Film arahan Elizabeth Allen ini adalah erotic thriller yang memberikan ketegangan dalam memacu adrenalin
audiens bukan melalui adegan-adegan sadis atau mencekam seperti dalam film
bergenre serupa. Melainkan lewat kucing-kucingan karakternya dalam usahanya
menghindari setiap permasalahan yang akan datang. Ketegangan tersebut tercipta
dari rasa takut dan was-was para karakternya sehingga hal itu cukup efektif
memberikan dampak bagi audiens. Memang tidak ada ekspektasi tinggi pada film
yang satu ini, namun ia sanggup menjadi guilty
pleasure yang begitu menyenangkan tanpa harus terbebani lewat setiap
konflik yang ditampilkan.
Sesuai judulnya, dapat diterjemahkan dengan mudah bila film ini
bercerita tentang kesialan seseorang akibat kesalahan yang sebelumnya dianggap
enteng. Si sial tersebut adalah Doug Martin (Nick Jonas), pendatang baru dalam
kehidupan Lena Harper (Isabel Lucas) yang statusnya masih bersuami. Doug
bekerja pada Elliott (Dermot Mulroney), yang tidak lain merupakan suami dari
Lena. Hubungan terlarang mereka itu berlangsung cukup lama tanpa sepengetahuan
dari Elliott. Berawal dari rasa suka hingga menjadi teman tidur, kesialan besar
telah menanti dan siap menghancurkan kehidupan Doug.
Doug adalah sosok pemuda kutu buku yang tidak neko-neko. Tidak pernah
sekalipun terlibat dalam masalah yang besar. Ia seorang yang canggung apalagi
dalam berhubungan dengan wanita. Hingga kemudian datanglah Lena yang telah
bersuami bagaikan wanita penggoda yang siap menjerat siapapun pria yang
ditemuinya. Cukup menggelikan menurut saya, Doug yang sedari awal terlihat
sebagai pemuda baik-baik menunjukkan transformasi yang terasa terlalu cepat
untuk menjadi selingkuhan dari Lena. Tanpa menjelaskan motivasi terdalam
seorang Doug selain karena ‘cinta’, hubungan keduanya semakin konyol di saat
Doug dengan sekejap menjadi ‘serigala’ kelaparan. Berbeda dengan Lena yang
cukup memiliki motif dikarenakan suami yang kerap berlaku kasar, namun hal yang
sebaliknya terjadi pada Doug. Menggelikannya lagi keduanya bagaikan ‘kesurupan’
setiap berhubungan seks tanpa tahu dalam zona aman maupun tidak.
Seperti dalam film-film sebelumnya, Isabel Lucas tetap tampil sebagai
wanita penggoda penebar nuansa erotisme kental. Paling terbaru dapat dilihat
dalam “The Loft” yang tayang beberapa bulan yang lalu. Sebenarnya saya tidak
begitu mempermasalahkan karakter yang ia perankan, sebab keganjilan lebih
banyak terlimpahkan pada karakter Doug. Terlihat berlebihan memang, bila harus
mengomentari karakter dalam tipikal film seperti ini. Namun memang
pembentukannya cukup mengganjal di bagian awal-awal. Akibatnya, paruh awal
tersebut terasa begitu membosankan dan terlalu banyak diisi kucing-kucingan
antara Doug dan Lena dengan Elliott. Untung saja tidak berapa lama kemudian
Elizabeth Allen segera melemparkan twist
di pertengahan yang menandai dimulainya segala ketegangan dan sedikit mengerjai.
Akhirnya semakin jelaslah pada konflik yang memuncak dan mulai terbaca arahnya.
Seperti yang saya singgung di paragraf awal, ketegangannya hadir lewat
posisi Doug yang terjepit di antara pilihan-pilihan yang sulit. Menimbulkan
ketakutan dan was-was yang sesekali juga hadir dalam perasaan saya. Setelah
paruh awalnya ia kucing-kucingan dengan Elliott, maka sisanya kemudian menjadi
bagian aparat penegak hukum yang ganti mengejar Doug ke sana dan ke mari.
Sebagai orang yang awalnya ‘bersih’ dan lantas mendapat perkara yang
memberatkan, tentu saja bayang-bayang kelam terus menghantui. Kesan itu
diperkuat lewat Doug yang mulai mencurigai bahwa setiap orang memberikan
pandangan mata yang tidak biasa kepadanya. Dari titik ini, karakter Doug mulai
terlihat menyenangkan ketika ia mulai diposisikan sebagai ‘korban’. Menyenangkan,
sebab kita melihatnya sebagai sosok ‘bodoh’ dan dengan mudahnya kita akan
melampiaskan segala kesalahan itu kepadanya.
Sebagai thriller yang tidak
terlalu ‘pintar’, entah itu lewat karakteristiknya atau alibi-alibi pada
karakternya, “Careful What You Wish For” masihlah menawarkan kesenangan yang
lumayan menghibur. Selalu ada saja ganjalan yang muncul di tiap bagiannya,
salah satunya seperti twist bodoh
yang merupakan ‘pelarian’ tergampang bagi sang sutradara. Tapi karena filmnya
sendiri dibuat dengan sedemikian rupa tanpa harus terlihat cerdas, maka tiap
ganjalan tersebut tidaklah terlalu berpengaruh. Dengan begitu, film ini sudah
masuk guilty pleasure yang lumayan
menyenangkan. Dengan mengesampingkan segala kekurangan yang ada, film ini
tetaplah memiliki poin kuat yang diharapkan tepat sasaran bagi penonton.
Semuanya sudah jelas tersampaikan dari judul film yang mengisyaratkan untuk tetap
‘berhati-hati’ dalam setiap tindakan agar tidak terlalu jauh atau kelak akan
menyesal seperti apa yang ditimpa oleh Doug. Sederhana,
tapi lumayan efektif memberi peringatan.
5,5 / 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
AYO KITA DISKUSIKAN !