Kalau
sudah bisa soal perang, hal-hal yang sering terlintas adalah masalah permusuhan
dan perpisahan antar golongan. Jika kita melihat dua kelompok yang saling
berperang, warga sipil kerap menjadi korban dari ketamakan penguasa yang hanya
mementingkan kekuasaan dan membanggakan masing-masing golongan.
“Tangerines”
yang masuk dalam nominasi Oscar (kategori Film Asing Terbaik) tahun 2015 lalu
ini mengangkat konflik tersebut. Dari film ini kita bisa belajar banyak dari
efek yang ditimbulkan oleh perang. Kebencian antar golongan tidak bisa
dihindarkan. Lewat film ini jika kita bisa memetik hikmah bagaimana kita bisa
memanusiakan sesama manusia.
Seting
yang digunakan dalam “Tangerines” adalah pada Perang Abkhazia tahun 1992-1993.
Perang ini terjadi antara Georgia dengan Abhkaz yang didukung oleh Rusia. Tersebutlah
sebuah daerah Abkhazia yang dihuni oleh banyak etnis dari Estonia. Namun sebab
perang tersebut, banyak etnis Estonia yang kebanyak seorang petani kembali ke
negara asalnya.
Di
sana hanya tinggal Ivo (Lembit Ulfsak)—seorang tukang kayu pembuat peti buah,
Margus (Elmo Nüganen)—petani jeruk, dan Juhan (Raivo Trass)—seorang
dokter. Jika Margus sedang menunggu penjualan hasil panen untuk kembali ke
Estonia, Ivo tidak menjelaskan alasannya dengan rinci untuk tetap di sana.
Namun dalam sebuah adegan, ia mengatakan bahwa menyukai dan membenci Abhkazia.
Suatu
ketika di dekat perkebunan jeruk Margus, terdapat konfrontasi antara tentara
Georgia dengan tentara Chechen, sekutu dari Abkhaz. Beberapa korban mati dalam
insiden tersebut. Tapi di antara semuanya, Ivo dan Margus berhasil
menyelamatkan Ahmed (Giorgi Nakashidze)—tentara bayaran dari Chechen dan Miko
(Mikheil Meskhi)—tentara Georgia.
Ivo
merawat keduanya di dalam rumahnya. Bisa dipastikan apa yang terjadi bila dua
orang ini saling bertemu. Benar saja, Ahmed yang terlebih dahulu siuman setelah
terluka akan mengancam membunuh Niko. Ivo yang bijaksana melarang keras apa
yang akan dilakukan Ahmed. Jika pun harus melakukan, Ivo menyuruh Ahmed
menyelesaikannya di luar rumahnya. Ahmed pun menepati janji.
Perseteruan
keduanya tidak bisa dihindarkan. Ahmed dan Niko kerap saling mengejek satu sama
lain. Kebencian keduanya semakin menjadi-jadi tatkala mereka membawa kebanggaan
akan etnis mereka. Masalah siapa yang berhak tinggal di tanah Georgia juga
dibawa. Di saat kondisi semakin memanas, Ivo dengan bijaksananya melerai
mereka. Sungguh ironis, dua orang etnis asli dari Abhkazia itu justru
diselamatkan dan mendapat pelajaran penting dari orang asing.
Melihat
percikan-percikan amarah dan benci antara Ahmed dan Niko, Ivo hanya bisa
menjadi pihak penengah. Ia sama sekali tidak peduli dengan permusuhan mereka
berdua. Yang ada dalam benaknya hanyalah menyelamatkan seseorang yang sangat
membutuhkan daripada harus memikirkan masalah perang etnis tersebut. Padahal,
Ivo memiliki masa lalu sangat kelam dengan perang itu.
Saya
dan Anda pasti sudah bisa membaca kemana arah film yang disutradarai oleh Zaza
Urushadze ini. Apabila dua orang yang saling bermusuhan tinggal dalam satu atap
setelah peristiwa sulit yang dihadapi, kelak keduanya akan menjadi rukun.
Naskah tulisan Zaza Urushadze tidak bisa untuk tidak memasukkan turning point semacam itu. Pada
akhirnya, “Tangerines” menjawab jika perbedaan kelompok/etnis tidaklah masalah
lagi demi wujudkan perdamaian.
Pesan
yang ingin disampaikan Zaza Urushadze dalam “Tangerines” sangat padat sekali
menurut saya. Ini bukan soal anti perang semata, melainkan bagaimana menjadi
manusia dan memanusiakannya. Dengan tokoh sentralnya Ivo, ia menunjukkan cara
memperlakukan manusia. Tidak peduli ia dari etnis mana, semua diperlakukannya
dengan baik. Ia menghormatinya tanpa perlu membawa masa kelamnya pada urusan
dalam menyelamatkan Ahmed dan Niko.
Ini
juga tentang kepercayaan dalam memegang janji. Bahwasanya ketika seseorang
saling mempercayai satu sama lainnya, ia telah menganggapnya sebagai manusia.
Ivo mempercayai sepenuh hati apa yang diikrarkan oleh Ahmed dan Niko. Keduanya
berjanji untuk tidak saling membunuh selama di rumah Ivo. Tapi jika kepercayaan
diabaikan, perasaan marah karena tidak dihargai akan menjadi pemicu
permasalahan.
ijin copy kak ya
BalasHapusinternet gratis xl