua karakter yang menutup
film dengan senyuman akan rasa saling memiliki di saat Kota Los Angeles tidak
sebegitu berpihak pada keduanya. Mereka berdua tetap mampu bertahan dan saling
menopang serta melengkapi, walau keterbatasan materi tidak jadi penghalang. Karakter
Sin-Dee dan Alexandra begitu dihidupkan dengan baik dan apa adanya, mengingat
Kitana Kiki Rodriguez dan Mya Taylor nyata seorang transgender tanpa pengalaman akting sebelumnya. Faktor tersebut
berpengaruh besar dalam melahirkan sebuah performa yang murni seperti keduanya
tidak sedang menghafalkan naskah. Jika dideskripsikan dengan singkat,
“Tangerine” memang adalah film yang bercerita tentang kejujuran dan kesederhanaan.
Baik itu jujur dan sederhana dalam menghantarkan cerita, maupun dalam proses
produksi di baliknya.
8 / 10
BANDAR Kartu Online PokerVita menyediakan games terbaik dan terlaris
BalasHapus=>Texas Poker,
=>Capsa Susun,
=>Bandar Poker,
=>Domino QQ,
=>Adu Q,
=>Bandar Q.
Anda Dapat Bermain Setiap Hari dan Selalu Menang Bersama Poker Vita
Tersedia bebebagai jenis Permainan games online lain
BANDAR POKERONLINE PAKAI OVO+GOPAY+PULSA
Kami Terima semua BANK Nasional dan Daerah OVO&GOPAY Deposit dan Penarikan Dana. Untuk permasalahan apapun Anda selalu dapat menghubungi Tim Support kami, Kami online 24 jam/7 hari untuk menjawab pertanyaan Anda dan menangani masalah apapun
Whatsapp : 0812-222-2996
WWWW POKERVITA FUN