Mari
kita bicarakan ‘seni.’ Saya percaya, setiap individu memiliki sudut pandang
berbeda. Menganggap bahwa seni itu menangkap sebuah gambar yang beremosi,
mereka memilih fotografi. Menganggap bahwa seni itu menangkap sebuah gerak
obyek, mereka memilih film. Menganggap bahwa foto tidaklah realistis, mereka
memilih melukis. Dan masih banyak lainnya. Bagi saya sendiri, seni itu menyoal
‘kejujuran.’
Beberapa
tahun lalu, saya sempat kecanduan YouTube
sebagai obat insomnia. Di sana saya
menemukan jutaan video yang sangat menghibur. Yang paling sering saya tonton
adalah video tentang fail dan prank. Saya menyukainya karena lucu dan
tanpa rekayasa.
Waktu
berjalan. YouTube terus menanjak
sebagai wadah masyarakat demi mempopulerkan jati dirinya. Untuk bisa menarik
perhatian, tentu dibutuhkan sebuah karya yang bagus. Masalahnya terletak pada
ambisi yang besar ke sana, kadang tidak dibarengi dengan kejujuran berkarya. Desas
desus bahwa banyak video prank hasil rekayasa,
meninggalkan pertanyaan. Masihkah disebut sebagai karya seni?
Keluarga
Fang yang terdiri dari Caleb (Jason Butler Harner), Camille (Kathryn Hahn), dan
dua anak mereka, Annie dan Baxter, kerap membuat sensasi di publik. Mereka
membuat semacam video prank untuk
menarik atensi khalayak ramai yang tanpa sadar meyeret mereka ke dalamnya. Ada
kepuasan tersendiri ketika masyarakat secara emosional terjatuh dalam skenario
mereka. Keluarga Fang menyebutnya dengan ‘seni.’
Keluarga
Fang merasakan sebuah ketenaran akibat ulahnya itu. Tidak jarang, kontroversi
meliputinya. Tapi kini, Annie dan Baxter telah dewasa. Annie (Nicole Kidman)
menjadi aktris, sedangkan Baxter (Jason Bateman) seorang novelis. Mereka kini
hidup di ‘dunia’ masing-masing. Tak lagi ingin ternaungi bayang-bayang kedua
orangtuanya (Christopher Walken dan Maryann Plunkett berperan sebagai versi
tua), Annie dan Baxter menganggap bahwa seni yang diajarkannya hanyalah semu.
Keluarga
fenomenal ini sekarang hanya tinggal sejarah. Annie dan Baxter tak ingin lagi
melanjutkan apa yang dahulu melambungkan nama mereka. Kini mereka hidup
terpisah. Tapi sebuah insiden yang dialami Baxter, membuat dirinya dan Annie
bertemu lagi dengan orangtuanya. Tentu ada sebuah kekhawatiran di sini. “Anggap
saja sebuah reuni,” mungkin pikir Baxter dan Annie.
“The
Family Fang” diawali sebagai drama berbalut komedi. Lantas di pertengahan, film
ini berubah menjadi misteri tatkala Caleb dan Camille menghilang dalam sebuah
kecelakaan. Polisi setempat menduga bahwa ini adalah kasus pembunuhan. Ada dua
jawaban berbeda di kubu Annie dan Baxter. Annie yakin bahwa hilangnya mereka
adalah bagian skenario. Namun tidak dengan Baxter, ia menduga ada unsur
kriminal menimpa orangtuanya.
Film
ini berhasil menarik perhatian saya bahkan sedari sekuen awal. Dengan anteng,
saya ingin mengikuti tingkah polah keluarga unik ini. Mereka membuat video prank bukan? Tapi apakah mereka
melakukannya demi popularitas? Tidak. Mereka memiliki idealisme tinggi dengan
menyebutnya seni. Ini semua soal seni. Klasifikasinya dijelaskan secara
personal lewat Keluarga Fang di sini, namun secara esensi bersifat universal.
Saya
sangat menyukai film ini. Menyukainya dari awal, tengah, hingga akhir. Naskah
dari David Lindsay-Abaire, dengan mengadaptasi novel berjudul sama karya Kevin
Wilson, membuat saya bisa masuk ke dalam narasi. Saya seolah menjadi saksi akan
kenyentrikan Keluarga Fang. Di satu sisi, saya juga merasakan personalitas tiap
karakternya, khususnya pada Annie dan Baxter. Memahami kegundahan mereka yang
ingin terlepas dari ‘permainan’ kedua orangtuanya.
Pada
bagian ini, saya melihat adanya permasalahan lazim dalam sebuah struktur
keluarga. Orangtua, biasa merefleksikan buah pikirnya ke dalam anaknya, menghasilkan
kepribadian bentukan. Masalah muncul ketika sang anak memiliki ideologi
tersendiri dan jalan yang dipilih pun berbeda. Saat itulah, anak merasa bahwa
selama ini didikte dan dikendalikan.
“The
Family Fang” adalah film tentang disfungsional dalam keluarga. Ini juga tentang
orangtua yang overbearing. Caleb dan
Camille adalah contoh kekuasaan absolute
orangtua pada anaknya. Dimana, anak menjadi korban penanaman ideologinya. Ingat,
anak tak harus seperti orangtuanya.
Jason
Bateman sendiri yang menyutradarai “The Family Fang,” tanpa disangka mampu
mengarahkan film yang sukses pula mengarahkan saya ke dalamnya. Ini film yang
kompleks. Ini soal seni sebagai pandangan bebas setiap manusia. Ya, manusia
bebas memilih seni sesuai kehendak mereka. Ini juga soal bagaimana manusia
memilih hidupnya, bukan bagian kendali dari pihak lain.
Dalam Website Poker Vita menyediakan games seperti Texas Poker, Capsa Susun, Bandar Poker, Domino QQ, Adu Q, dan Bandar Q.
BalasHapusBanyak masyarakat Indonesia telah mengenal permainan judi online dari berbagai server perjudian online
Informasi Lebih Lanjut:
Bbm : D88B0154
Whatsapp : +62 812-222-2996
|lINK KAMI di : POKERVITA.LIVE