Sabtu, 19 Desember 2015

PSYCHO [1960]

**FILM SUPER**

Kali kedua menonton, “Psycho” masih tetap membuat saya terpukau sebagai salah satu satu karya besar dalam dunia sinema. Impresi saya tidaklah sebesar ketika pertama kali menontonnya memang, tapi tetap saja “Psycho” terlalu sulit untuk diacuhkan pesonanya. Bila ingat “Psycho”, maka pikiran ini tidak bisa dilepaskan dari; menegangkan, twist mengejutkan, gore tingkat ekstra, dan shower scene yang legendaris itu. Saya merasa perlu untuk menulis ulasan tentang film ini, sebab mungkin masih banyak yang belum menonton thriller klasik yang sangat terkenal ini. Terutama bagi Anda yang sering menjadikan genre ini sebagai tontonan favorit, “Psycho” masuk dalam daftar wajib tonton. Maka di sinilah peran saya untuk memperkenalkannya kepada Anda.

“Psycho” banyak menggaet bintang papan atas kala itu, seperti Janet Leigh (The Fog, 1980), Vera Miles (The Searchers, 1956), hingga Martin Balsam (12 Angry Men, 1957). Dalam film ini, Janet Leigh berperan sebagai Marion Crane, seorang sekretaris real estate yang melarikan uang klien sebesar $40k. Aksi nekat Marion itu dipicu pula oleh rencananya untuk menikah secara diam-diam dengan Sam Loomis (John Gavin), kekasihnya yang baru saja bercerai. Dalam pelariannya, Marion sempat menginap dalam sebuah motel, “Bates Motel” namanya. Pemiliknya seorang pemuda canggung bernama Norman Bates (Anthony Perkins), hidup berdua dengan ibunya yang tua dan sakit-sakitan. Tidak lama, tersiar kabar bahwa Marion menghilang tanpa jejak. Ke mana ia pergi ?. Dibunuh kah ?.

Alfred Hitchcock adalah sutradara spesialis thriller yang digelari “Master of Suspense” atau “King of Suspense”, apapun itu intinya adalah sama. Dua dari filmnya telah saya ulas sebelumnya, seperti “Stranger on a Train” (1951) dan “Rear Window” (1954) yang dibintangi oleh James Stewart; ia juga muncul di film Hitchcock lainnya yang berjudul “Vertigo” (1958). Salah satu trademark dari Hitchcock adalah penampilan cameo-nya pada setiap film-film yang ia sutradarai. Dengan ciri khasnya tersebut, maka sah-sah saja jika saya menyebutnya dengan “King of Cameo”; selain karena unik, hal tersebut menjadi bonus bagi penonton untuk mencari keberadaannya di tiap film. Maka tidak heran bila Stan Lee yang juga sering tampil jadi cameo di film-film MCU (Marvel Cinematic Universe), menyatakan akan mengalahkan rekornya Hitchcock. Bukankah sebagai penggemar Marvel, Anda juga mencari kemunculan singkat Stan Lee di film-film MCU ?. 

“Psycho” boleh jadi sebagai film groundbreaking di masanya, baik itu jika dilihat dari tekniknya maupun ceritanya. Nah, sejak kapan bisa melihat mayat melakukan pembunuhan, selain dalam “Psycho” ?. “Night of Living Dead” saja baru muncul delapan tahun kemudian terhitung sejak rilisnya “Psycho”. Dalam “Psycho” ini, Alfred Hitchcock juga menggunakan teknik-teknik yang tergolong unik dan menarik di masanya. Itulah mengapa saya menyebutnya groundbreaking. Teknik tersebut seperti pengambilan gambar yang dilakukan dari langit-langit hingga close-up yang tergolong ekstrim. Sebagai contohnya dalam shower scene, kamera dari John L. Russell men-shot wajah (dimulai dari mata) Janet Leigh dengan jarak yang sangat dekat bahkan tanpa berkedip beberapa detik ke depan. Sangat mengagumkan. Sebagai penonton, saya pun ikutan tidak berkedip dengan ketakjuban tersebut.

