Dari
judul hingga posternya, sudah jelas ini adalah film perang. Perlu diketahui
sebelumnya, “A War” masuk dalam nominasi Oscar ke-88 dalam kategori “Film
Berbahasa Asing Terbaik.” Nah, bila film perang yang masuk dalam penghargaan
bergengsi, biasanya film tersebut kuat di bagian dramanya. Atau dengan kata
lain, bukanlah film perang yang banyak mengumbar aksi macho boros peluru.
Kita
bisa ambil contoh seperti film perang Vietnam “Platoon” (1986) atau “The Hurt
Locker” (2010). Maka bisa kita simpulkan film perang seperti apa yang mudah
disukai oleh juri-juri penghargaan untuk dimasukkan ke dalam kategori. Bukan
sesuatu yang langka sebenarnya jika film perang masuk ke dalam penghargaan
ternama tingkat dunia. Tapi pastinya ia memiliki standarisasi yang tidak
dimiliki oleh film perang mainstream
lainnya.
“A
War” disutradarai oleh Tobias Lindholm. Ia pula yang menulis naskahnya. Menampilkan
dua latar cerita; Afghanistan sebagai medan perang bagi karakter utamanya dan
Denmark tempat keluarganya tinggal. Karakter utamanya adalah Claus M. Pedersen
(Pilous Asbæk);
seorang company commander (pemimpin
dalam sebuah unit militer) yang ditugaskan di Provinsi Helmand, Afghanistan. Ia
seorang yang baik—katakanlah seperti itu. Pembawaannya tenang dan mudah bergaul
dengan bawahannya.
Claus
meninggalkan seorang istri, Maria (Tuva Novotny) di Denmark beserta tiga anak
yang masih kecil. Misi yang dijalankan oleh Claus ialah melindungi warga sipil
Afghanistan dari serangan militan Taliban. Sungguh tugas yang berat dan
berisiko tinggi. Sebuah sekuen di bagian awal menceritakan salah seorang pasukannya
tewas terkena ranjau. Kesan yang ditampilkan begitu realistis bahwasanya perang
yang mereka hadapi merupakan teror yang menakutkan.
Pasukan
Claus yang lain, Lasse (Dulfi Al-Jabouri) sempat memintanya untuk dipulangkan.
Ia menangis dan takut mati karena terpaksa meninggalkan adiknya di kampung
halaman. Claus tidak bisa memberikan izin. Tapi yang pasti, adegan tersebut
menggambarkan ketakutan yang terus menghiasi para tentara yang bertugas.
Sebenarnya
mudah untuk mengidentifikasi karakter Claus ini. Ia memiliki seorang istri dan
tiga anak yang masih kecil. Ditambah pula misi berat yang dijalaninya, membuat
karakter Claus menarik simpati penonton. Ya, saya bersimpati padanya. Saya bisa
rasakan pula apa yang dirasakannya. Penuturan Lasse sudah pasti membuatnya
teringat dengan keluarga kecilnya di Denmark.
Perbedaan
Claus dengan tipikal karakter khas Hollywood lainnya adalah tidak adanya turning point yang menonjol. Pula Claus
bukan karakter yang mudah naik darah dan emosional; di saat anggota pasukannya
gugur. Apa yang digambarkan dalam diri Claus adalah beban tanggung jawab besar
tidak hanya di medan perang, melainkan bagi keluarganya di Denmark.
Satu
jam pertama dimulainya ketegangan film. Sebuah sekuen menampilkan misi
penyelamatan rumah warga sipil. Tidak dinyana, bahaya telah menanti mereka yang
ikut dalam misi. Claus merasa berjanji pada salah seorang warga sipil untuk
membantunya dengan menyergap militan Taliban dan melindungi anaknya. Claus yang
juga memiliki anak, tergugah isi hatinya. Ia merasa berkewajiban untuk
menolong.
Sekuen
tersebut kemudian menjadi jembatan pada konflik dilematis yang dihadapi oleh
Claus. Sang komandan meminta Claus untuk pulang dan memulai pembelaannya.
Pembelaan seperti apa? Claus disebut bertanggungjawab dalam tewasnya beberapa
anak kecil di pihak sipil. Dari sinilah sang karakter utama diuji. “A War” yang
awalnya berupa film perang di satu jam pertama, drastis berubah menjadi drama
persidangan.
Tobias
Lindholm sebenarnya masih membawa unsur klise dalam sebuah film berlatar
perang. Apalagi jika karakter utamanya disorot dengan beban sebuah keluarga di
kampung halaman, mudah melabelinya sebagai ‘pemikat.’ Sebagai penonton, kita
akan merasakan betapa rindunya si karakter utama berpisah dengan keluarganya. Dari
sisi dramanya inilah, “A War” sudah memenangkan hati penonton. Lalu, bagaimana
dengan konflik lainnya?
Sayang,
“A War” kurang memiliki kompleksitas dalam konflik dilematis yang dialami
Claus. Saya pikir itu kurang tergali lebih mendalam. Saya tahu apa yang ingin
disampaikan oleh Tobias Lindholm; yakni mempertanyakan apakah Claus telah
melakukan yang terbaik demi kebenaran. Antara menyelamatkan prajuritnya dan
membiarkan korban sipil berjatuhan adalah sebuah pilihan sulit. Entah mengapa,
dilema yang dirasakan Claus itu tidak bisa terintegrasi dengan baik pada plot
utama. Akan tetapi di luar itu, “ A War” masihlah tetap drama perang yang
bagus.
drama perang saya suka yang kayak American Snipper.. ehh itu masuk kategori drama gak yah hehehhe...
BalasHapusPecinta Bola Gabung di Sini
Nonton Bola Makin Seru Sama Kita
Prediksi Fiorentina VS Tottenham Hotspur 19 Februari 2016
Prediksi Borussia Dortmund VS Porto 19 Februari 2016
Prediksi Villarreal VS Napoli 19 Februari 2016
Prediksi Prediksi Sevilla VS Molde 19 Februari 2016
Prediksi Valencia VS Rapid Wien 19 Februari 2016
Prediksi Augsburg VS Liverpool 19 Februari 2016
Prediksi Marseille VS Athletic Bilbao 19 Februari 2016
wah, jadi pengen nonton FILM nya nih
BalasHapusPakai Pulsa Tanpa Potongan
BalasHapusJuga Pakai(OVO, Dana, LinkAja, GoPay)
Support Semua Bank Lokal & Daerah Indonesia
Game Populer:
=>>Sabung Ayam S1288, SV388
=>>Sportsbook,
=>>Casino Online,
=>>Togel Online,
=>>Bola Tangkas
=>>Slots Games, Tembak Ikan
Permainan Judi online yang menggunakan uang asli dan mendapatkan uang Tunai
|| Online Membantu 24 Jam
|| 100% Bebas dari BOT
|| Kemudahan Melakukan Transaksi di Bank Besar Suluruh INDONESIA
WhastApp : 0852-2255-5128
Agens128 Agens128