Kamis, 31 Desember 2015

FILM TERBAIK 2015



Akhir tahun pun tiba. Seperti halnya blogger atau pun situs ulasan film lainnya, saya juga merasa wajib untuk membuat daftar film-film terbaik (versi saya) di tahun ini. Jika lainnya mungkin membuat 10 daftar, maka saya menyediakan 20 daftar film. Alasannya tidak lain karena jumlah film bagus yang saya tonton tahun ini sangat banyak, maka perlulah peningkatan kuota. Sepanjang tahun ini pun, saya sudah menonton lebih dari 200 film (tidak termasuk rewatch). Ada yang sangat bagus, bagus, sedang, bahkan kriteria sangat jelek pun juga ada. 

Pada dasarnya, daftar yang saya buat ini murni penilaian pribadi; dengan kata lain tidak bersifat mutlak. Mungkin saya menilai sebuah film dengan kriteria “sangat bagus”, bisa saja film tersebut “lumayan” oleh blogger lainnya. Masih banyak pula film-film bagus yang belum sempat saya tonton dan masuk ke dalam daftar ini, seperti : Brooklyn, The Hateful Eight, The Revenant, Room, Spotlight, dan masih banyak lainnya. 

Selasa, 29 Desember 2015

DRISHYAM [2015]

Selesai menonton “Drishyam”, tiada hentinya saya mengagumi thriller dengan tingkatan ekstra ini disertai sedikit rasa penyesalan. Penyesalan apakah itu ?. Yaitu penyesalan mengapa saya tidak beruntung menonton versi orijinalnya. Perlu Anda ketahui sebelumnya bahwa “Drishyam” yang rilis bulan Juli di tahun ini adalah versi remake dari film berjudul sama tahun 2013. Remake ini disutradarai oleh Nishikant Ramat, sedangkan Jeethu Joseph pada film orijinalnya sekaligus penulis naskahnya. Tidak tanggung-tanggung pula, “Drishyam” sendiri sudah pernah di-remake hingga tiga kali dan menggunakan bahasa yang berbeda. Malayalam di film orijinalnya; Kannada, Telugu, dan Hindi di bagian remake. Ini semua tidak lepas dari kebiasaan lama saya yang selalu memilih versi orijinal dalam sebuah film ketimbang menonton versi buatan ulang. Itulah alasannya.

Sabtu, 26 Desember 2015

STAR WARS: THE FORCE AWAKENS [2015]

Saya mengakui bahwa saya bukanlah penggemar berat dari “Star Wars”, walau saya sudah menonton kesemua filmnya. Meski begitu, bukan berarti saya meremehkan franchise yang terkenal seantero dunia ini. Saya datang untuk menontonnya dengan penuh pengharapan besar bahwa “The Force Awakens” akan memiliki hasil yang sangat memuaskan. Bahkan tidak terlintas sedikit pun dalam pikiran bila installment ketujuh ini bakal mengecewakan. Saya tipikal penikmat film yang jarang mengikuti trailer sebuah film; selain karena alasan lebih memilih kejutan. Namun itu tidak berlaku bagi “The Force Awakens” yang sudah saya tonton teaser-nya sejak satu tahun yang lalu; sebab godaan “Force-nya” begitu kuat memaksa saya. Hasilnya—film arahan J. J. Abrams (Super 8, 2011) ini memang melebih ekspektasi saya.

Senin, 21 Desember 2015

TO KILL A MOCKINGBIRD [1962]


Beberapa waktu lalu, saya sempat menggeledah isi dari external harddisk dengan recovery software, berharap menemukan kembali film-film yang telah terhapus. Saya ingat, ketika itu tengah krisis film untuk ditonton. Salah satu yang cukup mengagetkan adalah temuan film “To Kill a Mockingbird” ini. Saya mencoba kembali mengurai ingatan-ingatan lalu, sejak kapan saya pernah memiliki film ini ?. Tidak pernah. Sampai kemudian saya teringat bahwa teman saya pernah meminjam external harddisk dan menyimpan film ini—lalu kemudian ia memindahkan dalam laptopnya. Tidak asing lagi dengan judulnya, saya pun memastikan diri untuk menontonnya di saat yang tepat. Inilah film yang memenangkan tiga Oscar (dari delapan nominasi), salah satunya Best Picture meski kemudian tumbang dari “Lawrence of Arabia”.  

