Jangan terjebak akan judul hingga
poster dari film ini. Meski menggunakan nama salah satu dari dinosaurus, tapi
film ini sama sekali tidak bercerita mengenai kadal besar tersebut. Semua akan
kembali pada interpretasi penonton bagaimana menerjemahkan judulnya. Meski di
dalamnya filmnya disebut beberapa kali, tapi saya pribadi lebih suka bila
judulnya merupakan arti secara metafora. “Tyrannosaur” karya debut dari Paddy Considine
ini sebetulnya merupakan drama yang bercerita mengenai pergolakan batin seorang
manusia. Di mana ketika mereka menahan amarah hingga di ambang batas, hal-hal
yang tidak terduga nyatanya mampu terjadi.
Kesal karena masalah judi, seorang
pria paruh baya yang hobi mabuk, Joseph (Peter Mullan) menendang anjing
kesayangannya hingga tewas seketika. Joseph adalah tipikal pria yang mudah naik
darah dan tidak segan melukai siapa saja yang membuatnya marah. Suatu ketika
setelah memukuli beberapa pemuda, ia lalu bersembunyi di sebuah toko kecil
milik Hannah (Olivia Colman). Siapa sangka pertemuan awal tersebut merupakan
awal pertemanan baik mereka berdua. Di balik Joseph, Hannah berlindung dari
kekerasan yang dilakukan oleh suaminya.
Joseph dan Hannah, sebelumnya
diperlihatkan bahwa karakter mereka berdua sangatlah berbeda jauh. Joseph
seorang pemabuk yang mudah marah dan suka memukul, sedangkah Hannah adalah
wanita kalem yang sangat relijius. Dua karakter yang berbeda jauh itu rupanya
mampu berjalan dengan baik seiring berjalannya waktu. Tentunya untuk menuju ke
arah tersebut bukanlah melalui jalan yang mudah. Sebab awal perkenalan mereka
sendiri masihlah dipenuhi perbedaan terutama dari pihak Joseph yang pernah
memaki-maki dan membuat sakit hati Hannah. Mungkin Joseph tidaklah seburuk itu.
Ia masih tahu diri untuk meminta maaf atas apa yang pernah dilakukannya pada
Hannah. Kejadian sebelumnya ketika Joseph memukuli beberapa pemuda pun berakhir
dengan kesadaran dan ada secercah rasa bersalah atas apa yang diperbuatnya. Meski
Joseph mudah naik darah, rupanya ia juga tipe orang yang amarahnya cepat
mereda.
“Tyrannosaur” menyoroti konflik yang
dialami dalam diri manusia. Sebuah konflik yang mempertanyakan mengenai apakah
yang akan dilakukan oleh manusia ketika mereka dalam keadaan tertentu, seperti
marah, sedih, sakit, atau bahagia. “Tyrannosaur” mengambil beberapa contoh
tersebut lewat dua karakter sentral yang digambarkan di sini. Ketika sedang
marah, apakah yang dilakukan oleh Joseph ?. Oh, ternyata ia memukuli orang yang
membuatnya marah tersebut atau mungkin merusak beberapa barang-barangnya. Ketika
sedang marah, apakah yang dilakukan oleh Hannah ?. Oh, rupanya ia lampiaskan amarahnya
itu dengan melemparkan benda-benda sehingga terkadang tampak sedikit menurunkan
nilai relijiusnya. Karakter-karakter tersebut digambarkan dengan begitu
realistis karena apa yang dilakukan keduanya memang bisa terjadi dalam
kehidupan nyata. Paddy Considine dengan bagusnya menggali lebih mendalam antara
dua karakter tersebut. Tentu saja itu juga didukung oleh performa yang outstanding dari Peter Mullan dan Olivia
Colman.
Setiap manusia pada dasarnya memiliki inner demon-nya masing-masing. Terkadang
sisi paling dalam tersebut memang tidak pernah terlihat dari luar. Manakala manusia
dihadapkan dalam keadaan seperti marah atau kesal contohnya, mereka diberikan
dua pilihan untuk menahannya kuat-kuat atau mungkin justru dilampiaskan dengan
hal-hal yang bersifat destruktif. Kesemuanya pun turut ‘bertarung’ melawannya demi
mengharapkan hasil yang berdampak positif. Tapi sayangnya tidak semua manusia
mampu melawannya dan bahkan mungkin cenderung menurutinya. Hal tersebut lantas
dituangkan ke dalam dua karakter yang berbeda watak ini walau kemudian kita
ketahui bahwa dari keduanya memiliki sisi lain yang jauh berbeda. Keduanya mewakili
secara garis besar karakter manusia yang bahwasanya manusia memanglah sulit
ditebak. Ya, hal itu juga berlaku untuk Joseph dan Hannah yang sedari awal
mungkin tidak kita sadari bagaimana sisi terdalam dari mereka berdua.
Sebetulnya naskah yang ditulis oleh Paddy
Considine mungkin teramat predictable.
Tapi kekurangan kecil tersebut mampu ditutupi dengan baik oleh pendalaman
karakter, performa yang sangat bagus, dan pengemasan yang menarik. Kekurangan
itupun lantas seakan tidak memberikan pengaruh berarti pada nilai keindahan
dari keseluruhan film. Peter Mullan memang sanggup membuat saya terpaku oleh
penampilan apik yang dibawakannya. Ia sukses memerankan seorang Joseph yang
tidak memberikan empati pada lawannya, tapi mampu membuat saya mencurahkan
simpati padanya. Considine juga dengan begitu lihainya menyelipkan twist menjelang konklusinya. Sebuah twist yang sebenarnya tidaklah terlalu
menggetarkan, tapi terbukti efektif untuk memperkuat karakter yang ada. Berdasarkan
ulasan sederhana ini, saya rasa Anda sudah memahami betul makna dari kata Tyrannosaur yang menjadi judul film ini.
Serta apa makna yang terkandung di balik posternya lewat gambar rangka Tyrannosaur yang terkubur dalam-dalam di
bawah tanah.
7,5 / 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
AYO KITA DISKUSIKAN !