Sesuai namanya, “Macbeth” didasarkan
pada sandiwara karya William Shakespeare dengan judul yang sama. Ditulis
sekitar awal 1600-an dan cerita berpusat pada Kerajaan Skotlandia. “Macbeth”
sendiri adalah sekian dari karya besar Shakespeare yang begitu dikenal selain
“Hamlet”. Serta “Romeo & Juliet” tentunya.
Mungkin bagi sebagian besar dari Anda
sudah kerap kali mendengar kisahnya berikut inkarnasi lainnya yang telah
diangkat ke dalam film. Dalam ulasan ini, saya tidak akan panjang lebar
menuliskannya. Hanya beberapa pokok saja termasuk bagian visualnya yang mantap
dari hasil pengarahan Justin Kurzel ini.
Film diawali dengan sekuen panjang
perang antara Skotlandia yang dipimpin oleh Thane of Glamis, Macbeth (Michael
Fassbender) dengan pemberontak pimpinan Macdonwald (Hilton McRae). Pemberontak
ini bersekongkol dengan Thane of Cawdor (Brian Nickels).
Perang sipil tersebut akhirnya
berhasil dimenangkan oleh Macbeth. Raja Skotlandia Duncan (David Thewlis)
lantas menganugerahi Macbeth dengan gelar Thane of Cawdor. Pemilik gelar
tersebut sebelumnya telah dihukum mati atas kesalahannya menjadi pengkhianat.
Di tengah perang tersebut, Macbeth dan
sahabatnya, Banquo (Paddy Considine) bertemu dengan empat peramal wanita (satu
di antaranya masih kecil—dalam naskah aslinya hanya ada tiga). Mereka
meramalkan bahwa Macbeth akan menjadi Raja Skotlandia berikutnya. Karena
Macbeth tidak memiliki keturunan (kematian anaknya ditunjukkan dalam adegan
awal), tahta berikutnya akan beralih pada anak-anak Banquo.
Niat jahat tertanam dalam diri Macbeth
untuk menggulingkan Raja Duncan. Ia berencana menghabisi sang raja untuk
mendapatkan posisi yang diinginkannya. Lady Macbeth (Marion Cotillard) tahu
rencana suaminya. Ia mengompori keinginan suaminya tersebut untuk meraih apa
yang diimpikannya. Macbeth awalnya menolak. Ia tahu Raja Duncan adalah orang
yang baik. Ia juga setia kepadanya. Namun godaan istrinya tak mampu lagi ia
bendung.
Sekuen perang di awal adalah salah
satu bagian menakjubkan dalam “Macbeth” versi Kurzel ini. Dipenuhi dengan slo-mo, perang tersebut menjadi lebih
terasa dramatis dipadu pula dengan sinematografi yang indah dari Adam Arkapaw.
Membran berwarna kuning menghiasi adegan kemunculan para peramal. Disusul
membran merah pekat menghiasi sekuen perang di bagian klimaks.
Saya rasa Kurzel begitu mempedulikan
nilai keindahan di sini. Bagian-bagian detil tidak luput dari pengarahannya.
Bulir-bulir salju hingga cahaya matahari menerobos ventilasi turut pula
menghiasi visual memukaunya. Saya begitu menyukai desain produksinya yang
berhasil menghidupkan Eropa di “Era Kegelapan” tersebut. Gelap, suram, dan
mencekam. Ada kabut tebal yang menusuk di tiap tempatnya. Musik menyayat hati
gubahan dari Jed Kurzel tepat sekali mewakili tragedi yang terjadi kala itu.
“Macbeth” memiliki unsur-unsur tragedi
dan politik yang sering Shakespeare masukkan ke dalam karya-karyanya. Pembunuhan
oleh Macbeth terhadap Raja Duncan adalah kombinasi antara kedua unsur tersebut.
Lantas, siapakah yang bersalah dalam tragedi tersebut? Lady Macbeth kah? Tidak.
Ini semua berasal dari ambisi Macbeth seutuhnya. Memang, Lady Macbeth memaksa
secara halus suaminya untuk berbuat keji. Tapi semua kembali pada diri Macbeth
yang menuruti hawa nafsunya untuk mendapatkan lebih.
Semua sudah jelas bila “Macbeth” ini
bercerita mengenai ambisi. Kemudian, ambisi tersebut melahirkan ketakutan yang
pada akhirnya berujung dengan kegagalan. Setiap orang memiliki ambisi. Setiap
orang pula memiliki ‘iblis’ di dalam hatinya. Tapi kembali lagi pada setiap
individu, akankah ia terus memberi makan ‘iblis’ itu atau melemparkannya jauh.
Sekali lagi “Macbeth” adalah
pembuktian akting seorang Michael Fassbender. Ia begitu fleksibel dalam
melakoni setiap peran-perannya. Dalam berperan sebagai Macbeth; pria ‘gila’
yang dikuasai amarah, ia sangat totalitas dan menghayatinya. Ia sanggup tampil
sebagai seorang pejuang loyal dengan gagahnya. Beranjak menuju singgasana,
angkara murka ia suguhkan dengan memikat. Perannya di sini kembali mengingatkan
saya ketika dalam “12 Years a Slave” (2013). Semoga ia tetap cerdas dalam
memilih perannya untuk film-film ke depannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
AYO KITA DISKUSIKAN !