Mungkin tidak semua orang akan menikmati crime – dark comedy yang bisa dinilai minim action sequence dan komedi yang ditawarkan juga cenderung tidak
membuat tawa dengan level LOL, atau mungkin malah sama sekali tidak tertawa.
Bisa saja itu merupakan kesan pertama bagi yang belum terbiasa menonton crime – dark comedy, seperti halnya saya
saat pertama kali menonton Pulp Fiction (1994), ‘tersesat’ dan tidak tahu cara
menikmatinya. In Bruges adalah debut feature-length
film Martin McDonagh yang sangat
memenuhi ekspektasi saya sebagai film di genre ini. Gelap, tragis, tanpa
melupakan kesan lucu di dalamnya.
Dua pembunuh bayaran, Ray (Colin Farrell) dan Ken (Brendan Gleeson)
diminta oleh sang bos, Harry (Ralph Fiennes) untuk segera pergi menuju Bruges
di Belgia, sampai menunggu instruksi berikutnya. Peristiwa tersebut terjadi
tepat setelah Ray membunuh orang yang diminta Harry dan secara tidak sengaja
telah menewaskan seorang anak kecil. Sesampai di Bruges, tinggallah Ray dan Ken
di sebuah hotel. Ray awalnya begitu terlihat membenci kota Bruges, atau mungkin
pengaruh perasaan bersalahnya setelah membunuh anak kecil yang tidak berdosa.
Tapi kemudian, Ray mulai betah setelah kencan dengan gadis lokal bernama Chloe
(Clémence Poésy). Ray tidak menyadari, bahaya besar tengah mengancamnya.
Hingga sekitar setengah jam film berjalan, masih belum nampak jelas
film ini bercerita tentang apa. Yang ditampilkan berulang kali hanyalah
perdebatan kecil antara Ray dan Ken terkait Kota Bruges yang dibencinya. Ken
juga sering mengajak Ray untuk berjalan-jalan menikmati keindahan Kota Bruges,
meskipun ia sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan di sana. Film berjalan
dengan tempo menengah hingga adegan di mana Ray dikhianati oleh Chloe, yang
ternyata dia adalah pencuri spesialis turis. Apakah sudah jelas kemana arah
film ini ?, masih belum ternyata. Cerita masih berputar-putar pada kegiatan Ray
dan Ken di Bruges sambil menunggu instruksi berikutnya dari Harry. Meski masih
samar-samar jalan ceritanya, tapi In Bruges sama sekali tidak membosankan,
justru semakin asyik untuk diikuti karena rasa penasaran yang besar akan tujuan
sebenarnya dari film ini bercerita.
Sesuai dengan namanya, dark
comedy, banyak lelucon segar lewat dialog-dialog yang dilempar oleh Ray dan
Ken. Seperti contohnya ketika mereka saling curhat akan kesalahan di masa lalu
dengan mellow dramatis, tiba-tiba berubah menjadi perdebatan panas hanya karena
sudut pandang mereka dalam bercerita. Selain itu, masih banyak sekali lelucon
lain yang efektif memancing tawa saya, bahkan hingga mendekati akhir film. Lelucon-lelucon
khas dark comedy itulah yang membuat
tensi saya tidak menurun menikmati film ini, meskipun saya sendiri masih meraba-raba
tentang apa garis besar dari ceritanya. Naskah yang ditulis sendiri oleh Martin
McDonagh sukses menghidupkan karakterisasi dari Ray dan Ken sebagai hitman dengan sisi humanismenya yang
kuat, begitu juga dengan Harry yang meski porsi kemunculannya tidak terlalu
banyak.
Banyak dialog panjang khas dark
comedy mungkin bisa berpotensi membuat Anda bosan ketika menontonnya. Tapi
percayalah, dari dialognya tersebutlah yang membuat karakter-karakter di sini
begitu kuat, dan saya sarankan untuk tidak men-skip dialog panjang tersebut demi mendapatkan esensinya. Seiring
berjalannya durasi film, maka sedikit demi sedikit mulai jelas tujuan dari
Harry menempatkan Ray dan Ken ke Bruges. Tentu saja, saya tidak akan
menuliskannya secara gamblang di ulasan ini, karena saya khawatirkan dapat
merusak keasyikan dalam menikmati In Bruges. Semakin jelas arah ceritanya,
semakin jelas pula bagaimana kelucuan-kelucuan yang dihadirkan meski
berbalutkan unsur gelap kriminal. Ralph Fiennes sukses memerankan bos hitman yang kejam, kasar,
mengintimidasi, tapi sangat sayang dengan anak-anak. Colin Farrell dan Brendan
Gleeson juga bagus dengan karakter yang mereka mainkan. Tapi bagi saya pribadi,
Colin Farrell lah yang terbaik di sini dengan karakter Ray yang kadang-kadang
emosional melebihi batas, tapi tetap memiliki kelucuan di baliknya. Seperti
inilah karakter yang biasa muncul dalam film crime - dark comedy,
sangat salah besar jika Anda berfikir mereka ditampilkan dengan komikal, karena
mereka tetap apa adanya sebagai pelaku kriminal yang kejam dan sadis.
Plot dari In Bruges sendiri sebenarnya cukup sederhana sekali, tapi
Martin McDonagh berhasil mengemasnya dengan baik berikut formula dark comedy-nya, sehingga plot yang
sederhana tadi mampu terlihat begitu mewah dan brillian. Dua momen paling lucu
yang tidak boleh Anda lewatkan tentu saja saat Ray dan Ken yang saling curhat
tentang kesalahan di masa lalu serta ketika Ken yang terpaksa harus menghabisi
Ray. Menghabisi ?, ya, mungkin akan terdengar sadis dan ironis, tapi adegan
tersebut justru dikemas dengan begitu lucunya. Puncaknya adalah klimaks dari In
Bruges yang begitu mengejutkan dan tidak pernah terbayang sebelumnya akan
berakhir dengan keadaan tersebut, benar-benar dark, sadis, tapi juga lucu. Sebagai tambahan, sempat ada beberapa scene yang menampilkan gore meski tidak secara eksplisit. Jika
Anda pecinta film-film action khas
Jason Statham, saya tidak menggaransi bahwa Anda akan menyukai action dalam film ini, yang ada mungkin
Anda akan bosan dan mengakhirinya. Tapi bagi saya, In
Bruges adalah karya debut yang sangat memuaskan.
ATAU
8 / 10
thanks bro
BalasHapus