Minggu, 20 Desember 2015

GOOSEBUMPS [2015]

Pertama kali mengenal karya R.L. Stine ini lewat adaptasi serial tv yang juga ditayangkan di salah satu stasiun tv di negeri ini. Jika saya mencoba untuk mengingat-ingatnya lagi, saya lupa tahun berapa. Hanya saja seingat saya, pemutarannya di waktu sore. Dengan keberadaan serial tv “Goosebumps” itu, sore saya menjadi waktu paling menyenangkan sepanjang hari. Hingga kini, sebagian besarnya telah lupa episode apa saja yang pernah saya tonton. Di antara semuanya, mungkin episode “The Haunted Mask” adalah yang paling membekas dalam pikiran. Masuk akal saja, sebab episode satu itu terus berkelanjutan sampai beberapa episode berikutnya.

Sabtu, 19 Desember 2015

PSYCHO [1960]

**FILM SUPER**

Kali kedua menonton, “Psycho” masih tetap membuat saya terpukau sebagai salah satu satu karya besar dalam dunia sinema. Impresi saya tidaklah sebesar ketika pertama kali menontonnya memang, tapi tetap saja “Psycho” terlalu sulit untuk diacuhkan pesonanya. Bila ingat “Psycho”, maka pikiran ini tidak bisa dilepaskan dari; menegangkan, twist mengejutkan, gore tingkat ekstra, dan shower scene yang legendaris itu. Saya merasa perlu untuk menulis ulasan tentang film ini, sebab mungkin masih banyak yang belum menonton thriller klasik yang sangat terkenal ini. Terutama bagi Anda yang sering menjadikan genre ini sebagai tontonan favorit, “Psycho” masuk dalam daftar wajib tonton. Maka di sinilah peran saya untuk memperkenalkannya kepada Anda.

Rabu, 16 Desember 2015

VICTORIA [2015]

Tanpa membaca sinopsis, tanpa menonton trailer-nya terlebih dahulu; begitulah apa yang saya lakukan sebagai bentuk persiapan dalam menonton film berjudul “Victoria” ini. Apa yang menguatkan saya untuk menontonnya tidak lain karena rating yang bisa dibilang cukup tinggi. Cukup beralasan. Bukan pertama kalinya saya melakukan hal ini. Kerap kali tanpa clue dan modal lainnya, sebuah film akan saya tonton dengan senang hati. Satu fakta menarik dari film arahan Sebastian Schipper ini adalah dibuatnya film ini dengan teknik one-take. Bukan hal yang baru, tapi tetap bisa meningkatkan nilai tambah dalam film. Tanpa saya sadari, sebenarnya “Victoria” telah menunjukkan jati dirinya dalam tagline di posternya, “One Girl-One City-One Night-One Take”. Saya paling tertarik dengan frase pertamanya.

Selasa, 15 Desember 2015

THE HARVEST [2013]

John McNaughton sudah dikenal lama dengan karya-karyanya di ranah horror dan thriller. Saya mengakui bahwa “The Harvest” adalah film pertamanya yang baru saya tonton. Impresi pertama saya adalah bahwa sutradara yang sudah memiliki imej kuat dengan horrorthriller ini memang patut diakui kecerdikannya dalam meramu materi menjadi sajian yang mengundang ngeri. Tentunya, tidak lupa film terbarunya ini (rilis dua tahun lalu) memberikan hiburan yang menyenangkan. Karena belum pernah sekalipun menikmati film-film McNaughton sebelumnya, jadi bagaimana karakteristik penyutradaraannya masih belum familiar dalam otak saya. Di antara semuanya, ada satu judul yang tidak asing bagi saya, yaitu “Henry : Portrait of a Serial Killer” (1986). Anda sudah pernah menontonnya ?

