Kali ini, tulisan saya tidak berisikan dengan ulasan film, melainkan
hal-hal yang sebagian besar salah dimengerti oleh kebanyakan orang khususnya di
ranah film. Kali ini saya membatasi hingga 10 pernyataan saja dari fakta-fakta
yang sering saya temukan di lapangan. Sebagian besar berasal dari orang-orang
sekitar maupun yang saya peroleh dari komentar-komentar di sebuah forum atau
sejenisnya. Nah sebelumnya, saya ingin menegaskan bahwa saya tidak mencoba
untuk ‘sok tahu’ dengan membuat tulisan ini, melainkan hanya sebagai media sharing dan belajar bersama. Sebab, saya
sendiri juga masih sering melakukan kesalahan pemahaman pada istilah-istilah
dalam film. Tidak lain dan tidak bukan karena saya memang masih tergolong
‘penonton awam’ yang masih butuh banyak belajar.
Jumat, 30 Oktober 2015
Kamis, 29 Oktober 2015
GÜEROS [2015]
Jika Anda adalah salah seorang yang kerap kali mengikuti film-film
bergenre road-trip, maka dengan
mudahnya Anda akan ketahui hal esensial apa yang selalu ditawarkan di dalamnya.
Sebuah perjalanan yang sifatnya tidak hanya perpindahan dari suatu tempat ke
tempat lain, melainkan sudah pada ranah spiritual yang kelak mengubah watak
para karakter dalam film genre
tersebut. Debut penyutradaraan Alonso Ruizpalacios lewat Güeros yang notabene juga merupakan road-trip
dengan sentuhan coming-of-age inipun
pastinya tidak lepas dari tranformasi karakter tersebut. Rupanya, Alonso
Ruizpalacios tidak hanya sekedar mengisi filmnya dengan liku-liku semangat muda
(keluarga, persahabatan, cinta, dan revolusi) di dalamnya melainkan juga telah
menyentuh sektor lain seperti isu sosial yang pernah terjadi di Meksiko pada
tahun 1999.
Sabtu, 24 Oktober 2015
KNOCK KNOCK [2015]
“Jangan sekali-kali percaya dengan orang asing apalagi sampai
menawarkan tempat tinggal dalam keadaan sendiri di sepinya malam”. Mungkin
itulah premis yang ditawarkan oleh “Knock Knock”, film home invasion terbaru dari Eli Roth. Sangat sederhana karena tema
yang diangkat sendiri sudah terlalu mendasar. Namun dalam keadaan ataupun
alasan tertentu, kehadiran orang asing semacam itu masihlah menimbulkan
kebimbangan, khususnya ketika mereka sedang meminta pertolongan. Akankah
percaya dengan menolongnya ataukah sebaliknya. Hal itulah yang dialami oleh
Evan Webber (Keanu Reeves) dalam film yang merupakan remake dari film berjudul “Death Game”.
Kamis, 22 Oktober 2015
HOLLYWOOD ADVENTURES [2015]
Bagi
penyuka film-film dari Tiongkok, pastinya nama Zhao Wei sudah tidaklah asing
lagi. Wajahnya banyak menghiasi film-film dari negeri panda tersebut. Bisa
dikatakan bila memang Zhao Wei memiliki daya jual tinggi di tiap film yang ia
bintangi. Saya sendiri termasuk yang sudah tidak asing lagi dengan sosok aktris
yang satu ini. Bahkan sedari Sekolah Dasar, saya malahan sering sekali
mengikuti serial televisinya yang berjudul “Romance in The Rain”, tidak lain
lagi merupakan salah satu drama terfavorit. Di film terbarunya ini, Zhao Wei
berperan menjadi Wei Wei, seorang penyelundup barang ilegal yang menyaru
menjadi tour guide di Hollywood.
Dalam bisnis terlarang tersebut, ia menjadi suruhan dari Manny (Sung Kang) dan
selalu menempatkannya dalam posisi yang sulit.
Rabu, 21 Oktober 2015
COOTIES [2014]
Jika Anda pernah mengalami insomnia
dan butuh cara yang tepat untuk menanganinya dengan segera, maka “Cooties”
boleh jadi pilihan utama. Pemilihan tema zombie
apocalypse-nya semakin mempertegas bahwa tema semacam ini masihlah tetap
eksis demi menjaring penonton. Apalagi “Cooties” dikemas dengan banyak komedi
bodoh di dalamnya yang diharapkan efektif menciptakan rasa kantuk yang sangat.
Maka dengan menontonnya, “Cooties” lewat arahan Cary Murnion dan Jonathan
Milott serta naskah tulisan Ian Brennan dan Leigh Wannell telah membantu Anda secara
penuh jika mengalami gangguan tidur di malam hari. Apa yang saya alami adalah
bukti nyata keampuhan yang dimiliki oleh “Cooties” ini. Bahkan saya pun sudah
tertidur sementara filmnya berjalan di pertengahan.
