Butuh penyegaran ekstra dalam
mengatasi kejenuhan akan film-film Hollywood yang cukup sering saya tonton.
Saya luangkan khusus untuk hari ini menikmati film-film non-Hollywood demi
mencari nuansa, style, dan taste yang baru. Di hari yang cerah ini,
pilihan jatuh pada film dari Tiongkok yang dibintangi salah satu aktor legenda martial art-nya, Gordon Liu. Seru,
menegangkan, astounding, bahkan lucu
di beberapa momennya. Seperti yang sering saya tulis di tiap ulasan, classic martial arts dari Tiongkok
selalu memiliki tempat tersendiri di hati saya. Karena dengan menontonnya, saya
merasa kembali ke masa kecil yang penuh hiburan seru ini di beberapa stasiun
tv.
Seorang pemuda ahli beladiri, Ho Tao
(Gordon Liu) menolak keras perjodohan yang dilakukan ayahnya untuk
menikahkannya dengan gadis Jepang bernama Yumiko Koda (Yuka Mizuno). Yumiko
sendiri merupakan puteri dari rekan bisnis ayah Ho Tao di Jepang. Tapi begitu
melihat Yumiko secara langsung, tiba-tiba Ho Tao langsung merasa suka dan
pernikahan mereka pun tidak lama digelar. Di awal pernikahan, Ho Tao dan Yumiko
nampak rukun-rukun saja. Permasalahan awal muncul ketika Yumiko yang ahli
karate ini mulai salah tempat dalam mempraktekkan keahliannya. Adu argumen
antara Ho Tao dengan Yumiko pun sering terjadi. Yang membuat Ho Tao begitu
kesal adalah Yumiko sering menjelek-jelekkan seni bela diri Tiongkok dan lebih
banyak mengunggulkan bela diri Jepang.
Permusuhan Ho Tao dengan Yumiko
awalnya terlihat sepintas seperti bermain-main saja. Tapi lama kelamaan, Yumiko
mulai berlaku sangat kasar hingga sempat melukai Ho Tao. Kesombongannya membuat
Ho Tao begitu sebal. Yumiko pun kembali ke Jepang, dan di sana ia bertemu
kembali dengan teman masa kecilnya yang seorang ahli Ninjutsu, Takeno (Yasuaki Kurata). Berharap Yumiko kembali, Ho Tao
mengirimkan surat padanya. Tapi, surat tersebut malah direspon Takeno sebagai
tantangan dan penghinaan akan bela diri Jepang. Tidak terima, Takeno bersama 7 ahli
bela diri lainnya datang ke Tiongkok untuk beradu kekuatan dengan Ho Tao. Berhasilkah
Ho Tao menang dan meluruskan kesalahpahaman tersebut ? Serta akankah Yumiko
kembali ke pelukan Ho Tao ?
Untuk urusan martial-art, saya beranggapan bahwa yang ada di film-film Tiongkok
klasik (70an-80an) jauh lebih memukau, keren, dan begitu mengena. Bahkan sering,
unsur komedi slaptick-nya juga
terselip di adegan action tersebut. Hal
itulah yang mulai jarang saya temukan di film-film Tiongkok dewasa ini. Misalkan,
seperti adegan pertarungan para pendekar di kedai, pasti melibatkan destruksi
besar-besaran mulai dari meja dan kursi (sering juga mempermainkan 2 benda ini),
tapi kesannya tidak sampai fatal brutal. Meski sedikit, tetap ada saja unsur
lucu di dalamnya. Begitu pula yang ada di Heroes of The East ini, sungguh
klasik, lucu, dan sangat memorable. Selain
itu tidak lupa pula banyak menggunakan pemandangan indah sebagai background tiap adegan pertarungannya
yang semakin menambah kesan anggunnya para petarung dari Timur ini. Pemandangan
indah yang saya maksud bukanlah pemandangan alam asli, melainkan penggunaan set decorative yang banyak dikerjakan di
studio. Berbeda dengan film Tiongkok sekarang yang lebih banyak manipulasi CGI,
tapi masih terlihat sangat kasar dengan hasilnya.
