Taxi Driver adalah alasan saya begitu
menyukai film-film karya Martin Scorsese. Saya sendiri memfavoritkan Taxi
Driver ini dari semua karya Scorsese lainnya. Robert DeNiro yang selalu menjadi
aktor wajib bagi Scorsese hingga era 90-an (kemudian beralih dengan Leonardo
DiCaprio di era 2000-an) benar-benar tampil luar biasa cool dan berkarakter cukup sulit ditebak. Dengan perannya sebagai
supir taksi, kita diajak berkeliling menikmati jalanan Kota New York di malam
hari dan sepak terjangnya dalam pembasmian ‘sampah’ yang menjadikan ia bukan
supir taksi biasa.
Travis Bickle (Robert DeNiro), seorang
mantan marinir perang Vietnam selalu habiskan malam-malamnya untuk menonton
film porno di sebuah bioskop karena sulitnya ia untuk memejamkan mata. Malam
demi malam ia lalui dengan kegiatan yang sama terus tanpa sebuah tujuan. Maka
iapun putuskan untuk melamar menjadi supir taksi, setidaknya ia dapatkan
penghasilan dari sana. Sudah banyak ia dapati berbagai macam pelanggan selama
ia berkeliling dari jalanan Bronx hingga Harlem. Sesekali, ia luangkan waktunya
untuk berkumpul bersama teman-temannya sesama supir taksi.
Pandangan Travis kemudian tertuju pada
seorang wanita cantik bernama Betsy (Cybill Shepherd) yang bekerja pada senator
Charles Palantine (Leonard Harris) yang akan mencalonkan diri sebagai presiden.
Dengan beraninya, Travis mengajak Betsy untuk sekedar minum kopi di luar.
Hubungan mereka berdua awalnya berjalan cukup lancar. Hingga pada akhirnya,
Travis melakukan sebuah kesalahan yang membuat Betsy begitu kesal padanya.
Terjatuh dalam keputusasaan akibat cinta, Travis merasa dirinya semakin lama
semakin kesepian. Ia lalui tiap malamnya hanya dengan berkeliling melihat
‘sampah’ yang memenuhi jalanan. Ia kemudian mantapkan hatinya untuk
membersihkan para ‘sampah’ tersebut apalagi setelah ia mengenal sosok pelacur
cilik bernama Iris (Jodie Foster).
Adegan awal dibuka dengan sebuah mobil
taksi kuning yang melintas di balik asap mengepul dan diiringi skoring musik
dari Bernard Herrmann yang membuatnya nampak bagaikan film horror. Taxi Driver banyak mengambil shot di malam hari dengan gemerlap jalanan Kota New York, sesuai
dengan deskripsi saya mengenai sosok Travis Bickle si supir taksi ini. Travis
Bickle sendiri merupakan sosok vigilante,
ia ingin bersihkan jalanan dari para ‘sampah’ yang memenuhinya. Sampah yang
dimaksud oleh Travis sendiri adalah para pelacur, germo, pecandu, dan kriminal
lainnya dari berbagai kelas. Karakter dari Travis Bickle sendiri memang cukup
sulit untuk ditebak. Ia mudah berubah-ubah. Terkadang ia tunjukkan sikap
sebagai pahlawan (meski lewat cara yang ekstrim), dan terkadang juga ia hanya
diam saja melihat perbuatan jahat di depannya.
Kita lihat bahwa Travis merupakan
segelintir dari supir taksi yang mengais rejeki di jalanan. Mereka melihat dan
alami berbagai macam hal selama menjalani profesi tersebut. Travis, adalah
salah satu dari sekian yang begitu muak dengan keadaan jalanan yang dipenuhi
oleh ‘sampah’ tersebut. Ia inginkan perubahan, yang mana tidak banyak orang
seperti dirinya inginkan. Mungkin kita akan sedikit kebingungan dengan karakter
Travis yang dengan jelasnya begitu membenci praktik prostitusi jalanan, tapi di
sisi lain ia justru banyak habiskan waktu di bioskop porno. Well, Travis just an ordinary
people. Seperti kebanyakan orang yang menyukainya sebagai ‘hiburan’
senggang, tapi di balik itu ada semacam perasaan membenci praktik ‘kotor’
tersebut. Contoh mudahnya, seseorang yang begitu bencinya terhadap prostitusi
atau eksploitasi pada wanita, atau apapun sebutannya, tidak akan menghentikan
orang tersebut menyukai hal-hal berbau porno, bukan ? Saya rasa, di zona tersebutlah Travis berada.