Minggu, 18 Oktober 2015
AMERICAN ULTRA [2015]
Tidak perlu menaikkan
ekspektasi yang tinggi pada film arahan Nima Nourizadeh ini. Anda pastinya juga
tahu hal itu hanya dari penampakan luarnya saja. Tapi paling tidak ada harapan
filmnya bisa memberikan hiburan yang ringan dan menyenangkan lengkap dengan
aksi full throttle seperti yang sudah
terlihat dalam posternya. Dari situ pula dapat ditangkap bila “American Ultra”
pastilah banyak mengandung komedi di dalamnya sebagai penyeimbang aksi
tembak-tembakan dan ledakan yang akan muncul di dalamnya. Namun adakalanya pula
bila film ringan semacam itu justru gagal menghibur dan ujungnya adalah
meninggalkan rasa bosan tingkat akut. Pertanyaannya adalah apakah “American
Ultra” ini masuk dalam kategori film yang saya sebutkan di atas ?. Sebelum
membaca ulasan ini lebih jauh, saya percaya bahwa Anda sudah dapat
mengira-ngira jawaban apa yang akan saya sematkan di akhir.
Senin, 12 Oktober 2015
CAREFUL WHAT YOU WISH FOR [2015]
Film arahan Elizabeth Allen ini adalah erotic thriller yang memberikan ketegangan dalam memacu adrenalin
audiens bukan melalui adegan-adegan sadis atau mencekam seperti dalam film
bergenre serupa. Melainkan lewat kucing-kucingan karakternya dalam usahanya
menghindari setiap permasalahan yang akan datang. Ketegangan tersebut tercipta
dari rasa takut dan was-was para karakternya sehingga hal itu cukup efektif
memberikan dampak bagi audiens. Memang tidak ada ekspektasi tinggi pada film
yang satu ini, namun ia sanggup menjadi guilty
pleasure yang begitu menyenangkan tanpa harus terbebani lewat setiap
konflik yang ditampilkan.
Minggu, 11 Oktober 2015
SICARIO [2015]
Dari apa yang nampak di luar,
“Sicario” adalah film yang bercerita tentang perang kepada para kartel narkoba
dari tanah Meksiko. Maka apa yang akan penonton saksikan tidak lain adalah aksi
membuang-buang peluru dan sesekali ledakan yang bakal menciutkan nyali. Sekilas
memang seperti itu, ini adalah perang antara kubu yang baik (polisi) dan kubu
yang jahat (kartel). Tapi ingat, itu hanyalah apa yang nampak dari luar saja.
Di tangan Denis Villeneuve, “Sicario” tergali lebih dalam lewat sajian yang
atmosferik dengan menghadirkan terror
yang sesungguhnya dan menarik penonton untuk menjadi bagiannya. Apa yang
kemudian dialami oleh penonton tidak lain adalah perasaan tidak berdaya karena
fisik dan psikis yang telah tergerogoti lewat karakter yang mewakili di
dalamnya. Hantaman demi hantaman yang melemahkan bagian luar maupun dalam itu
akan meninggalkan rasa muak sebagai tanda untuk menyerah.
Sabtu, 10 Oktober 2015
THE OVERNIGHT [2015]
Ini adalah film kedua yang
disutradarai dan ditulis oleh Patrick Brice setelah film horror “Creep” (2014) yang kemarin telah saya ulas. Mark Duplass
masih turut serta dalam film ini, hanya kali ini ia duduk di kursi produser dimana
dalam film sebelumnya ia juga bertindak sebagai penulis naskah. Dari dua film
tersebut, saya mendapati ciri khas tersendiri dari Patrick Brice dalam setiap
filmnya, antara lain adalah jumlah karakter yang minim, satu lokasi yang
digunakan (sebagian besarnya), dan durasi hanya sekitar 80-an menit. Setelah
debut dalam film sebelumnya yang menurut saya bagus secara kualitas, mungkinkah
dalam film kedua ini ia masih tetap berhasil dalam mengulang hal yang sama ?.
Jumat, 09 Oktober 2015
MONKEY KINGDOM [2015]
Mengutip dari apa yang diucapkan oleh narator, Tina Fey, bahwa
kebanyakan orang melihat sekumpulan monyet hanya melakukan kegiatan
sehari-harinya dengan makan, minum, dan bermain saja. Sekilas nampak seperti
itu, meloncat dari satu dahan ke dahan yang lainnya demi mencari makan.
