Sejauh
yang saya ingat, sudah lama sekali saya tidak ‘jatuh cinta’ pada karakter dalam
sebuah film. Kali ini, kembali lagi saya benar-benar merasakan yang namanya
‘jatuh cinta’ pada sebuah karakter film yang sangat tidak biasa. Pasalnya,
karakter yang membuat saya ‘jatuh cinta’ tersebut merupakan vampire. Tapi
tenang dulu, karena vampire yang satu ini jauh dari kata seram, melainkan berwajah
cantik dan memberi efek ‘ngangenin’.
Tinggal
di sebuah kota bernama Shahre Bad/Bad City, seorang pemuda bernama Arash (Arash
Marandi) mengalami peliknya kehidupan dengan menumpuknya hutang yang
diakibatkan oleh ayahnya, Hossein (Marshall Manesh). Ayahnya hanyalah seorang
tua pesakitan, pecandu, dan doyan main perempuan. Ayahnya banyak berhutang pada
bandar narkoba Saeed (Dominic Rains), yang kemudian menyita mobil Arash sebagai
jaminan dari hutang ayahnya. Tak berapa lama, Saeed ditemukan tewas oleh Arash.
Sebelumnya, Arash melihat sesosok gadis dengan burka panjang keluar dari rumah
Saeed, hingga akhirnya ia menemukannya dalam keadaan tewas mengenaskan.
Sehabis
pesta kostum, Arash masih dalam keadaan teler akibat drug yang ia telan. Dengan memakai kostum dracula, ia berjalan seperti orang linglung karena asing dengan
tempat yang ia lewati. Saat itulah, pertemuan kedua Arash dengan gadis si berburka
panjang, sebut saja The Girl (Sheila Vand). Dengan menggunakan skateboard, The Girl mengajak Arash yang
teler ke rumahnya. Pertemuan mereka berdua pun terus berlanjut, dan tidak bisa
dipungkiri bahwa Arash menaruh perasaan lebih pada The Girl.
Karya
debut sutradara Ana Lily Amirpour ini berhasil membuat saya jatuh dalam pelukan
si gadis vampire, dan siap saja saya untuk digigitnya. Saya sangat menyukai
film ini, dan terutama pada kemisteriusan dari The Girl (diperankan oleh Sheila
Vand yang menurut saya pribadi sangat cantik sekali). Karakter vampire The Girl
ini tidak ditampikan dengan menyeramkan, melainkan hanya dengan pakaian kasual
dan burka hitam panjang yang dipakainya ketika malam hari mencari korban. Tentu
saja, aksen taring yang menjadi ciri khas seorang vampire tidak lupa disematkan.
Hidup sendiri dan melanglang buana di malam hari dalam mencari korban, membuat
The Girl menjadi sosok yang kesepian dan butuh seorang teman. Maka dengan
kehadiran Arash, ia mampu menghangatkan malam-malam sepinya The Girl. Bukan
sekedar teman saja malahan, Arash boleh disebut sebagai tambatan hati The Girl.
Nama
Shahre Bad atau Bad City yang menjadi setting film ini, diambil melalui nama
produksi film ini sendiri, Shahre Bad Picture. Dengan bantuan visual hitam
putih, Bad City mampu ditampilkan begitu suram, gelap, dan jauh dari kata
ceria. Meski pengambilan gambarnya sendiri banyak dilakukan di California, tapi
Amirpour cukup berhasil membangun Bad City menjadi sebuah kota yang berbasis di
Iran (Iranian Underworld). Memang
masih ada beberapa kekurangan dalam pembangunan settingnya, tapi semua telah
tertutupi oleh atmosphere gelap yang
tercipta. Sesuai dengan namanya sendiri, Bad City benar-benar kota yang buruk. Buruk
dari suasana yang dihadirkan, buruk pula watak para warganya. Dari semua
karakter yang diperkenalkan di Bad City, semua merupakan orang-orang ‘sakit’.
Hossein si pecandu, Saeed si bandar narkoba, Atti si pelacur, dan Arash si
pencuri. The Girl ?, tentu saja ia pun juga masuk hitungan sebagai bad character. Tapi dalam beberapa
momen, ia turut muncul sebagai punisher bagi
para pendosa di Bad City.
A
Girl Walks Home Alone at Night tampil dengan kemasan neo-classic dengan iringan musik-musik enerjik yang kontras dengan
suasana klasik yang dibangun, tapi sangat asyik untuk dinikmati. Skoring
musiknya juga mampu menghadirkan ketegangan ketika si vampire cantik ini
beraksi dalam mencari korban, atau sekedar ‘iseng’ mengerjai seseorang. Keusilan
dari The Girl tersebutlah yang makin membuat saya begitu gemas dengannya. Apalagi,
ketika melihatnya menari-nari sambil merias wajah dengan iringan musik
koleksinya, semakin saya yakin bahwa saya sudah jatuh pada sosok vampire cantik
ini. Kisah cinta antara Arash dengan The Girl memang bisa dibilang unik. Mereka
beberapa kali bertemu tapi tidak banyak berkomunikasi. Bahkan, mereka sendiri
tidak pernah menyebutkan nama asli masing-masing. The Girl menolak menyebutkan
namanya, sedangkan Arash memakai inisial dracula.
Tapi, chemistry antara keduanya
begitu terpampang jelas bahwa perasaan cinta mereka begitu kuat satu sama
lainnya. Cinta mereka dibuktikan dengan keputusan Arash yang ingin pergi dari
Bad City dan mengajak The Girl menjadi teman pelariannya. Tanpa banyak bertanya,
The Girl pun mengikuti ajakan Arash tersebut.
Meski
ini film horror dengan subyek utama
vampire, adegan The Girl ketika ‘menikmati’ mangsanya tidaklah ditampilkan terlalu
sadis dengan banyak cipratan darah di mana-mana. Bekas gigitan dari para korban
The Girl sendiri juga tidak diperlihatkan secara eksplisit. Dengan kata lain,
film ini banyak mengangkat unsur romance
yang kuat dengan meminimalisir action
sequence, tapi juga tidak menghilangkan ketegangan-ketegangan yang umum ada
pada sebuah film horror. Naskah yang ditulis sendiri oleh Amirpour sebenarnya standard saja, tapi yang menjadi kekuatan
dari film ini sebenarnya terletak pada emotions
& atmosphere yang dibangun, serta chemistry
yang kuat antar karakternya.
A
Girl Walks Home Alone at Night adalah pengembangan dari film pendek yang dibuat
Ana Lily Amirpour di tahun 2011 dengan judul yang sama. Dia telah sukses
membuat film yang benar-benar merebut hati saya dengan karakter vampire cantik
yang diciptakannya. Seorang vampire yang tidaklah membuat saya takut, melainkan
membuat saya semakin tertarik untuk lebih dalam lagi mengenalnya, mencintainya,
dan juga mengenangnya. Benar adanya bahwa si vampir cantik ini telah memberikan
efek ‘ngangenin’.
ATAU
8,5 / 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
AYO KITA DISKUSIKAN !