Heroes of The East bercerita tentang
pertarungan seorang pemuda ahli bela diri bernama Ho Tao dengan sekelompok ahli
bela diri dari Jepang. Dalam film-film Tiongkok klasik, saya sangat sering
sekali menemui tema pertarungan yang mengkaitkan 2 rumah besar martial-art ini, Tiongkok dan Jepang. Keduanya
selalu menjadi rival abadi (bahkan hingga sekarang dari berbagai bidang). Biasanya,
cerita yang sering diangkat adalah penjajahan bangsa Jepang yang kemudian membuat
para ahli bela diri Tiongkok memberikan perlawanannya dengan berbagai macam
jurus dalam kung fu. Dari banyak yang
saya tonton, mungkin yang paling saya ingat sampai sekarang adalah Shaolin vs.
Ninja (1983) atau The Legend of Fist Fury (1994). Heroes of The East bisa dibilang memiliki
cerita yang tidak cheesy, serta kuat
dengan filosofi 2 bangsa yang dibawa ke dalamnya, berbeda dengan film-film
lainnya yang cenderung lebih ‘memojokkan’ pihak Jepang sebagai tyrannical conqueror. Memang benar, tapi
film ini lebih mengajak berfikir dengan sudut pandang yang lebih luas mengenai
keanekaragaman bela diri.
Untuk urusan bela dirinya sudah tidak
perlu dikomentari lagi, yang pasti super keren. Apalagi jurus Japanese Crab Fist milik Takeno yang
begitu totally awesome!. Tidak mau
kalah, Ho Tao pun mengeluarkan jurus Chinese
Crane Fist sebagai pesaingnya, meski saya pribadi jauh lebih memilih ‘si
kepiting’ yang lucu tapi mematikan. (Maaf) Perlu saya spoiler sedikit bahwa di film ini sama sekali tidak ada karakter
yang mati karena pertarungan. Tidak ada pembalasan dendam pula di sini. Karena
seperti yang saya tulis sebelumnya, bahwa pertarungan yang diangkat ke dalam
film ini memang murni berdasar tantangan antara perwakilan 2 bangsa yang
memiliki kelebihan dalam hal bela diri. Meskipun awalnya, tantangan tersebut
merupakan sebuah kesalahpahaman. Segala perbedaan akibat pandangan awal antar
jenis bela diri itu, mampu disatukan dan saling memberi pengertian satu sama
lain.
Kebanyakan, film-film Tiongkok klasik lebih
massive di bagian action, daripada harus mengeksplorasi
lebih dalam lagi mengenai storyline-nya.
Tapi, mayoritas penonton (kemungkinan Indonesia) tidak mau ambil pusing terkait
cerita yang dihadirkan, karena yang paling penting action-nya seru, penonton puas. Nah, Heroes of The East ini adalah
segelintir yang memiliki pondasi kuat di cerita, serta seimbang dengan action-nya. Komposisi keduanya begitu
pas, tidak hanya menjadikannya seru, lucu, tapi juga penuh meaning untuk selalu menghargai perbedaan dan jangan terlalu ‘mendewakan’
kelompok sendiri. Best Scene dalam
film ini tentu saja saat ahli kendo
(Riki Harada) berhasil dikalahkan Ho tao, lalu ia serahkan pedangnya sebagai perwujudan
semangat bushido. Arti dari Heroes of
The East sendiri tidaklah merujuk pada Ho Tao seorang, melainkan juga bagi para
penantang dari Jepang. Karena sesungguhnya, keduanya merupakan pahlawan dari masing-masing
bangsanya. Adegan ditutup dengan begitu keren dan penuh respect.
ATAU
8,5 / 10
Dimana ini Hero of The East bisa ditonton?
BalasHapus