Film kedua dari David Fincher ini akan
mengajak Anda untuk berpetualang bersama 2 detektif dalam pengungkapan kasus
pembunuhan yang misterius. Bersettingkan kota bernama Metro yang tidak pernah
lepas dari kasus kriminal, Anda akan merasakan pengalaman luar biasa dalam
menikmati film mystery thriller
yang sangat menegangkan dan penuh dengan banyak teka-teki. Dari opening credit saja, Anda sudah
dihadapkan dengan banyak disturbing picture
yang diiringi musik mencekam gubahan Howard Shore.
Detektif Mills (Brad Pitt)
dipindahkan untuk membantu Detektif Somerset (Morgan Freeman) dalam menangani
sebuah kasus pembunuhan. Rupanya, pertemuan awal mereka tidak berjalan dengan
cukup lancar. Somerset menunjukkan sikap yang ‘dingin’ dengan adanya Mills
dalam kasus yang ia tangani. Mills yang sebelumnya beberapa kali pernah
menangani kasus pembunuhan, merasa diremehkan oleh Somerset.
Suatu ketika, mereka menangani
kasus pembunuhan yang misterius, karena tidak ada motif yang melatar
belakanginya. Disusul berikutnya dengan kasus pembunuhan seorang jaksa yang
meninggalkan tulisan Greed/tamak di
samping mayatnya. Somerset kemudian menyelidiki sendiri rumah korban pembunuhan
sebelumnya dan menemukan tulisan Gluttony/rakus
di dalam rumahnya. Dari fakta itu, Somerset meyakini bahwa kasus pembunuhan
tersebut akan terus berlangsung. Tapi sayangnya, Somerset justru memutuskan
akan berhenti ketika ia mulai mendapatkan titik terang kasus pembunuhan
tersebut.
Somerset kemudian mengumpulkan
bukti-bukti sendiri dan diam-diam membantu Mills yang tengah kesulitan.
Somerset awalnya memang terlihat sangat ‘dingin’ pada Mills, tapi hubungan
mereka berdua kemudian mencair sejak Somerset diundang makan malam oleh istrinya
Mills, Tracy (Gwyneth Paltrow). Somerset dan Mills kemudian semakin kompak
dalam menangani kasus pembunuhan misterius tersebut. Berhasilkan mereka berdua
menemukan pelakunya dan motif di balik semua pembunuhan tersebut ?
Suasana kota Metro ditampilkan
dengan tone yang benar-benar gelap
serta sering diiringi dengan hujan membuatnya seolah menjadi kota ‘terkutuk’
karena tindak kriminalnya. Dengan sinematografi dari Darius Khondji, Se7en ditampilkan begitu
kelam, berikut dengan berbagai misteri tentang pembunuhan yang tersebar di
dalamnya. Untuk ukuran film yang dibuat pertengahan 90-an, Se7en masih terlihat
fresh seperti film-film produksi
2010-an ke atas. Selain komposisi yang saya tulis di atas, Se7en semakin kuat
dengan pengenalan karakter utamanya serta didukung konsep cerita yang tidak
biasa pula, Seven Deadly Sins. Dengan mengetahui konsep tersebut sebelumnya, penonton
akan dibuat mencari-cari setiap misteri yang tersebar di sepanjang film terkait
para korban pembunuhan. Pertama adalah kemunculan Gluttony dan Greed, maka tinggal 5 tersisa semakin membuat rasa
penasaran siapa korban yang akan muncul berikutnya. Bahkan, teka-teki salah
satu korban berikutnya sebenarnya sudah tersebar sejak awal.
Apa yang menjadikan Se7en
menjadi lebih seru lagi untuk diikuti adalah penambahan berbagai macam unsur
angka 7 menjadi bahan utama, seperti 7 hari pengungkapan kasus ini, hingga mengkaitkannya
dengan berbagai karya sastra kuno yang berhubungan dengan angka 7. Dan lagi,
buku-buku yang berisikan tentang pembunuhan juga sempat disinggung di sini,
seperti In Cold Blood, yang semakin
memperkuat kesan thrillernya. Masing-masing
korban Seven Deadly Sins memiliki jalur yang terhubung satu sama lainnya,
sehingga Se7en menjadi semakin menarik diikuti tiap menitnya. Untuk karakter,
yang paling menonjol sendiri tentunya adalah Mills dan Somerset. Yang coba
diangkat lebih dalam di sini adalah mengenai awal hubungan ‘dingin’ mereka yang
kemudian mencair dan saling saling bahu membahu. Bahkan, Somerset yang awalnya
telah memutuskan keluar lebih awal dari sisa 6 hari masa tugasnya, memilih
menghabiskannya dengan Mills untuk memecahkan kasus pembunuhan tersebut. Mills
ditampilkan selalu ‘berapi-api’ sedangkan Somerset cenderung ‘dingin’. Selain
itu, tidak ada eksplorasi lebih dari keduanya.
Se7en sedikit mengingatkan
saya akan filmnya David Fincher yang rilis tahun kemarin, Gone Girl. Di mana di
dalamnya ada karakter psycho yang
mencoba ‘bermain-main’ dengan membawa banyak ‘kejutan’. Begitupun di Se7en ini,
karakter psycho yang menjadi dalang
utama pembunuhan juga mencoba ‘bermain-main’ dengan ‘kejutan’. Ia juga
bertindak sebagai punisher atas
segala dosa para korbannya sesuai dengan Deathly
Seven Sins. Ya, bisa saja karakter ini banyak menginspirasi Fincher dalam
membuat salah satu karakter di Gone Girl.
Saya paling suka bagaimana
Fincher mengeksekusi Se7en dengan begitu mendramatisir dan tidak lupa ending twist juga. Mills dihadapkan pada
sebuah pilihan sulit dimana ia harus membiarkan sang ‘pelaku’ dipenjara dan ia
‘menang’, ataukah harus membunuhnya dan Mills telah ‘kalah’.
Saya tidak bisa menjelaskan lebih rincinya, karena akan berpotensi menjadi spoiler. Pada bagian ini, saya sangat
teringat dengan karakter Dae-Su dari film Korea, Oldboy (2003). Ia juga
dihadapkan pada pilihan yang sulit seperti Mills, membunuh sang ‘pelaku’ tapi
ia ‘kalah’, atau mengikuti semua ‘permainannya’ dan ia ‘menang’. Secara
keselurhan, saya memang paling menyukai sekali dengan endingnya yang sangat brilliant
dan membuat breathtaking. Jika
Anda sudah menonton Se7en, terutama di bagian kemunculan ‘pelaku’, Anda akan
terkejut bukan kepalang karena sang aktor pemerannya tidak pernah Anda duga
sebelumnya, karena namanya tidak ditulis di opening
credit.
ATAU
9 / 10
Saya sudah menduga bahwa istri Mills akan menjadi salah satu korban, tetapi saya tak menyangka bahwa pembunuhan Istri Mills akan diletakkan menjadi ending dari kasus pembunuhan di film ini.
BalasHapuskirain yang ada pada paket adalah bom ternyata itu yg membuat envy dan wrathnya di movie ini yah.
BalasHapusenvy nya tuh apa sih? si Jhon Doe nya envy sama si Brad pitt yah?
HapusEnvy adalah iri hati.. jadi pembunuhnya itu iri sama hidup normal brad pitt
BalasHapusMantap gan kontenya! ,Semoga semakin maju website ini aamiin
BalasHapuskunjungi juga :
#1 Informasi Teknologi Terupdate Indonesia