Pada 6 Januari 2002, publik digemparkan dengan headline dari Koran Boston Globe yang bertuliskan “Church allowed
abuse by priest for years.” Berita tersebut ditulis oleh Michael Rezendez,
salah satu anggota Tim Spotlight dari The Boston Globe. Pada saat itu, berita
tersebut menjadi salah satu yang paling hangat diperbincangkan setelah insiden
9/11. Terhitung sejak hari itu, korban dari pelecehan seksual oleh para pendeta
kemudian memberanikan diri membuka suara. Kasus hebat itulah yang menjadi
materi pokok dalam film yang diarahkan dan ditulis oleh Tom McCarthy serta John
Singer.
Sesuai judulnya, film ini berfokus pada Tim Spotlight bentukan dari The
Boston Globe. Tim ini mengkhususkan diri dalam menginvestigasi kasus-kasus
besar dan prosesnya mampu memakan waktu panjang. Anggotanya terdiri dari Walter
Robinson (Michael Keaton), sebagai editor
serta akrab dipanggil Robby. Disusul kemudian tiga reporter : Michael
Rezendez (Mark Ruffalo); Sacha Pfeiffer (Rachel McAdams); Matt Carroll (Brian
d’Arcy James); dan Ben Bradlee Jr. (John Slattery) sebagai deputy editor.
Sedikit yang saya tahu soal koran di Amerika, kebanyakan dari mereka
yang bekerja berasal dari putra-putri daerah. Mereka juga membawa nama besar
kota beserta kebanggaannya. Seperti halnya Tim Spotlight dalam The Boston
Globe, kesemua anggotanya berasal dari Boston dan dibesarkan dalam keluarga
Katholik. Ini penting, sebab kasus yang ditangani itu akan memberikan dampak
yang besar pada beberapa karakter di dalamnya. Tidak lama datanglah Marty Baron
(Liev Schreiber), editor baru di Tim
Spotlight. Berbeda dengan lainnya, ia berasal dari Miami.
Investigasi besar itu dimulai dari pelecehan seksual yang dilakukan
oleh seorang pendeta. John Geoghan namanya. Yang menjadi permasalahan adalah
ketika Kardinal Law dari Uskup Besar Boston diduga mengetahui hal itu namun
malah mendiamkannya. Berawal dari satu nama pendeta, fakta-fakta baru berhasil
didapatkan. Pada tahap awal, ada tiga belas nama berhasil dikantongi. Salah
seorang mantan pendeta yang kemudian menjadi psychotheraphist, Richard Sipe (disuarakan oleh Richard Jenkins,
sebab kemunculannya hanya lewat suara di telpon), memberikan tambahan informasi
bagi Tim Spotlight lewat Michael Rezendez. Mengejutkan—jumlah tersangka
membengkak menjadi sembilan puluh.
Istilah yang paling tepat untuk menggambarkan kasus tersebut adalah
“fenomena puncak gunung es.”Coba bayangkan saja; jika satu pelaku saja bisa
menghancurkan masa depan puluhan anak, bagaimana dengan jumlah pelaku yang
mencapai puluhan ? Ini hanyalah sebatas kasus yang mampu mencuat ke permukaan
saja. Bagaimana dengan lainnya ? Pastinya jumlahnya jauh lebih besar dengan
ruang lingkup yang lebih luas pula. Lebih mencengangkan lagi, Tom McCarthy
secara eksplisit memaparkan data-data skandal yang belum terbongkar di lebih dari
lima puluh tempat di dunia. Benar-benar horror.
Di luar konfliknya yang diangkat dari kejadian nyata tersebut,
“Spotlight” menunjukkan bagaimana kerja sesungguhnya di dunia jurnalistik.
