Apa yang
ada dalam pikiran Anda ketika mendengar film kelas B yang bertemakan hewan
hasil mutasi serta pemangsa manusia ?. Cerita yang konyol dan akting kacangan,
mungkin menjadi salah satu jawabannya. Tapi jangan salah, di balik film tipikal
seperti itu, ada semacam guilty pleasure di dalamnya. Kelucuan demi kelucuan tidak
sedikit hadir dari tingkah bodoh karakter di dalamnya yang mampu mengundang
tawa renyah. Apalagi dipadu practical
effect yang mengagumkan dan tampak nyata jika dibanding dengan CGI, meski
terkadang memunculkan perasaan jijik bagi yang tidak terbiasa menontonnya. Sesuai
judulnya yang berarti ‘tersengat”, film ini bercerita tentang serangan tawon
hasil mutasi yang memangsa banyak manusia.
Julia
(Jessica Cook) adalah gadis mandiri dengan usaha katering bersama Paul (Matt O’Leary)
yang seorang bartender. Diam-diam Paul menyukai Julia. Tapi Julia menganggapnya
tidak lebih hanyalah rekan bisnis dan pribadi yang cukup menyebalkan. Itulah
alasan mengapa Julia selalu bersikap ketus pada Paul. Suatu hari, seorang
nyonya kaya bernama Perch (Eve Slatner) akan mengadakan pesta dan menggunakan
jasa katering milik Julia untuk mempersiapkan segala hidangan. Pesta yang awalnya
tenang-tenang saja, seketika berubah kacau dengan kemunculan ribuan tawon dari
dalam tanah. Setiap manusia yang tersengat, akan mengeluarkan tawon lagi dari
dalam tubuhnya dengan ukuran yang lebih jumbo.
Ini adalah
horror dengan nuansa gore, lalu mengapa saya perlu menuliskan
perasaan hati salah satu karakternya ?. Ini tidak lain karena unsur romance juga sedikit disinggung di sini.
Tapi itu tidak berarti membuat Stung akan menjadi film horror gore dengan kisah
cinta yang dramatis. Romance di sini
tentu saja sangat cheesy dan luar
biasa mudahnya untuk ditebak. Paul yang awalnya tidak mendapatkan atensi sama
sekali oleh Julia, tentu sudah dapat dibaca kemana arah selanjutnya hubungan
mereka. Mari kita lupakan sejenak kisah kasih mereka berdua, dan menuju bagian
pokok dari film arahan Benni Diez ini. Sebelum kita diperkenalkan dengan sosok
Paul dan Julia, pada bagian awal diperlihatkan bagaimana seekor lebah yang
tersengat tawon, kemudian dari tubuhnya keluarlah wujud tawon yang baru lagi. Singkatnya,
tawon super ini tidak sekedar menginfeksi, melainkan menciptakan kehidupan baru
dari tubuh inang yang tersengat.
Apa yang
membuat saya cukup menyukai konsep tawon beracun ini adalah efek yang
dihasilkannya tidak berupa perubahan bentuk tubuh seperti zombi, melainkan
mengeluarkan wujud baru (tawon) dari tubuh yang terkena sengatan. Dengan begitu,
practical effect yang menampilkan
tubuh manusia robek dan terbelah akan dimunculkan di sini. Tapi amat sangat
disayangkan, bagian terbaik dari horror
gore yang sangat saya sukai ini mengapa justru kurang banyak mendapat jatah
untuuk ditampilkan. Kekacauan pesta ketika para tamu yang tubuhnya robek-robek,
memang sangat seru dan menegangkan, tapi alangkah baiknya jika porsinya lebih
diperbanyak pada menit-menit berikutnya. Tapi dapat dimaklumi, mengingat Stung
sendiri juga mengambil set lokasi yang lebih sempit dan jumlah survivor yang sedikit pula, tentunya
akan banyak memangkas adegan gore-nya.
Jika range-nya bisa diperluas seperti
dalam perkotaan, saya yakin Stung bisa lebih ‘gila’ lagi.
Bolehlah
untuk bagian practial effect-nya,
tapi tetap saja kebodohan para karakternya tidak boleh terlupakan untuk
dihadirkan. Mau bagaimana lagi, karena hanya lewat ‘kebodohan’ para karakternya
inilah kelucuan-kelucuan dapat tercipta. Seperti yang terjadi pada walikota
Caruthers (Lance Henriksen) yang sempat sempatnya memikirkan pemilihannya
sebagai walikota periode kedua, meski dalam keadaan dikejar-kejar tawon
seukuran kerbau. Atau Sydney (Clifton Collins Jr.) yang nerd, malah berdebat soal apakah yang mengejar mereka itu lebah
(bee) atau tawon (wasp). Beberapa kali lelucon bodoh yang ditampilkan ini
memang sempat membuat saya tertawa geli. Menyenangkan memang, karena tidak
perlu pusing untuk memikirkan kualitas filmnya yang memang jauh di bawah
rata-rata. Tapi kembali lagi, sangat disayangkan ketika Benni Diez kurang
memberikan porsi yang lebih banyak bagi karakter-karakter bodoh ini. Sangat terasa
sekali ia membuatnya dengan tergesa-gesa untuk segera mengakhirinya melalui
cara pembunuhan terhadap para karakter yang terlalu cepat.
Diez
memang tergesa-gesa untuk mengeksekusinya, tapi dia juga punya ‘senjata’ yang
ia simpan di bagian menit-menit menjelang ending.
Melalui penculikan Paul oleh ratu tawon yang akan menjadikannya suami, Diez
berhasil mempermainkan saya selaku penonton, untuk berfikir bahwa film telah
berakhir. Nyatanya tidak. Aksi kejar-kejaran dengan tawon masih terus
berlangsung dan cukup seru. Sebagai film yang guilty pleasure, Stung memang cukup memuaskan saya dengan adegan
darah-darah dan potongan tubuh manusianya. Tapi saya tetap tidak bisa menolak
untuk mengatakan bahwa potensi untuk menjadi lebih ‘gila’ tidak dapat
dimanfaatkan oleh sang sutradara dengan baik. Akibatnya, Stung jadi terasa
hambar di beberapa momennya. Tapi jika mencari sajian yang tidak perlu memeras
otak banyak, Stung boleh jadi salah satu alternatif utama bagi Anda.
4 / 10
Prediksi togel akurat 100% bisa anda dapatakan di situs kami. Buruan gabung sekarang di https://autojp4d.com/
BalasHapusAUTOJP4D prediksi togel online terbaik. Buruan gabung di situs kami di https://autojp4d.com/
BalasHapus