Rabu, 16 Desember 2015

VICTORIA [2015]

Tanpa membaca sinopsis, tanpa menonton trailer-nya terlebih dahulu; begitulah apa yang saya lakukan sebagai bentuk persiapan dalam menonton film berjudul “Victoria” ini. Apa yang menguatkan saya untuk menontonnya tidak lain karena rating yang bisa dibilang cukup tinggi. Cukup beralasan. Bukan pertama kalinya saya melakukan hal ini. Kerap kali tanpa clue dan modal lainnya, sebuah film akan saya tonton dengan senang hati. Satu fakta menarik dari film arahan Sebastian Schipper ini adalah dibuatnya film ini dengan teknik one-take. Bukan hal yang baru, tapi tetap bisa meningkatkan nilai tambah dalam film. Tanpa saya sadari, sebenarnya “Victoria” telah menunjukkan jati dirinya dalam tagline di posternya, “One Girl-One City-One Night-One Take”. Saya paling tertarik dengan frase pertamanya.

Seorang gadis asal Madrid bernama Victoria (Laia Costa), baru saja keluar dari diskotik setelah asyik berjoget dan menenggak minuman. Baru tiga bulan ia tinggal Berlin. Tanpa teman; tak menguasai Bahasa Jerman pula. Selepas keluar, ia bertemu empat pemuda yang sebelumnya ditolak masuk ke dalam diskotik tersebut. Mereka adalah Sonne (Frederick Lau), Boxer (Franz Rogowski), Fuss (Max Mauff), dan Blinker (Burak Yigit). Sonne menawarkan diri untuk mengajak Victoria ke tempatnya, dengan mobil yang ia akui sebagai miliknya. Perkenalan Victoria dengan kuartet itu berlanjut. Mereka habiskan malam dengan menyenangkannya. Mengobrol, menyusup apartemen, hingga mencuri minuman di minimarket. Apa yang mereka rencanakan pada Victoria ?.
Victoria adalah tipikal gadis easy going. Mengasyikkan untuk diajak mengobrol apalagi melakukan hal-hal gila yang mungkin tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Perawakannya imut dengan rambut merah gelombang, penampilannya juga kasual. Menghabiskan malam-malam sendiri tanpa satupun kenalan, membuat kuartet yang dipimpin oleh Sonne itu seolah penghibur rasa sepi. Ya, Sonne lebih berpengaruh dalam kelompok tersebut khususnya interaksinya pada Victoria. Di bagian setup ini, “Victoria” banyak diisi dialog-dialog sederhana namun asyik untuk diikuti. Para karakternya bicara sesuka hati tanpa adanya batasan, membuatnya terasa segar dengan dialog-dialog khas dalam film-film mumblecore. Saat intim antara Victoria dengan Sonne, saat itu pulalah saya paling anteng mengikuti tiap kata yang mereka ujarkan.  

Fakta menarik dalam film mumblecore adalah pada naskahnya yang dibuat minimalis. Ada tiga penulis naskah “Victoria”, mereka adalah Olivia Neergaards-Holm, Eike Frederik Schulz, dan Sebastian Schripper sendiri. Pengambilan gambar one-take dalam film ini sendiri juga berdampak pada kuantitas naskah. Hanya ada 12 lembar saja naskahnya ditulis, sedangkan sisanya adalah giliran para cast untuk berimprovisasi. Maka di sinilah kekuatan film ini terletak pada performa cast yang dituntut secara maksimal dalam mengembang naskah yang sebelumnya dibuat minimalis. Akting yang natural terpancar dengan sempurna memunculkan energi yang kuat membuat karakter yang ada terasa hidup. Pencapaian besar pada departemen akting ini patut diapresiasikan pada aktris asal Spanyol, Laia Costa yang memiliki gravita paling kuat serta atraktiv. Frederick Lau juga mengimbanginya dengan baik.

Dari setup yang menarik khususnya interaksi antara Victoria dengan Sonne yang tidak pernah melemah sejenak pun, “Victoria” kemudian berubah menjadi heist movie pada confrontation. Mengejutkan—Sebastian Schipper mengacaukan pikiran saya sebagai penonton. Anda bisa memuji Schipper seperti itu, di lain sisi Anda juga bisa menurunkan atensi atas keputusannya membelokkan drama mumblecore menjadi heist. Meski kalah menarik dari bagian setup, “Victoria” tetap kuat lewat chase scene dan semacamnya. Mengutip dari contoh mumblecore yang lain, sebenarnya hentakan semacam ini adalah sesuatu yang masih terbilang wajar. Berjalan pelan dengan dialog-dialog yang padat, cerita pun berputar menjadi genre lain. Saya ambil contoh “Spring” (2014) yang mengagetkannya dari drama, road-trip, romance lantas menjadi body horror. Ya, tidak salah tulis-- body horror

Dari semua heist movie yang pernah saya tonton, “Reservoir Dogs” (1992) sebagai karya debut Quentin Tarantino adalah favorit saya. Film tentang perampokan bank dimana tidak pernah ditampilkan satu adegan pun saat merampok bank. Dalam heist movie, ada istilah yang lazim disebut dengan heist sequence. Dimana di dalamnya ada banyak adegan dalam proses sebelum pelaksanaan perampokan, dimulai dari rekruitmen, inspeksi lapangan, hingga pada eksekusi. Semua dikerjakan secara matang. “Victoria” juga memasukkan semua itu, tapi ada pertanyaan dalam diri saya (1) sebagai perampok pro, perlukah gladi bersih sebelum eksekusi ? (2) bukankah terlalu cepat jarak antara persiapan dengan eksekusi ?.  Ah, lupakan saja !.     

“Victoria” memiliki konsep cerita craziest night. Dimulai dari seorang gadis tanpa siapa-siapa di Kota Berlin, pengalaman paling gila sepanjang hidupnya dilalui dalam semalam. “Victoria” mengambil shot pertama pada pukul 4:30 pagi sampai 07:00. Segila dengan konsep yang ditawarkan, segila itu pula sang sinematografer Sturla Brandth Grøvlen dalam mengemas gambar-gambar yang dinamis dalam satu tangkapan meskipun pada akhirnya ini semua hanya sekedar gimmick. Lepas dari pandangan tersebut, “Victoria” dengan one-takenya adalah sajian breathtaking yang mengagumkan. Memberikan pengalaman sinematik yang luar biasa pula. Nils Frahm yang mengaransemen skoring lewat musik-musik ambien punya pesona sendiri. Ia juga kunci yang membuat film ini menjadi bertenaga dalam balutan malam-malam di Kota Berlin.
8,5 / 10

3 komentar:

  1. Halo mas iza terimakasih untuk postingan yang sangat bagus ini. Perkenalkan saya Ery mahasiswa di jurusan Televisi ISI Jogja. Saya sedang mencari referensi tentang film yang berunsur mitos/pamali Jawa. Apakah mas iza ada referensi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin saya bisa bantu, mba Ery coba nonton "Takut: Faces of Fear" segmen Titisan Naya atau "Sang Penari".
      Btw silahkan berkunjung ke blog saya http://manusia-unta.blogspot.co.id/

      Hapus
    2. Atau "Keramat" juga bisa masuk kayaknya...

      Hapus

AYO KITA DISKUSIKAN !