Jika Anda pernah mengalami insomnia
dan butuh cara yang tepat untuk menanganinya dengan segera, maka “Cooties”
boleh jadi pilihan utama. Pemilihan tema zombie
apocalypse-nya semakin mempertegas bahwa tema semacam ini masihlah tetap
eksis demi menjaring penonton. Apalagi “Cooties” dikemas dengan banyak komedi
bodoh di dalamnya yang diharapkan efektif menciptakan rasa kantuk yang sangat.
Maka dengan menontonnya, “Cooties” lewat arahan Cary Murnion dan Jonathan
Milott serta naskah tulisan Ian Brennan dan Leigh Wannell telah membantu Anda secara
penuh jika mengalami gangguan tidur di malam hari. Apa yang saya alami adalah
bukti nyata keampuhan yang dimiliki oleh “Cooties” ini. Bahkan saya pun sudah
tertidur sementara filmnya berjalan di pertengahan.
Kekacauan berupa serangan zombie dalam “Cooties” ini berawal ketika
seorang siswi SD Ft. Chicken memakan chicken
nugget busuk yang mengeluarkan semacam cairan hitam di dalamnya. Tidak
berapa lama, ia terinfeksi dan menularkan virus itu lewat gigitan pada
teman-temannya yang lain dan mulai menyebar ke seluruh sekolah. Seorang guru
pengganti sekaligus penulis novel debutan, Clint (Elijah Wood) bersama
guru-guru konyol lain di sekolah tersebut pun harus terjebak di antara
kerumunan zombie dan berusaha untuk melarikan diri. Dengan berbagai senjata
yang dibuat apa adanya, mereka harus bisa menembus barikade zombie SD itu.
Sebelum narasi dari filmnya bercerita, “Cooties” diawali dengan opening credit yang memperlihatkan
secara gamblang proses pembuatan chicken
nugget mulai dari penyembelihan ayam hingga ke pengolahan tahap berikutnya.
Sebuah pemandangan yang menurut saya cukup membuat mual bahkan bila
dibandingkan dengan film gory sekalipun.
Sebagai seseorang yang mengaku menyukai gory
horror dengan tingkatan paling gila sekalipun, cukup aneh juga bila visual
yang sebenarnya lumrah itu malah membuat saya eneg. Tapi beralasan juga
mengingat setiap adegan gore dalam
film murni fake dan dibuat dengan
tujuan hiburan. Sedangkan apa yang saya lihat di sini benar-benar terlihat
seperti nyata. Baik, kembali ke chicken
nugget tersebut, makanan itulah yang kemudian menyebarkan virus zombie
kepada anak-anak yang memakannya. Sebuah penggunaan sumber kekacauan yang mungkin
sedikit nyeleneh bila dibanding dengan film zombie-apocalypse
lainnya.
Dalam “Cooties” ini, kita akan diperkenalkan dengan banyak
karakter-karakter bodoh alias kurang normal yang lumayan memancing tawa.
Mungkin tidak akan saya sebutkan secara mendetail dengan harapan Anda mencoba
untuk menontonnya sendiri demi membuktikan seberapa tingkat ketidak normalannya
tersebut. Mungkin hanya karakter Clint beserta dua siswa selamat saja yang
boleh dikatakan sebagai ‘manusia’ pada umumnya. Selain itu semuanya bodoh dan
tidak berotak. Komedi yang hadir di paruh awalnya lumayan lucu sehingga
meningkatkan atensi menontonnya dan menunggu apa saja kekonyolan yang akan
dihadirkan berikutnya. Komedinya yang lucu itu tidak hanya hadir dari dialog
bodohnya saja, melainkan juga aksi para zombie SD yang kerap kali ciptakan tawa
segar. Namun cukup disayangkan adalah pada bagian make-up yang kurang maksimal
sehingga para zombie rekaan itu tampak kurang nyata dan sekilas terlihat hanya
sekedar main poles saja.
Ketidak normalan yang ada dalam “Cooties” merupakan daya tarik yang
dimiliki. Baik itu lewat karakter yang hadir maupun lewat zombie attack-nya. Semakin tidak normal dan bodoh maka semakin
menarik pula untuk ditonton. Dalam sebuah film yang mengutamakan ketidak
normalan itu sebagai amunisi utama untuk mengikat penonton, maka sebaliknya
bila muncul bagian ‘normalnya’ tentunya akan mengurangi keasyikan film itu
sendiri. Hal itu juga yang terjadi dalam “Cooties” ini. Kemunculan bagian
normalnya itu justru malah mengurangi keasyikannya. Bila paruh awal “Cooties”
terasa begitu menyegarkan, namun tidak untuk di bagian tengah hingga akhirnya. Ia
terasa ‘normal’ dan datar layaknya film-film zombie-apocalypse lainnya. Akibatnya ia menjadi menjemukan sebab
tidak ada lagi hal baru (kebodohan) yang bisa ditawarkan. “Cooties” terlihat
sekali memiliki proporsi yang tidak seimbang, filmnya menyenangkan di bagian
awal namun mulai menurun di pertengahan hingga akhir.
Walau tema yang diusung sudah sangat usang sekali, tapi “Cooties”
mencoba mendobrak pakem yang sudah ada dalam zombie-apocalypse. Seperti contohnya virus zombie dari chicken nugget itu hanya menyerang
mereka yang belum mengalami masa pubertas saja. Jadinya tidak semua karakter di
sini bakal menjadi zombie sekalipun mendapat gigitan atau cakaran. Selain
melawan dari pakem yang umum ada, “Cooties” sepertinya juga menyelipkan
beberapa isu-isu sosial di dalamnya yang menjadikannya tetap menarik. Yang
paling kentara tentunya adalah masalah gaya hidup tidak sehat lewat junk food yang kerap kali dijual kepada
siswa-siswi melalui kantin sekolah mereka. Junk
food itu pada akhirnya melemahkan fisik maupun kecerdasan para siswa-siswi
yang tidak lain dapat dimetaforakan sebagai perubahan bentuk ke dalam wujud
zombie. Mereka berontak dan menuntut keadilan kepada para pihak-pihak tidak
bertanggung jawab yang selama ini telah mencekoki dengan makanan-makanan sampah
serta cara mengajar para guru yang kacau balau.
5 / 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
AYO KITA DISKUSIKAN !