Pete Docter yang sebelumnya dikenal
lewat karyanya “Up” (2009) kini membawa kita menuju petualangan jauh dalam
pikiran seorang gadis kecil. Seperti banyak karya-karya keluaran studio Pixar
sebelumnya, “Inside Out” masih menghadirkan kisah seru nan imajinatif, penuh
pesan moral, dan tentunya tidak lupa mengedepankan unsur entertaining & fun. Apa
yang membuat animasi Pixar satu ini terlihat begitu berbeda dengan lainnya
adalah pada penggunaan dua seting yang berbeda, antara inside dengan peranan lima emosi dan outside dengan kehidupan sehari-hari gadis kecil asal Minnesota bernama
Riley Anderson. Dua seting berbeda tersebut nyatanya mampu berjalan dengan
berkesinambungan dan tetap mudah untuk diikuti.
Riley sendiri diisi suaranya oleh
Kaitlyn Dias, gadis kecil yang begitu mencintai Kota Minnesota, memiliki
sahabat baik, dan hobi bermain hoki. Diceritakan bahwa ketika Riley lahir,
terciptalah emosi pertama kali dalam pikirannya yang disebut Joy (Amy Poehler),
lalu secara berurutan disusul oleh Sadness (Phyllis Smith), Fear (Bill Hader),
Disgust (Mindy Kaling), dan Anger (Lewis Black). Mereka berlima memiliki
peranan penting dalam mengendalikan nuansa hati yang dirasakan Riley agar
berjalan selaras. Tapi semua berubah ketika Riley pindah ke San Fransisco dan
menemui kesulitan dalam beradaptasi, akibatnya terjadi kesemrawutan di Headquarters, tempat para emosi berada.
Penceritaan awal lewat kelahiran Riley
dengan dibarengi lahirnya Joy, sejatinya merupakan hal yang ditanam dalam-dalam
bahwa ‘kegembiraan’ merupakan bagian paling utama dan inti dari semua emosi. Dengan
harapan, lewat joy tersebutlah setiap
individu mampu menikmati dengan baik warna-warni dalam hidup. Kenyataannya
memang seperti itu, di sini Joy berperan penuh sebagai karakter major. Tapi kemudian muncul pertanyaan,
“apakah semata-mata hanya lewat ‘kegembiraan’ saja untuk menciptakan hidup” ?.
Pertanyaan tersebut kemudian terjawab dengan munculnya karakter antitesis dari
Joy, Sadness. Layaknya Joy, Sadness di sini juga berperan sebagai karakter major, keduanya adalah opposite side yang menjadi fokus utama
di sini. Berjalan seimbang untuk saling melengkapi satu sama lain. Mungkin Anda
awalnya akan begitu benci dan sebal dengan tingkah polah Sadness, namun
petualangannya kemudian dengan Joy akan semakin membuat Anda yakin bahwa dua
hal berkebalikan inilah yang membuat hidup menjadi terasa indah dan berwarna.
Kelima emosi ini tinggal dalam pikiran
Riley yang disebut Headquarters,
dengan menggunakan alat kendali yang disebut control console, mereka mengatur setiap emosi dari Riley. Saya
sendiri sebenarnya tidak terlalu berani mengatakan bahwa konsep berbagai macam
emosi ini adalah benar-benar baru atau orijinal. Memang, Pete Docter sendiri
terinspirasi oleh masa perkembangan anaknya dalam menciptakan “Inside Out” ini.
Tapi, upayanya dalam melengkapi petualangan lima emosi ini lewat orbs berwarna-warni, core memories untuk menyimpan kenangan
terbaik, hingga personality islands
yang merupakan manifestasi kepribadian dari Riley memang saya akui jenius dan fresh. Semua disuguhkan lewat visual
penuh warna yang begitu menyegarkan mata, dimana keadaan di real world yang tergambar realistis
menciptakan kekontrasan yang begitu menarik. Karakter-karakter yang
diperkenalkan dalam universe di
pikiran Riley inipun begitu likable
dan disuarakan oleh jajaran cast yang
menghidupkan perannya masing-masing, khususnya Amy Poehler yang tampil begitu
ceria dan dinamis.
