Selesai menonton “Spring, Summer,
Fall, Winter...And Spring,” saya terperanjak penuh kekaguman dengan film yang
penuh dengan filosofi ini. Tidak banyak saya menemukan film semacam ini.
Mungkin bisa dihitung jari pada film-film yang mengangkat martabat akan budaya
ketimuran. Bila menonton film-film dari Timur (oriental), saya yakin masih banyak yang kuat dengan nilai-nilai
tersebut.
“Spring, Summer...” sebagian besarnya dikemas
dalam agama Buddha. Karakter sentralnya seorang biksu Buddha. Lokasi filmnya
juga banyak diambil dalam sebuah kuil Buddha. Tapi di balik itu, “Spring,
Summer...” adalah film yang bersifat universal.
Agama Buddha hanyalah sebagai contoh. Sebagai penerapannya, film ini sebenarnya
tidak memihak pada agama tertentu. Ini arthouse
drama tentang manusia, watak-wataknya, tahapan yang dilewatinya, hubungannya
dengan sesama, serta dengan alam semesta.
Sesuai judulnya, film ini terbagi
menjadi lima segmen. Dari kelimanya masih dalam satu ikatan cerita. Di bagian
pertama adalah “spring;” diawali dengan seorang biksu tua (Yeong-su Oh) yang
tinggal dengan muridnya yang masih bocah (Jong-ho Kim). Keduanya banyak
menghabiskan waktu dengan beribadah atau sekedar mencari tanaman untuk obat. Si
Murid, sesuai umurnya, sering kali bermain dengan hewan-hewan di sekitar
sungai. Suatu ketika Si Murid mendapat hukuman dari Si Guru karena telah
menyiksa hewan. Ia mengikatkan batu pada ikan, katak, dan juga ular. Sebagai
hukuman, Si Guru melakukan hal yang sama pada Si Murid seperti apa yang telah
ia lakukan pada hewan-hewan itu.
Segmen terus bergulir sesuai dengan
nama musim yang menjadi judulnya. Di tiap segmen itu, Si Murid bertambah
usianya. Di bagian “summer;” ia telah menjadi remaja (Jae-kyeong Seo). Tidak
disangka, ia melakukan kesalahan telah berzina dengan seorang gadis (Yeo-jin Ha).
Kemudian di “fall;” ia yang telah dewasa (Young-min Kim) meninggalkan kuil
untuk menuruti hawa nafsunya. Dilanjutkan dengan “winter;” Si Murid (Ki-duk Kim)
telah kembali ke kuil demi melanjutkan ajaran yang ditinggalkan oleh Si Guru.
Cerita kemudian berlanjut kembali menuju “spring.”
“Spring, Summer...” disutradarai oleh
Ki-duk Kim yang juga berperan dalam segmen keempat dan menulis naskahnya. Saya
mencoba untuk membedah apa yang ada dalam “Spring, Summer...,” film ini
begitulah padat berisi dengan filosofi kehidupan. Di dalamnya ada siklus
tentang kehidupan manusia. Diawali masa kanak-kanak, remaja, dewasa, tua,
lantas mati. Selain itu, film ini juga menuturkan secara humanis tentang apa
saja watak sesungguhnya manusia. Anda akan mendapati di sini ada kenakalan,
kebahagian, rasa penasaran, cinta, takut, marah, benci, iri, welas asih, dan
masih banyak lainnya. Film ini sangatlah kompleks bila harus dikupas secara
mendalam lagi dari sudut pandang karakterisasi manusia.
Telah saya tegaskan di atas jika
“Spring, Summer...” bersifat universal.
Hubungan manusia dengan sesamanya dan juga alam bukan hanya dari pandangan
agama Buddha semata, tapi juga seluruh agama. Saya awalnya bertanya-tanya
mengapa beberapa jenis hewan ditampilkan di sini. Ada anjing, ayam, belalang, kucing,
kura-kura, bebek, ikan, katak, dan juga ular. Saya kemudian menyadari pesan
yang dibawakan oleh Ki-duk Kim di sini. Hewan-hewan tersebut merupakan
representasi dari alam. Bahwasanya manusia sudah seharusnya hidup bersanding
dengan alam.
Saya melihat “Spring, Summer...” tidak
hanya di bagian story saja, melainkan
aspek-aspek yang lain. Anda bisa lihat bagaimana mengagumkannya set dekorasinya
(kuil buatan), seting, hingga pada sinematografi. Dalam cerita, Si Guru dan Si
Murid tinggal dalam sebuah kuil kayu yang mengapung di atas danau. Syuting
berlokasi di Danau Jusan, Provinsi Gyeongsang Utara. Kuil tersebut lebih mirip
seperti perahu rakit dan dapat pula digerakkan ke segala arah. Untuk menuju
kuil kayu tersebut, harus melewati sebuah gerbang yang tergambar dua dewa
penjaga neraka. Keduanya adalah dewa yang diagungkan di wilayah Timur.
Keunikan dari gerbang itu adalah tidak
adanya tembok yang mengelilinginya. Anda juga bisa melihat ke dalam kuil, di
sana juga ada dua pintu yang tidak menyatu dengan tembok. Meski hanya terdiri
dari pintu dan kusen, lewat di tengahnya merupakan sebuah keharusan. Saya tidak
tahu apakah ini ada dalam ajaran Buddha atau hanya ada di kebudayaan Korea,
nilai filosofinya sangat tinggi. Yakni setiap manusia harus melakukan
sesuatunya sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Bukan dengan melawannya. Apa
yang dialami oleh Si Murid, adalah simbol dimana manusia berontak melawan
ketetapan yang telah diberlakukan.
Saya pikir tidak akan cukup untuk menguak segala misteri kehidupan yang tertuang dalam “Spring, Summer...” Ini adalah film yang sangat luar biasa, mengesankan, dan mengagumkan. Setiap bagian detilnya mengandung ajaran yang sangat berarti. Bukan hanya dari cerita saja film ini kuat, tapi juga dari unsur-unsur lain seperti nilai estetikanya. Yang saya ketahui adalah di tiap kebudayaan Timur, nilai estetika memang begitu dijunjung tinggi. ‘Spring, Summer...” adalah film untuk Anda yang memuja keindahan.
Kim Ki-duk is beyond amazing!
BalasHapusPakai Pulsa Tanpa Potongan
BalasHapusJuga Pakai(OVO, Dana, LinkAja, GoPay)
Support Semua Bank Lokal & Daerah Indonesia
Game Populer:
=>>Sabung Ayam S1288, SV388
=>>Sportsbook,
=>>Casino Online,
=>>Togel Online,
=>>Bola Tangkas
=>>Slots Games, Tembak Ikan
Permainan Judi online yang menggunakan uang asli dan mendapatkan uang Tunai
|| Online Membantu 24 Jam
|| 100% Bebas dari BOT
|| Kemudahan Melakukan Transaksi di Bank Besar Suluruh INDONESIA
WhastApp : 0852-2255-5128
Agens128 Agens128