Salah satunya yaitu dengan kerja tim yang solid
akan menghasilkan pencapaian yang maksimal. Seorang jurnalis pun juga harus
dituntut berani menyuarakan kebenaran/apa adanya. Iming-iming dalam bentuk apa
pun yang bisa merusak citra jurnalis harus dihindari. Dalam “Spotlight” ditunjukkan
oleh kinerja Tim Spotlight yang kuat meski pun tidak jarang banyak kesulitan
dihadapi. Pada akhirnya kerja keras mereka dalam memublikasikan kasus itu
membuahkan Pulitzer Prize pada tahun 2003.
Jauh sebelum menonton “Spotlight,” saya sudah berkeinginan menjadi newspapermen. Kini setelah melihat sepak
terjangnya dengan cukup jelas, keinginan itu menjadi lebih besar. Sejak dulu,
melihat image jurnalis dengan memo
kecil dan mesin ketik tua selalu terlihat keren. Meski pun dalam dunia modern kini segala keterbatasan macam
itu telah teratasi, sosok jurnalis yang old
fashioned masihlah tetap menarik. Karakter Michael Rezendez yang dimainkan
oleh Mark Ruffalo adalah yang paling berenergi di film ini. Dandanannya kasual,
geraknya cepat, oportunis, cakap, tidak jarang lari ke sana ke mari mengejar
waktu. Semangatnya bagaikan informasi yang dituntut untuk selalu baru. Itulah
jurnalis !
“Aku berhenti ke gereja bersama nenekku,” kata Sacha Pfeiffer kepada
Michael Rezendez. Mereka berdua tampak mengobrol ringan di balkon. Namun isi
obrolannya ternyata jauh lebih berat dari kelihatannya. Bagian terakhir ini
adalah turning point bagi semua karakternya.
Pfeiffer adalah seorang Katholik taat. Bersama dengan neneknya, ia ke gereja
tiga kali seminggu. Sedangkan Rezendez, ia ingin kembali aktiv ke gereja
seperti masa kanak-kanaknya. Dahulu ia sangat menyukainya. Tapi kini semua
sudah berubah. Kenyataan telah membalikkan perspektiv mereka 180 derajat.
eh nanya dong, opening scene nya itu apa ya? maksudnya ada hubungannya ga sama jalan ceritanya, atau cuman sebatas adegan pembuka aja? btw, nih film keren bgtt! menit awal sih rada bingung tp masuk pertengahan langsung jelas.oh iya, feeling ane kok si rezendes ini korban jg ya,dr mulai dia curhat ke sacha ga pernah ke gereja lg karna alesan khusus or pas dia ke bawa emosi karna beritanya ga buru2 di terbitin ,haha entahlah.. sayang bgt kalo oscar nantinya pulang ga bawa apa2.
BalasHapusya jelas ada,opening di kantor polisi yg mana disitu ada karakter Cardinal Law yg kalau ga salah dalam 1 ruangan di kantor polisi sedang "mengimingi" seorang ibu yang bisa jadi orangtua dari korban pencabulan. yang kebetulan juga di kantor polisi kan ada si Geoghan itu. CMIIW :D
BalasHapusSepertinya bagus ditonton, rating IMDB-nya tinggi ini.
BalasHapusBandar Kartu Online PALING Murah Bisa Pakai Pulsa!!!
BalasHapusBISA BAYAR PAKAI PULSA TELKOMSEL XL & AXIS
YANG GAME DARI KAMI YANG TERLENGKAP
MULAI DARI |POKER | CEME | DOMINO99 | OMAHA | SUPER10 |
Permainan Judi online yang menggunakan uang asli dan mendapatkan uang Tunai
> Minimal Deposit : 10.000 > Minimal Withdraw : 20.000
> Bonus RAKEBACK Tiap Minggu > Proses Deposit & Withdraw PALING CEPAT
> Support Semua Bank Lokal di Indonesia
Bayar Pakai OVO
Bayar Pakai Gopay
Bayar Pakai Pulsa
WhastApp : 0813-3355-5662
WWW POKERAYAM CC