Saya
siap saja jika disebut tidak tahu apa-apa soal “Warcraft.” Seperti dalam ulasan
“The Angry Birds Movie,” saya ungkapkan jika bukan seorang gamer. Malah tidak tahu banyak soal game baik PC, konsol, atau Android. Untuk menilai kualitas
“Warcraft,” tentu saja saya tidak berkaca pada game-nya. Akan tetapi murni pandangan saya terhadap filmnya secara
keseluruhan.
“Warcraft
: The Beginning” arahan Duncan Jones (“Source Code” 2011) adalah film over-the-top dari semua segi. Film ini
ibaratnya juga adalah panggung pamer CGI. Hampir 90% semua bagiannya diambil
menggunakan CGI. Berbeda dengan “Avatar” (2009) yang lebih membumi, “Warcraft”
cukup menyakitkan bagi mata saya. Terlalu banyak CGI juga rupanya kurang cocok
dengan saya.
Cukup
dilihat dari visualnya, “Warcraft” tentulah berbujet selangit. Permasalahannya
adalah bahwa kebanyakan film yang lebih digenjot penampilannya, ternyata
dangkal di bagian cerita. Itulah kesan pertama saya pada “Warcraft.” Yah, tidak
salah juga. Saya yakin pula tidak hanya saya yang merasakan hal serupa.
Baik
kita mulai langsung ke sinopsis. “Warcraft” ini menceritakan peperangan antara
ras manusia dengan Orc. Alam tempat manusia disebut Azeroth, sedangkan milik Orc
disebut Draenor. Dikarenakan Draenor telah menderita, seorang Orc penyihir
bernama Gul’dan (Daniel Wu) ingin menyatukan seluruh klan Orc. Kumpulan pasukan
mereka disebut dengan Horde.
Baik,
kita kembali ke Azeroth. Di sini ada sebuah kerajaan yang tenang dan damai,
Stormwind. Dipimpin Raja Llane Wrynn (Dominic Cooper)—lembut di luar, tangguh
di dalam. Suatu ketika komandan militer dari Stormwind, Anduin Lothar (Travis
Fimmel) lewat bantuan dukun muda, Khadgar (Ben Schnetzer) mendapati bahwa sihir
jahat tengah masuk ke Azeroth.
Benar
saja, sihir jahat yang disebut Fel itu berasal dari Gul’dan yang akan menyerang
Azeroth bersama Horde. Gul’dan menggunakan roh makhluk hidup untuk dihisap,
lantas ia gunakan untuk membuka gerbang antara Draenor dan Azeroth.
Tentu
saja Azeroth mendapat ancaman yang amat sangat serius. Maka dari itu, Lothar
dan Khadgar meminta bantuan kepada Guardian bernama Medivh (Ben Foster). Ia
dipercaya menjaga Azeroth selama bertahun-tahun dari berbagai ancaman dari
luar. Tugas Azeroth dan kerajaan aliansi kemudian adalah mempertahankan dari
serangan Horde. Di satu sisi, Khadgar mengetahui ada pihak yang sengaja
mengundang Horde untuk masuk menuju Azeroth.
Pada
bagian awal, sebagai seseorang yang tidak pernah memainkan dan tidak tahu
banyak soal “Warcraft,” saya tersesat. Saya benar-benar bingung dengan para
karakter serta konflik apa yang mendasari permusuhan antara manusia dan Orc.
Charless Leavitt dan Duncan Jones lewat naskah tulisannya rupanya urung untuk
menjelaskan. Naskahnya sendiri juga seolah ‘pilih kasih.’ Tentu bagi yang awam
seperti saya, ini sebuah upaya ‘penyesatan.’
Di
luar naskahnya yang kacau, beberapa aspek lainnya mendukung semakin lemahnya
film ini. Salah satunya ada di bagian editing.
Pergantian antar adegan yang satu dengan yang lainnya begitu kasar. Imbasnya
adalah ketika sebuah adegan belum saya pahami dengan baik, adegan lain
tiba-tiba muncul terselip. Jelaslah kalau ini mengganggu dalam proses
konsentrasi.
Mungkin
saya terlalu berlebihan. Tapi paling tidak untuk akting seharusnya diperhatikan
dengan baik. Duncan Jones sepertinya terlalu ingin cepat menyelesaikan bagian live-action, dan lebih banyak fokus di
bagian CGI. Akibatnya tentu akting para cast
menjadi tampil seadanya. Kurang nyaman untuk didengar dan dilihat. Saya ambil
contoh; adegan mengatur strategi perang yang harusnya serius saja terdengar
begitu menggelikan.
Saya
akui Duncan Jones telah bekerja keras dalam memaksimalkan CGI untuk semesta
dalam “Warcraft” ini. Tapi seharusnya jangan lupa pula, bila para cast juga butuh bimbingan untuk tampil
lebih baik. Bila mengingat jajaran cast
yang bukan nama besar memang patut dimaafkan. Akan tetapi hal itu tidak lantas
membiarkan mereka harus berakting ala kadarnya.
Sudah
performa di bawah rata-rata, nihil eksplorasi antar karakter juga sangat
mengganggu. Belum sempat saya tahu siapa karakter ini dan itu, perang sudah
berkecamuk. Mungkin satu saran saya, “Warcraft” bisa lebih menyenangkan jika
meminimalisir CGI. Dengan praktikal efek dan kostum yang lebih banyak, bisa
membuatnya lebih baik dan terasa klasik. Mungkin.
Lah masnya nonton di mana? Nonton 3d-nya dibioskop ngga sampai bikin sakit mata kok,CGI-nya g natural tapi pas dan sesuai gamenya kok
BalasHapus