Apa jadinya bila kehidupan para vampir diekspos lebih mendalam,
meliputi bagaimana cara mereka mencari korban, hubungan romansa hingga
persahabatannya dengan sangat detil ?. Mungkin semua itu bisa ditemukan dalam mockumentary asal Selandia Baru karya
Taika Waititi dan Jemaine Clement ini. Tapi tenang saja, karena ini mockumentary, para vampirnya pun tampil
menggemaskan dan komedinya siap mengocok perut Anda. Meski film yang merupakan feature dari short movie tahun 2006 dengan judul sama ini terlihat konyol, namun
komedi hitamnya tidak lantas membuatnya terlihat bodoh dan kacau. Malahan tiap
lelucon yang ada diracik dengan begitu cerdas dan si pembuatnya pun tahu timing dalam menempatkannya. Maka
jadilah sebuah mockumentary yang mengangkat
tema yang tabu dan juga serius namun sukses memancing tawa bagi siapapun yang
menontonnya.
Bercerita tentang mansion kuno yang dihuni oleh empat vampir kuno, yaitu
Viago (Taika Waititi), Vladisvlav (Jemaine Clement), Deacon (Jonathan Brugh),
serta Petyr (Ben Fransham) yang usianya telah mencapai 8.000 tahun serta mirip Count Orlok. Kecuali Petyr yang paling tua, mereka selalu habiskan malam di jalanan
Kota Wellington untuk mencari korban. Suatu ketika bawahan Deacon yang seorang
manusia, Jackie (Jackie van Beek), membawakan mantan pacarnya, Nick (Cori
Gonzalez-Macuer) untuk dihisap darahnya. Berharap Nick mati, namun yang ada ia justru
menjadi vampir dan kemudian bersahabat dengan Viago dkk. Iapun menikmati
menjadi vampir dan malah mengajak temannya yang seorang programer komputer, Stu
(Stu Rutherford), untuk bergabung.
Pertama yang perlu saya garis bawahi terkait film ini adalah bahwa film
ini tidak mencoba menampilkan kehidupan vampir dengan penuh candaan. Namun yang
ada adalah tiap hal yang diekspos dalam kehidupan vampir ini justru hadir
dengan serius, kelam, misterius, dan tentunya sadis. Tidak segan-segan pula adegan
berdarah-darah nan sadis tidak luput untuk ditampilkan. Karena pada dasarnya
ini adalah komedi, adegan sadis yang ada malah terlihat lucu dan konyol. Tapi
tetap tidak bisa dipungkiri bila tindak tanduk para vampir di sini jelas terlihat
mengancam dan berbahaya. Apalagi dengan mudahnya mereka membaur dengan
sekeliling hingga tidak nampak bahwa mereka adalah vampir. Kecuali para kameramen
yang sedari awal sudah tahu tentang jati diri mereka. Diceritakan pula para
kameramen di sini harus memakai salib untuk bisa melindungi diri selama
mengambil gambar. Nah, terdengar serius bukan ?. Padahal bila kita resapi,
komedi hitam ini terasa sangat lucu sekali.
“What We do in The Shadows” banyak menyoroti kehidupan para vampir yang
selama ini belum banyak diketahui oleh banyak orang (dengan komedi tentunya).
Berfokus pada kesemua karakter utama di sini, kita akan melihat segala
permasalahan yang sering dihadapi oleh para vampir ini. Seperti romansa,
persahabatan, hingga kegundahan yang datang ketika selesai menghisap darah
manusia. Contohnya adalah Viago, ia masih mengharapkan cinta dari wanita yang
dulu pernah ia sukai yang kini telah menjadi nenek-nenek. Untuk melupakan
cintanya tersebut, ia nekat mencari kekasih dari golongan manusia. Tapi
sayangnya karena tergiur dengan darah, kencan tersebut selalu berakhir dengan
tewasnya gadis yang ia kencani. Kejam namun menimbulkan tawa. Hal lucu dan konyol
lainnya yang menjadi bahasan di sini adalah persahabatan dengan ‘mantan’
korban. Ya, Nick awalnya adalah ‘makan malam’ bagi Viago dkk. Namun karena
gigitan dari Petyr tidak sampai menewaskannya, dua bulan kemudian iapun jadi
vampir dan kini malah menjadi satu gang.
Dengan melihat label indie dalam
film ini, tentunya properti pendukungnya terlihat standard karena filmnya sendiri juga berbiaya murah. Performa para cast yang ada juga tidak sampai stellar bahkan ada yang masih terasa
kaku sekali. Walau begitu, segala kekurangan tersebut rasanya tidak berarti
sebab film ini sudah begitu solid di
bagian cerita daripada harus tampil ‘gaya’. Duo Waititi dan Clement begitu
lihainya dalam menghasilkan naskah yang bagus sehingga film sederhana ini mampu
tampil dengan begitu memikatnya. Komedi hitamnya juga tidak tampil nanggung
apalagi asal tempel. Sang filmmaker
begitu jenius dalam meletakkannya dengan timing
yang sempurna sehingga hasilnya tidak ada lelucon yang gagal membuat
tertawa. Berhubung ini adalah komedi hitam yang sangat pekat, pastinya tidak
sampai membuat Anda tertawa sampai level terbahak-bahak. Cukup dengan senyum
simpul sederhana, maka artinya film ini telah sukses merebut hati Anda. Tapi
jika Anda menganggapnya tidaklah lucu, maka selera humor Anda patut
dipertanyakan.
Ada banyak ide segar nan brilian yang dibawa Waititi dan Clement ke
dalam film ini. Apalagi kalau bukan menertawai sesuatu yang masih dianggap
serius, sebab memang itulah dasar dari sebuah komedi hitam. Mereka juga
menggali lebih dalam mengenai sisi-sisi
yang mungkin masih banyak menjadi pertanyaan oleh para pecinta horror. Secara tidak langsung mereka
melemparkan pertanyaan seperti misalnya, “apa yang akan terjadi bila korban
dari vampir kemudian bertemu dengan yang menggigitnya ?. Mungkinkah mereka
bermusuhan atau malah menjadi teman” ?. Pertanyaan-pertanyaan yang mungkin
(tidak) pernah terlintas di pikiran itupun sanggup dijawab oleh Waititi dan
Clement dalam film ini dengan cara yang bagus pula. Pertanyaan semacam itu
bukanlah pertanyaan yang konyol atau bodoh, malah sebaliknya sangat cerdas.
Sebab kita tidak akan pernah tahu jawabannya hanya dengan menonton film-film horror bertemakan vampir atau zombi mainstream,
misalnya. Maka di sinilah Waititi dan Clement hadir menjawab pertanyaan tabu
tersebut.
Sudah banyak film yang menyelipkan komedi hitam di dalamnya dan
kebanyakan tema yang diusung tidaklah jauh dari crime (walau ada beberapa dari horror).
Dengan ide baru berupa sisi lain dari seorang vampir, “What We do in The Shadows”
kembali hadir membawa angin segar untuk sub-genre
(komedi hitam) ini. Sangat lucu, menyenangkan, dan menghibur. Tiap bagiannya
sangat disayangkan untuk dilewatkan apalagi twist
di akhir yang sungguh kocak. Akhirnya, saya dapatkan lagi salah satu film terbaik
di tahun ini.
9 / 10
suka banget nih film! wkwkw, kocak abis
BalasHapus