Sesekali juga bercengkerama dengan sesamanya dalam kelompok yang besar. Sebuah
hal yang lumrah dilakukan oleh kebanyakan hewan karena insting mereka yang
mengajarkan untuk bertahan hidup. Padahal, sebenarnya monyet juga mengenal sistem
kasta dalam kelompoknya. Sebuah hirarki yang memisahkan serta menentukan apa
yang harus dan tidak harus dilakukan oleh tiap anggota kelompoknya. Tidak
dipungkiri, para monyet pun berlomba-lomba menunjukkan ‘kualitas diri’ untuk
bisa meraih puncak tertinggi dalam strata sosial tersebut.
Kamis, 08 Oktober 2015
TURBO KID [2015]
Ada beribu-ribu kesenangan yang akan
Anda dapatkan dalam “Turbo Kid” ini. Mulai dari musik-musik retro 80-an yang
membangkitkan nostalgia hingga adegan perkelahian ‘tak berotak’ yang sayang
untuk dilewatkan. Segmented memang,
tapi tidak bisa dipungkiri “Turbo Kid” banyak menampilkan kegilaan-kegilaan
yang menyenangkan dan diharapkan pula untuk disukai oleh mereka yang notabene
bukan penyuka genre ini. Selama 92
menit ke depan, “Turbo Kid” sukses memancing tawa dengan berbagai sajian di
luar logika tapi tidak lantas membuatnya secara keseluruhan menjadi sebuah film
yang bodoh. “Turbo Kid” bagaikan franchise
“Mad Max” dengan versi sepeda BMX, ia kecil dari skala tapi memberikan impact yang besar khususnya bagi yang
merindu dengan gore di era 80-an.
Selasa, 06 Oktober 2015
THE MARTIAN [2015]
Pastinya tidak bisa untuk
tidak membicarakan “Gravity” (2013) dan “Interstellar” (2014) bila baru-baru
ini banyak mata tertuju pada “The Martian”. Apalagi kalau bukan karena tema space adventure yang diusung berikut
rentang waktu kemunculan yang sangat dekat/berurutan. Tanpa mencoba untuk
membandingkannya, sejak awal “The Martian” memang tidak pernah terlintas dalam
pikiran untuk menjadi film yang kuat dari aspek dramanya. Namun apakah perlu
ada drama yang katakanlah ‘menyentuh’, untuk bisa membuatnya menjadi bagus
hingga mampu disejajarkan dengan dua film di atas ?. Saya rasa tidak, sebab
bila diambil contoh, Ridley Scott sendiri sudah pernah membuat “Prometheus”
(2011) yang luar biasa bagusnya (dimana banyak orang yang tidak menyukainya)
tanpa perlu memperkuat aspek dramanya.
Jumat, 02 Oktober 2015
WHAT WE DO IN THE SHADOWS [2014]
Apa jadinya bila kehidupan para vampir diekspos lebih mendalam,
meliputi bagaimana cara mereka mencari korban, hubungan romansa hingga
persahabatannya dengan sangat detil ?. Mungkin semua itu bisa ditemukan dalam mockumentary asal Selandia Baru karya
Taika Waititi dan Jemaine Clement ini. Tapi tenang saja, karena ini mockumentary, para vampirnya pun tampil
menggemaskan dan komedinya siap mengocok perut Anda. Meski film yang merupakan feature dari short movie tahun 2006 dengan judul sama ini terlihat konyol, namun
komedi hitamnya tidak lantas membuatnya terlihat bodoh dan kacau. Malahan tiap
lelucon yang ada diracik dengan begitu cerdas dan si pembuatnya pun tahu timing dalam menempatkannya. Maka
jadilah sebuah mockumentary yang mengangkat
tema yang tabu dan juga serius namun sukses memancing tawa bagi siapapun yang
menontonnya.
Kamis, 01 Oktober 2015
ME AND EARL AND THE DYING GIRL [2015]
Lihat saja judulnya, apa
kira-kira yang bisa ditangkap hanya dari judulnya tersebut ?. Sebuah coming-of-age drama yang terasa depresif
dan cenderung diselipi tearjerker
agar mudah diminati penonton ?. Untung saja filmnya tidak se-depresif judulnya
meski memang ada pemicu sebagai tearjerker,
tapi tidak sampai melodramatic hingga
mengucurkan berliter-liter air mata. “Me and Earl and The Dying Girl” tampil
begitu berwarna dan stylish, dapat
dilihat mulai dari pemilihan filter warnanya, skoring, hingga storytelling yang terasa kekinian. Walau
ada embel-embel kata “dying” di judulnya itu, film yang diadaptasi dari novel berjudul
sama karya Jesse Andrews (juga debut penulis naskah di sini) malahan terasa berenergi
dan bagai penggerak mood khususnya di
bagian musik ambient hasil racikan
Brian Eno yang membuat suasana bagaikan dreamlike.