Bicara mengenai shower scene yang ikonik itu, Alfred Hitchcock sampai menggunakan 77 sudut kamera yang berbeda. Kabarnya pula, shower scene yang berdurasi beberapa menit itu diambil selama kurang lebih seminggu dan 50 kali cuts !. Ini adalah salah satu bukti perfeksionisnya seorang “Master of Suspense” demi menciptakan sebuah adegan yang benar-benar sempurna. Adegan yang berlangsung cepat dan dramatis dengan banyak bermain lewat close-up itu memberikan dampak yang kuat bagi penonton. Nafas penonton pun serasa berhenti, sesak—ketegangan yang dihadirkan benar-benar luar biasa. Walaupun dibuat lebih dari 40 tahun lalu, saya sendiri masih merasakan ketegangan dari film satu ini. Dibanding shower scene, mungkin adegan ketika adik Marion, Lila (Vera Miles) saat mengungkap misteri hilangnya Marion adalah yang paling menegangkan bagi saya. 

Teknik lain yang tidak kalah menarik dalam film ini adalah penggunaan voice-over. Sekuen yang menceritakan pelarian Marion dengan uang $40k itu disisipi pula dengan voice-over yang membangkitkan rasa tegang. Klien Marion, polantas, hingga penjual mobil yang sempat dilewati Marion, semuanya memberikan keterangan lewat voice-over seolah-olah Marion sedang dalam masalah besar. Ya, wanita ini memang tengah bermasalah. Saya ungkapkan di sini ketika sekuen tersebut muncul, entah mengapa saya merasa menjadi Marion. Setiap orang yang saya lewati pun memberikan kecurigaan-kecurigaan lewat tatapan mata dan disusul voice-over yang membuat perasaan tidak nyaman. Hitchcock sukses menarik saya masuk ke dalam permainannya di film ini.     

Tidak lengkap bila hanya membicarakan soal teknikal tanpa membahas performanya. Bagaimana dengan performanya ?. Semuanya luar biasa; Anthony Perkins adalah favorit saya di sini. Ia sukses menampilkan dualisme karakter Norman Bates. Terkadang ia muncul sebagai karakter pria canggung, adakalanya juga tampil dengan tatapan dingin yang mengundang kengerian. Martin Balsam yang berperan sebagai Milton Arbogast, seorang detektif swasta, begitu intimidatif dan menghidupkan dengan baik karakter detektif yang seringkali kita lihat dalam film-film serupa. Lewat film ini pula, Janet Leigh diganjar sebagai best supporting actress di Golden Globe serta masuk nominasi di Oscar. Nominasi best director di Oscar juga dilayangkan pada Hitchcock, meskipun ia tidak menang. 

Diangkat dari novel berjudul sama karangan Robert Bloch, “Psycho” memiliki banyak misteri yang sangat mengasyikkan untuk diperbincangkan. Misteri itu sebagai contohnya adalah hilangnya uang $40k yang dibawa Marion, benarkah uang tersebut ada dalam mobil yang tenggelam di lumpur ?. Kemudian, bila Norman Bates disebut memiliki ‘rasa’ pada Marion, mungkinkah sesuatu yang sama juga dirasakan oleh Marion ?. Sepeninggal Hitchcock, “Psycho” dibuat sekuelnya pada tahun 1983. Saya belum pernah menontonnya dan berusaha untuk tidak menontonnya. Mungkin saja misteri itu terjawab di sekuel, tapi saya tidak peduli lagi. Saya tidak mau tahu. Biarlah misteri itu menjadi pertanyaan-pertanyaan tidak terjawab dalam otak saya. Sebab di situlah bentuk kekaguman saya pada “Psycho”.


3 komentar:

  1. Saya juga suka dengan film horor klasi era 60-80an. Psycho memang banyak banget yang merekomendasikan untuk ditonton. O ya, coba deh tonton film berjudul "Duel" (rilis 1971), lumayan seru deh walau pemeran utamanya cuma 2 orang.

    BalasHapus
  2. Mantap gan kontenya! ,Semoga semakin maju website ini aamiin
    kunjungi juga :
    #1 Informasi Teknologi Terupdate Indonesia

    BalasHapus

AYO KITA DISKUSIKAN !