Tanpa perlu berlama-lama, “Inside Out”
mulai menghadirkan konflik di setengah jam pertamanya lewat terhisapnya Joy dan
Sadness keluar Headquarters melalui memory tube menuju long-term memories milik Riley. Konflik tersebut mengawali
petualangan seru Joy dan Sadness dengan misi untuk kembali menuju Headquarters. Petualangan itupun diisi
dengan banyak rintangan-rintangan yang seru dan menegangkan. Sebagai
tambahannya, muncullah karakter lucu dan konyol bernama Bing Bong (Richard
Kind), imaginary friend-nya Riley
semasa kecil. Sebuah keputusan tepat memang, mengingat Joy dan Sadness yang
menjadi karakter major tidaklah cukup
mengundang tawa, sebab dua karakter ini sendiri memang tidak didesain untuk
menghadirkan banyak lelucon. Kehadiran Bing Bong yang komikal sudah mampu untuk
menutupi kekosongan tersebut, selain karakter Anger yang cukup sering memancing
tawa. Semakin terasa mengasyikkan lagi ketika Pete Docter menempatkan rintangan
berupa Memory Dump, sebuah limbo berbentuk jurang nan gelap yang
perlu diwaspadai keberadaannya.
Lewat naskah yang ditulis oleh Meg
LeFauve, Josh Cooley, dan Pete Docter sendiri, konflik sentral dalam film ini
lebih mengenai masa transisi seorang anak-anak menuju tahapan remaja, atau
mungkin lebih dikenal dengan coming-of-age.
Dengan kata lain, jika disebut bersegmen pada anak-anak, “Inside Out” mungkin
lebih relevan jika ditujukan pada penonton remaja, meski tidak dipungkiri tetap
bisa dinikmati semua kalangan. Beberapa momen yang ditampilkan mungkin
memerlukan bimbingan orangtua bagi anak-anak yang menontonnya. Tapi sekali
lagi, “Inside Out” tidak bermaksud secara berlebihan dalam menunjukkannya
dengan harapan akan mencernanya secara mentah-mentah. Apa yang dialami oleh
Riley sendiri sesungguhnya merupakan refleksi dari fakta-fakta yang sering
terjadi pada masa perkembangan seorang anak. So, bagi orangtua tidak perlu lagi merasa khawatir dalam menyikapi
permasalahan di bagian ini. Tidak lupa pula, “Inside Out” pun begitu kuat
menanamkan pesan moral lewat pentingnya ‘kejujuran’ sebagai pondasi utama
(ingatkah Anda dengan scene ini ?).
Melalui cara bertuturnya yang begitu
kompleks, “Inside Out” mencakup dua hal pokok berbeda di tiap universe-nya. Dimana dalam perjalanan
Riley dari Minnesota menuju San Fransisco merupakan masa transisi seorang anak
menuju remaja, maka sebaliknya dalam alam pikirannya, “Inside Out” bercerita
sedikit lebih berat mengenai ‘kehidupan’ yang tercipta dengan keseimbangan
antara ‘kegembiraan’ dengan ‘kesedihan’. Keduanya pun melebur menjadi satu
dalam sebuah sajian yang lucu, mengasyikkan, hangat, dan berkali-kali membuat
haru.
8,5 / 10
Membaca ini jadi keinget lagi momen-momen menonton Inside Out. Hebat ya Pete Docter, bisa memikirkan konsep "dapurnya" otak sedemikian rupa.
BalasHapusYa, setuju, memunculkan Bing Bong adalah keputusan yang tepat, soalnya sosok ini bisa membuat perjalanan Joy dan Sadness lebih berwarna :)
Bing Bong jugalah yang bisa "menggugah" emosi penonton. Pokoknya, film ini keren deh. One of the best animated movie ever made, hehe.
Yah bener sekali mas, patutlah untuk menang oscar di kategori animasi terbaik taun depan. Eits tnggu dulu, ada Good Dinosaur akhir tahun yg juga gak boleh ketinggalan.
BalasHapusTerima kasih atas kunjungannya di blog jelek ini ^_^
Ya, patut untuk menang, ngejagoin Inside Out deh pokoknya hehe. Iya ya, Good Dinosaur patut diperhitungkan juga pas perilisannya ntar
HapusAh, jangan bilang blognya jelek. Informatif kok review-nya, gaya menulisnya juga oke :)
jawara kuat dah pokoknya inside Out.
Hapushaha makasih bgt, senang kalo bisa ngasih yg informatif ^_^
Emosional banget nih film, bocah2 ga bakal tau maksud film ini sebenernya kecuali orang dewasa.
BalasHapusMalu banget pas mewek dilihatin adik ane, wkwk