John McNaughton sudah dikenal lama
dengan karya-karyanya di ranah horror
dan thriller. Saya mengakui bahwa
“The Harvest” adalah film pertamanya yang baru saya tonton. Impresi pertama
saya adalah bahwa sutradara yang sudah memiliki imej kuat dengan horror – thriller ini memang patut diakui kecerdikannya dalam meramu materi
menjadi sajian yang mengundang ngeri. Tentunya, tidak lupa film terbarunya ini
(rilis dua tahun lalu) memberikan hiburan yang menyenangkan. Karena belum
pernah sekalipun menikmati film-film McNaughton sebelumnya, jadi bagaimana
karakteristik penyutradaraannya masih belum familiar
dalam otak saya. Di antara semuanya, ada satu judul yang tidak asing bagi saya,
yaitu “Henry : Portrait of a Serial Killer” (1986). Anda sudah pernah
menontonnya ?
Seorang remaja terbaring di atas
kasurnya sembari mengusir burung yang mengusik pohon jagung yang ditanamnya
dari balik jendela. Mengapa ia tidak mencoba keluar ?. Remaja tersebut
mengalami kelumpuhan sedari kecil dan membuatnya terasing dari dunia luar. Ia
adalah Andy (Charlie Tahan, pengisi suara Victor Frankenstein di
“Frankenweenie”, 2012). Satu-satunya temannya adalah Maryann (Natasha Calis),
yang baru saja pindah selepas meninggalnya ayahnya. Persahabatan keduanya tidak
berjalan mulus. Ibu Andy, Katherine (Samantha Morton) menentangnya dengan
alasan demi penyembuhan kemampuan berjalan Andy. Suatu ketika, Maryann
menemukan fakta mencengangkan di dalam basemen rumah Andy. Apa yang ada di
dalamnya ?.
“The Harvest” berisi formula yang
dimiliki oleh sebagian besar coming-of-age
drama. Seorang remaja kesepian karena terbentur kekurangan, terkurung
sendiri dalam kamar, dan mengharapkan teman bermain. Andy mengalami hal
sedemikian rupa, home schooling
dengan ibu yang over-protective,
semakin disempurnakan dengan fisiknya yang rapuh dan pucat. Cara bicaranya yang
terkadang terbata-bata, memberikan kesan kuat dan Charlie Tahan patut diapresiasi
dengan aktingnya tersebut. Di sisi lain ada Maryann, gadis seumurannya yang
masih dalam tahap ‘penyembuhan’ atas duka pasca ditinggal ayahnya. Maryann
tipikal gadis tomboy dan periang.
Sayangnya, lingkungan baru kurang begitu bersahabat. Maka, Andy adalah
penyelamat masa sepi bagi Maryann.
Sebelum meyakinkan diri bahwa apa yang
tengah saya tonton adalah horror –
thriller, “The Harvest” (rilis di Inggris dengan judul “Can’t Come Out to
Play”, sesuai tagline-nya) berjalan
dengan cukup pelan sebelum adegan di besmen. Ya, adegan di besmen. Salah satu
elemen wajib yang biasanya muncul dalam film-film bergenre serupa dengan
memanfaatkan haunted house sebagai tema utama. Besmen yang
gelap gulita nan pengap, menyimpan banyak misteri di dalamnya. Hantu masa lalu
dari era Victoria, monster hasil
eksperimen, dan berbagai macam creature
contohnya. “The Harvest” memilikinya, termasuk seting rumah khas farmhouse dengan kesan eerie meski dari penampakan luarnya
saja.
Yang perlu diketahui adalah bahwa John
McNaughton tidak akan menunjukkan hantu pada Anda di sini. Tapi ia akan
mempermainkan psikologi Anda dengan kenyataan pahit sampai sedikit gory yang membuat rasa ngilu. Di sini,
McNaughton tidak ubahnya M. Night Shyamalan yang doyan bermain dengan twist. Masih tetap membuat kaget, walau
saya yakin sebagian besar dari Anda sudah terbiasa dengan pembelokan karakter
semacam ini. Asal tahu saja, sebelum saya menonton “The Harvest”, saya sempat
menonton “The Visit” (2015) yang disebut sebagai ucapan “selamat datang kembali”
bagi M. Night Shayamalan. Hasilnya ?—sangat mengecewakan. Kekecewaan tersebut sampai
membuat saya enggan untuk menuangkannya dalam tulisan. Tapi sudahlah. Saat ini
saya hanya ingin fokus dengan “The Harvest”.
Ada empat cast utama yang memberikan energi kuat dalam film. Charlie Tahan
dan Natasha Calis yang belum terlalu dikenal luas ternyata sanggup memberikan
performa yang menawan. Chemistry
keduanya kuat untuk menghidupkan masing-masing karakter. Samantha Morton juga
mampu mewakili peran seorang ibu yang begitu menyayangi putranya tanpa terasa
melewati batasan menjadi terlalu protective.
Saya sengaja menyimpan satu nama lagi di bagian akhir. Dia adalah Michael
Shannon, banyak dikenal dengan peran-perannya sebagai karakter bad guy. Saya ambil contoh di “Premium
Rush” (2012) sebagai oknum polisi korup atau yang paling mudah diingat dalam
“Man of Steel” (2013) sebagai General Zod. Di film ini, Shannon membuktikan
kelayakannya memerankan karakter-karakter kalem (atau cenderung lemah ?) yang
berbeda dari kebanyakan. Jangan salah juga, Shannon juga apik dengan peran
serupa sebagai pria kalem dalam “Take Shelter” (2011).
Naskah yang ditulis oleh Stephen
Lancellotti memiliki momen-momen mengejutkan yang tidak tampil bodoh dalam film
serupa. Tapi, Lancellotti kurang menjembatani dengan kuat motivasi beberapa
karakternya. Alhasil, karakterisasi menjadi lemah dan nampak kurang bernyawa. Pertanyaan-pertanyaan
semacam “mengapa ia lebih memilih ini ?” atau “mengapa ia tidak melakukan ini?”
akan banyak hadir dalam benak Anda selama menyaksikannya. Itu tidak lain akibat
naskah yang masih terasa tipis dan
enggan digali lebih mendalam. Saya mencoba menutup mata dengan banyak
kekurangan itu. Sepenuhnya saya terima. Sebab, secara keseluruhan “The Harvest”
telah menghibur saya sebagai tontonan yang mengasyikkan.
7 / 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
AYO KITA DISKUSIKAN !