Pernah melihat perampok
dirampok ?, mungkin hanya ada di film feature-length
ketiga dari Stanley Kubrick ini. The Killing adalah film crime noir yang diangkat dari novel berjudul Clean Break karya
Lionel White. Seperti ulasan saya sebelumnya tentang film noir dari Alfred Hitchcock, Strangers on a Train (1951), The
Killing juga banyak mengangkat aspek ambigu moral dan motivasi seksual (sebagai
tujuan dari tindak kriminal) di dalamnya. The Killing menceritakan tentang lima
orang yang berencana merampok uang sebesar $2 juta dari arena pacuan kuda, dan
hanya ada satu dari kelimanya yang merupakan perampok profesional.
Dia adalah Johnny Clay
(Sterling Hayden), perampok yang baru saja keluar dari penjara itulah yang merencanakan
perampokan tersebut. Untuk memuluskan rencananya, ia merekrut George (Elisha
Cook Jr.) dan Mike (Joe Sawyer) yang bekerja di arena pacuan kuda, target
perampokan. Sisanya adalah polisi korup, Randy (Ted de Corsia) dan Marvin (Jay
C. Flippen) yang memberikan dananya untuk merekrut dua anggota lagi, tapi
dirahasiakan oleh Johnny kepada empat anggota lainnya. Rencana berupa perfect crime telah dibentuk, tapi
masalah datang dari Sherry (Marie Windsor), isteri George, yang mengetahui
rencana tersebut. Kemudian ia melaporkan pada selingkuhannya, Val (Vince
Edwards) untuk ganti merampok Johnny dkk. jika telah berhasil mendapatkan
banyak uang.
The Killing adalah film yang
begitu unik dengan plot reverse
chronology-nya yang dengan detil menampilkan detik-detik menuju aksi perampokan
secara mundur. Bahkan, waktu yang digunakan oleh tujuh orang dalam perampokan
inipun juga dijelaskan secara detil. Tambahan berupa editing dari Betty Steinberg menjadikan pengemasannya begitu
sempurna dalam menampilkan scene by scene
yang saling menumpuk, tapi tetap mudah untuk diikuti. Dari segi teknikalnya
yang luar biasa tersebut, The Killing juga berjalan seimbang dengan cerita yang
ditawarkan berupa rencana perfect crime
yang begitu brillian. Seru dan menegangkan, itulah yang saya rasakan selama 85 menit menontonnya. Setiap
karakter berikut latar belakang dan tujuannya untuk merampok juga dijelaskan
untuk memperkuat karakterisasinya, selain itu juga untuk mempermudah dalam
mengenalinya karena jumlahnya yang cukup banyak.
Selain Johnny, semua yang
berpartisipasi dalam perampokan ini hanyalah orang-orang biasa dengan pekerjaan
‘normal’ mereka. Merampok menjadi jalan satu-satunya untuk mendapatkan uang
lebih demi menutupi segala permasalahan yang mereka miliki. Ambigu moral tersebut
ditampilkan dengan baik oleh Kubrick di sini, contohnya adalah Mike si
bartender yang rela merampok demi istri yang dicintainya sakit keras. Sedangkan
aspek motivasi seksual ada pada George yang ingin menyenangkan istrinya,
Sherry, agar tidak selingkuh.
Meski perbuatan mereka tidak
dapat dibenarkan, tapi perlu diakui bahwa team
work mereka benar-benar luar biasa. Salah satu kunci keberhasilannya tentu
terletak pada Johnny yang seorang perampok profesional, mampu mengendalikan
enam orang yang tidak tahu menahu dalam dunia hitam perampokan. Sebagian besar
peran anggota lainnya hanyalah dengan membuat pengalihan dan sekedar membantu
Johnny mendapat akses masuk ke arena pacuan kuda atau membantu memindahkan
uang. Sedangkan Johnny sendiri bertindak sebagi eksekutor untuk memaksa para
sandera memasukkan uang. Walaupun tidak berlabel ‘perampok pro’, tapi mereka
dapat mengikuti setiap arahan dari Johnny dengan baik.
Hingga saat ini pun, saya baru
menonton dua film noir, sebuah genre film yang bisa dikatakan sudah punah sejak
lama. Saya berharap dari dua contoh ini cukup mampu saya dapatkan informasi
terkait film noir, terutama beberapa hal yang selalu wajib ada di dalamnya. Wanita
materialistis, suasana gang yang gelap dan berasap, dan rencana kriminal yang
rapi adalah sebagian besar hal yang biasanya selalu ada di film noir. Bahkan
ada yang menyebut bahwa dalam film noir sering ada adegan pria yang menawarkan
rokok atau sekedar membelikan minum. Ternyata memang benar bahwa poin-poin itu
ada dalam dua film noir yang sudah saya tonton, salah satunya adalah The
Killing ini.
The Killing memang memiliki
plot yang begitu brillian, terutama dalam rencana perampokan yang begitu jenius
untuk ukuran film di tahun tersebut. Tapi jika dibandingkan dengan karya
Stanley Kubrick yang muncul berikutnya, The Killing memang masih kalah ‘gila’. Gaya
penyutradaan Kubrick yang khas seperti shot
panjang juga belum terlalu terlihat di film ini, tapi akhirnya baru muncul pada
filmnya yang rilis satu tahun kemudian, Paths of Glory. Meski The Killing gagal
dalam pendapatan secara komersial, tapi mendapatkan banyak kritikan positif dan
bahkan berhasil menyandang gelar sebagai film cult. Saya pun tidak bisa untuk tidak mengakui bahwa The Killing
adalah film crime noir yang begitu
luar biasa bagus, mulai dari menit-menit awal hingga klimaksnya, astounding & thrilling.
ATAU
9,5 / 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
AYO KITA DISKUSIKAN !