Hampir semua film karya Master of
Suspense selalu bernuansakan crime
dan thriller. Meski classic dan sebagian besar filmnya masih
hitam putih, tapi ketegangan yang diciptakannya masih dapat dirasakan oleh yang
menontonnya di era ini. Strangers on a Train adalah crime thriller yang
kental dengan elemen Noir, salah satu dari karya Alfred Hitchcock favorit saya.
Bagi yang belum tahu, Noir adalah film drama
crime yang banyak menekankan pada keambiguan moral karakternya dan motivasi
seksual dalam setiap tindak kriminal yang dijalankannya. Aspek tersebut sangat
terasa dalam film ini.
Seorang pemain tenis amatir bernama Guy Haines (Farley Granger) tengah
pergi menemui istrinya, Mirim (Laura Elliott) untuk membicarakan perceraian
mereka. Dalam perjalananannya di dalam kereta, ia bertemu pria misterius yang
mengaku bernama Bruno (Robert Walker) dan ia berusaha akrab dengan Guy. Bruno
yang tahu skandal Guy dengan putri seorang senator, Anne Morton (Ruth Roman),
menawarkan diri untuk melakukan swap
murders atau pertukaran pembunuh. Bruno mencoba membantu Guy dalam melenyapkan
istrinya, dan Guy harus membantu Bruno untuk menghabisi ayahnya, dengan tujuan
untuk menghilangkan motif. Perfect Crime
pun tercipta. Akankah Guy menyetujui penawaran pria misterius bernama Bruno
tersebut ?.
Diangkat dari novel tahun 1950 karya Patricia Highsmith dengan judul
yang sama, atmosfir menegangkan telah terasa meski baru di menit-menit awal
film berjalan. Sebuah strategi pembunuhan yang begitu brilliant terjadi dalam waktu yang singkat dan dibuat oleh orang
yang begitu jenius dan tahu mengenai situasi dan kondisi. Kelihaian Bruno dalam
berbicara dan tahu banyak tentang latar belakang Guy, membuatnya cepat akrab.
Bruno yang memiliki masalah pribadi dengan ayahnya, mencoba memanfaatkan celah
dalam hubungan Guy yang bermasalah dengan istrinya yang bitchy dan materialistis. Guy yang ingin menikahi putri senator
demi karir politiknya, boleh dibilang memiliki alasan yang kuat untuk
menghabisi istrinya, apalagi ketika istrinya ternyata menolak untuk bercerai
demi memanfaatkan uang yang diberikan Guy.
Meski pelaku kriminal telah dimunculkan sejak awal, tetapi sama sekali
tidak menurunkan ketegangan yang dibangun. Ketegangan justru semakin menguat
ketika Bruno menagih terus janjinya pada Guy untuk membunuh ayahnya. Ketegangan
demi ketegangan terus menerus dibangun hingga menit-menit berakhirnya film. Salah
satu faktor kesuksesannya tentunya adalah pada naskah bagus yang mampu
menghidupkan karakter Bruno yang psikopat, dan di satu sisi membuat penonton
akan merasakan menjadi Guy yang paranoid. Dari segi akting, Robert Walker lah
juaranya di sini. Ia bermain begitu apiknya menjadi seorang psikopat yang begitu
mengintimidasi dan menebar terror
tiada henti. Karakter Bruno ini sedikit mengingatkan saya pada karakter
psikopat yang diperankan Kevin Spacey dalam Se7en (1995) atau The Usual Suspect
(1996).
Guy yang memiliki skandal perselingkuhan dengan Anne Morton dan begitu
membenci istrinya, memang sempat memiliki niat sekilas untuk membunuhnya. Niat
jahat yang dipicu oleh perasaan emosi sesaat tersebutlah yang memicu miss-understanding dengan Bruno, hingga
akhirnya membuatnya dicurigai dan diawasi terus oleh 2 orang detektif. Keambiguan
moral dari sosok Guy Haines tersebut ditampilkan dengan begitu bagusnya. Jika
Anda pernah menonton Match Point (2005) nya Woody Allen, ada karakter utama di
film tersebut yang juga ditampilkan dengan keambiguan moral dan bahkan ada
beberapa poin yang membuatnya mirip dengan sosok Guy di sini. Keduanya
sama-sama pemain tenis amatir, menikahi wanita kaya dengan tujuan besar, ada
perselingkuhan yang dilakukan, dan keduanya memiliki akhir cerita yang mirip
pula. Bisa jadi, Strangers on a Train ini menjadi inspirasi Woody Allen dalam
membuat Match Point.
Strangers on a Train dieksekusi dengan sangat bagus sekali, seru, dan
menegangkan. Best scene di sini tentu
saja saat Guy tengah bermain tenis dan di tempat lain, Bruno bersiap untuk
menjebak Guy atas pembunuhan terhadap istrinya. Bagian ini sangat seru sekali,
karena Guy harus bertarung melawan waktu dalam menyelesaikan permainan tenisnya
untuk bisa menghentikan Bruno. Kamera tiada henti menampilkan scene by scene dengan
begitu dinamisnya. Adegan kejar-kejaran antara 2 detektif dengan Guy pun tidak
terelakkan, dimana saat itu Guy juga tengah mengejar Bruno. Efek beruntun
kejar-kejaran ini menciptakan ketegangan di satu sisi, dan menciptakan komedi
hitam di sisi yang lain.
Strangers on a Train memang belum bisa disebut sebagai masterpiece-nya Alfred Hitchcock,
menurut saya. Tapi film crime se-brilliant ini boleh dibilang berada di
level atas dibanding film crime
kontemporer lainnya. Tidak saya sangkal, bahwa film ini telah masuk ke daftar
karya Alfred Hitchcock favorit saya, meskipun belum bisa menyawai Vertigo
(1958) atau Psycho (1960). Jangan lupa, cameo
sang Master of Suspense menjadi
salah satu daya tarik di tiap film-filmnya, dan cobalah untuk menemukannya di
film ini.
ATAU
9 / 10
Cameo-nya Alfred Hitchcock waktu ngangkat alat musik besar naik ke atas kereta api setelah Guy turun dari KA.
BalasHapussaya juga lagi asik2nya nonton film2 klasik... nemu reviewnya di sini..
BalasHapus