Senin, 14 Desember 2015

THE LITTLE PRINCE [2015]

“The Little Prince” diangkat dari novella tahun 1943 karya Antoine de Saint-Exupéry. Novella ini bercerita tentang seorang Penerbang yang terjatuh di gurun dan bertemu dengan seorang Pangeran Kecil dari sebuah asteroid. Film animasi dan stop-motion dari Perancis ini memang tidak secara menyeluruh mengadaptasi dari novella tersebut, akan tetapi menjadi bagian kecil dari plot utamanya. Untuk memberikan sentuhan yang berbeda (unik), sang sutradara Mark Osborne memisahkannya menjadi dua bentuk. Animasi komputer untuk plot utama dari film dan stop-motion untuk plot dari bagian adaptasi novella. Sang Penerbang disuarakan oleh Jeff Bridges (termasuk narator), sedangkan Pangeran Kecil oleh Riley Osborne yang juga muncul di bagian plot utama film.  

Sabtu, 12 Desember 2015

GETT: THE TRIAL OF VIVIANE AMSALEM [2014]


“Perceraian”, kata ini memang momok bagi pasangan suami istri baik yang pernikahannya telah berusia puluhan tahun maupun yang masih seumur jagung. Bagaimana tidak, karena pada hakikatnya perceraian itu memisahkan dua insan yang jauh sebelumnya telah mengikat janji suci untuk bersama selamanya. Ada beberapa hal yang menjadikannya alasan, bisa berupa kekerasan dalam rumah tangga, ketidakadilan, ataupun meredupnya rasa cinta. Shlomi dan Ronit Elkabetz, dua bersaudara yang menulis naskah dan menyutradarai “Gett, The Trial of Viviane Amsalem” menceritakan betapa alotnya perceraian hingga memakan waktu 5 tahun, sebab salah satu pihak mencoba dengan keras mempertahankan keutuhannya. Sebab masih mencintai kah ?. Keras kepala kah ?.

Jumat, 11 Desember 2015

BAJRANGI BHAIJAAN [2015]

Terhitung sejak menulis ulasan ini, saya sudah menonton “Bajrangi Bhaijaan” hingga tiga kali. Bukan tanpa alasan bahwa Bajrangi Bhaijaan” sebagai feel good movie memang mudah menarik perhatian, ceritanya ringan, lucu, dan tidak membosankan. Dengan mengedepankan isu sosial sebagai bahan dalam memperkuat ceritanya, pantas saja bila film yang disutradarai oleh Kabir Khan ini banyak meraih pendapatan luar biasa hingga disebut sebagai film India terlaris kedua setelah “PK” (2014). Ketertarikan pada film ini dimulai pada pertengahan November lalu ketika teman saya sedang menontonnya dalam laptop dan saya pun mengikutinya meski tidak secara keseluruhan. Baru setelah itu saya memutuskan untuk menonton ulang dan menikmati keasyikan dari petualangan bercampur komedinya.

Selasa, 08 Desember 2015

ROSEMARY'S BABY [1968]

“Rosemary’s Baby” adalah contoh film horror yang sukses dalam menggabungkan elemen supernatural kuno dalam balutan seting di era modern. Menggunakan pendekatan psikologi, “Rosemary’s Baby” menakut-nakuti lewat teror alam bawah sadar dan meninggalkan rasa tidak nyaman bagi penonton. Kegelisahan yang dialami oleh karakter utama dapat menular dengan mudah dan penonton pun terjebak dalam situasi yang sama. Ada perasaan yang ‘aneh’ seperti pada beberapa bagian surealis, membuat merinding tapi tidak akan sampai membuat menjerit. Roman Polanski, sang sutradara, meracik film ini dengan penceritaan yang terbilang lambat, namun mencengkeram tanpa perlu ‘meledak-ledak’.

Kamis, 03 Desember 2015

THE ASSASSIN [2015]

“The Assassin” adalah contoh langka bagaimana martial arts dikemas dengan sentuhan film arthouse. Mungkin yang muncul dalam benak adalah bagaimana film-film yang mengedepankan aksi tangan kosong maupun senjata tradisional ini akan dibuat lebih minimalis, mengingat film-film arthouse lebih banyak menggunakan penceritaan dengan tempo yang lambat. Kenyataannya memang Hou Hsiao-Hsien lewat “The Assassin” ini memang banyak meminimalisir adegan-adegan pertarungannya tapi tetap tidak kehilangan bagian keindahannya. Daya tarik terbesarnya adalah bagaimana film martial arts satu ini dibuat lebih terasa unsur seninya dari paduan tata visualnya.