Saya
paling mengapresiasi dimana figur seorang wanita benar-benar ditinggikan
selayaknya pria (disebut feminism).
Entah itu dalam bidang sastra puisi, musik, atau film. Memang sudah seharusnya
derajat wanita dibuat setara dengan pria dan bukan sebaliknya. Di lingkup film,
saya cukup sering menemui karakter wanita digambarkan dengan maskulin serta
pemberani. Dibanding sebagai objek yang selalu dieksploitasi, wanita di situ
mampu menunjukkan bagaimana perannya dalam menjaga keseimbangan dinamika
kehidupan.
Di
sini saya perkenalkan kepada Anda film berjudul “Mardaani.” Dalam Bahasa
Indonesia, kata “mardaani” memiliki arti “wanita maskulin.” Pengertiannya
bukanlah wanita tersebut memiliki penampilan fisik dan garang layaknya pria.
Akan tetapi ia memiliki kemampuan dan kelebihan yang membuatnya diakui sejajar
dengan pria.
“Mardaani”
berkisah tentang seorang inspektur polisi wanita dari divisi kriminal. Ia
adalah Shivani Shivaji Roy, diperankan dengan keren oleh aktris India kawakan
Rani Mukerji. Mungkin Anda sudah tidak asing lagi dengan aktris yang satu ini.
Di “Mardaani,” ia sebagai polisi yang pemberani, idealis, dan ‘bersih.’ Ia
tinggal dalam keluarga yang sederhana bersama suami dan seorang keponakan.
Sebuah tradisi dalam film, jika protagonisnya merupakan polisi jujur dan
bersih, kira-kira konflik apa yang akan digambarkan ke depannya ?
Kasus
atau skandal yang melibatkan jaringan besar atau orang-orang berpengaruh adalah
jawabnya. Pradeep Sarkar selaku sutradara dan penulis naskah Gopi Puthran memang
memasukkan unsur klise semacam itu. Tapi klise tidak lantas membuatnya buruk,
bukan ? Di sini Inspektur Shivaji harus mengungkap kasus perdagangan narkoba
yang ditengarai oleh sindikat besar. Satu nama telah diperoleh. Sunny Katyal
(Anant Vidhaat), seorang pengusaha showroom
mobil berhasul diciduk. Namun itu tidak lantas membuat pencarian usai. Ada
orang yang lebih ‘tinggi’ mengendalikannya.
Permasalahan
yang dihadapi Inspektur Shivaji tidak lantas berhenti di situ saja. Suatu
ketika, sahabat keponakannya yang seorang yatim piatu, Pyaari (Priyankan
Sharma) diculik. Berawal dari hilangnya Pyaari, Inspektur Shivaji mengungkap
adanya perdagangan manusia. Sunny Katyal yang ditangkap sebelumnya juga menjadi
bagian dari jaringan kriminal tersebut. Singkatnya, musuh yang tengah ia hadapi
memegang bisnis narkoba dan perdagangan manusia.
Di
bagian awal dituliskan bila film ini diangkat dari kejadian nyata. Saya tidak
tahu kasus sebenarnya yang diangkat dalam film ini. Hanya saja dari apa yang
saya resapi, film ini lebih pada mengangkat secara garis besar fenomena gunung
es yang melanda India selama bertahun-tahun. Apalagi kalau bukan perdagangan
manusia—khususnya wanita. Tidak hanya kali ini saja, bisa dibilang saya cukup
sering menonton film India yang di dalamnya mengangkat kasus serupa. Ternyata
memang benar, bila India merupakan ‘rumah’ bagi human trafficking. Ada data-data sebagai bukti yang ditampilkan di
bagian akhir film sebagai penguat.
Karena
mengandung pesan yang berarti khususnya bagi kalangan wanita India yang masih
dalam bayang-bayang teror, “Mardaani” mendapatkan bebas pajak pada pemutaran
perdananya di beberapa kota. Adalah Kepala Menteri Shivraj Singh Chouhan yang
memberikan kebijakan tersebut. India memang dalam posisi darurat menyoal human trafficking. Oleh karena itu,
“Mardaani” berikut film-film yang mengangkat tema serupa, bisa memecut semangat
masyarakat untuk tanggap dalam memerangi kejahatan biadab itu.
Selain
padat berisi dengan seruan menarik di dalamnya, “Mardaani” tidak lantas
kehilangan unsur hiburannya. Sebagai sebuah film, “Maardani” sangat menghibur
selayaknya film-film crime – thriller lainnya.
Hanya bedanya di sini sosok wanita begitu dijunjung tinggi sekaligus menegaskan
bahwa tidak hanya pria yang sanggup melakukan ini dan itu. Rani Mukerji sebagai
Inspektur Shivaji mampu menunjukkan kebolehannya dengan aksi bela diri. Koreografinya
ditata dengan stylish. Tapi tetap
saja sisi feminim dan keanggunannya masih terpancar jelas. Selain itu,
“Mardaani” juga mengajarkan kepada para wanita bahwa era kini sangat penting mempelajari
bela diri.
Saya tidak mahir membahas film. Saya tertarik dengan kalimat Anda Iza Anwar) yang berbunyi: "Saya paling mengapresiasi dimana figur seorang wanita benar-benar ditinggikan selayaknya pria (disebut feminism)".
BalasHapusHmmm..(maaf) apakah Anda hidup dilingkungan yang merendahkan wanita?