Ada sebuah momen lagi di mana saya
cukup penasaran dengan tingkah Travis yang begitu misterius. Pada bagian awal,
kita akan tahu bahwa Travis begitu setuju dengan keputusan Senator Palantine
yang akan maju sebagai presiden. Bahkan ia sempat mengatakan unek-uneknya
ketika Palantine ada dalam taksinya. Tapi kemudian di luar dugaan, Travis
menunjukkan sikap yang antipati dengan menodongkan ‘sesuatu’ pada Palantine
ketika sedang kampanye. Sebenarnya saya memikirkan 2 jawaban terkait adegan
tersebut, karena pada akhirnya kita sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya
ingin dikeluarkan oleh Travis dari balik jaketnya. Jika itu pistol dan ia ingin
menembaknya, maka hal tersebut merupakan bagian dari percobaan pembunuhan, yang
mungkin saja disebabkan keraguan Travis pada Palantine yang tidak sanggup
membersihkan para ‘sampah’. Ataukah, Travis hanya sekedar ingin memberikan
ucapan selamat, hanya saja ia dicurigai dan membuatnya lari dengan gugup. Setelah
kejadian itupun, kita hanya tahu Travis meminum bir di apartemennya tanpa tahu jawaban
atas apa yang sebelumnya telah ia lakukan.
Tapi secara keseluruhan, kita tahu
bahwa Travis benar-benar serius dalam menangani setiap kejahatan dan dia
bertindak sebagai ‘sang penghukum’ dengan caranya sendiri. Mungkin saja dugaan
saya mengenai keraguan Travis pada senator Palantine ada benarnya juga. Ia ragu
jika senator Palantine kelak tidak sanggup atau mungkin saja enggan dalam
membasmi para ‘sampah’ yang berkeliaran. Sebagai gantinya, Travis pun terjun
langsung ke lapangan dengan mempersenjatai dirinya untuk membasmi para ‘sampah’
tersebut. Saya paling menyukai bagian ketika Travis menyelamatkan Iris dari
lembah hitam dengan meyakinkan Iris untuk kembali ke kehidupannya yang lama. Ia
berusaha keras menjauhkan Iris dari sang germo, Sport (Harvey Keitel). Awalnya,
tindakan Travis itu berjalan dengan tenang tanpa ada kekerasan. Tapi bukan
Travis namanya jika tidak misterius, sifat tidak tertebaknya pun muncul dan
konfrontasi tidak terelakkan.
Dari semua kemisteriusan Travis Bickle
sebagai supir taksi yang tidak terjawab di sini, film ini tetap memberikan
pesona yang luar biasa bagi saya. Dari Taxi Driver ini pulalah, yang kemudian
mengantarkan saya ke film-film besar Martin Scorsese lainnya yang juga tidak
kalah bagusnya. Aspek romance dari
Travis dengan Betsy memang ditampilkan dengan porsi yang tidak terlalu banyak,
tapi dari keduanya sudah menunjukkan chemistry
yang begitu kuat. Performa dari Jodie Foster yang masih cute sebagai pelacur cilik juga patut diacungi jempol. Yang tidak
kalah menarik lagi adalah kemunculan sang sutradara di 2 adegan dalam film ini.
Rupanya, kemunculannya tidak hanya lewat sekilas saja, melainkan turut
memberikan sumbangan berupa peran sebagai seorang pria stres akibat
diselingkuhi oleh isterinya. Jangan lupa pula, salah satu soundtracknya yang berjudul Late
for The Sky, begitu cocok sekali menggambar suasana sepi yang dirasakan
oleh Travis Bickle.
ATAU
9,5 / 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
AYO KITA DISKUSIKAN !