Sabtu, 26 Maret 2016

CROUCHING TIGER HIDDEN DRAGON: SWORD OF DESTINY [2016]


“Crouching Tiger Hidden Dragon” yang disutradarai oleh Ang Lee sekitar 15 tahun lalu itu mencetak rekor yang luar biasa untuk perfilman Asia. Bukan dari segi pendapatan saja, tapi juga sukses menyabet pendapatan di banyak ajang penghargaan. Salah satunya sebagai Film Berbahasa Asing Terbaik di Oscar hingga masuk juga nominasi Film Terbaik di tahun yang sama.

Setelah nama besarnya tetap bergaung hingga kini, masihkah ada yang perlu dihadirkan kembali dalam sekuelnya kali ini? Film pendahulunya sudah dianggap lebih dari sempurna sebagai sebuah mahakarya, maka apakah sekuel ini bisa menyamainya? Atau paling tidak bisa membangkitkan kembali nostalgia pada film yang sebelumnya dibintangi oleh Chow Yun Fat ini. 

Dengan menggunakan sub-judul “Sword of Destiny,” film ini masih bercerita tentang perebutan pedang legendaris bernama Green Destiny. Setelah 18 tahun sejak kematian Li Mu Bai (sebelumnya diperankan oleh Chow Yun Fat), Green Destiny kembali disimpan dalam House of Te—kediaman sahabat dari Li Mu Bai.

Dunia bela diri berkecamuk. Pengikuti Iron Way semakin sedikit, di samping itu para klan saling bertarung sama lain untuk mendapatkan nama besar. Tersebutlah sebuah klan besar bernama West Lotus yang dipimpin oleh Hades Dai (Jason Scot Lee) yang sangat kuat. Ia mengincar Green Destiny untuk berdiri di puncak dunia bela diri. Sebelumnya ia menganggap Green Destiny telah menghilang.

Diutusnya pemuda bernama Wei-Fang (Harry Shun, Jr.) dan pasukannya untuk menyerang Yu Shu Lien (Michelle Yeoh)—sahabat karib dari Li Mu Bai. Shu Lien berhasil memadamkan penyerangan itu dengan dibantu oleh pria misterius dengan topeng di wajahnya. Nanti diketahui jika pria tersebut adalah Silent Wolf (Donny Yen)—kekasih Shu Lien di masa lalu.

Kegagalan Wei-Fang membuatnya ingin mendapatkan kembali Green Destiny ke House of Te. Di saat bersamaan, seorang putri pejabat, Snow Vase (Natasha Liu Bordizzo) menangkap basah dan sempat bertarung dengannya beberapa saat. Green Destiny sudah ada di tangan Wei-Fang. Tapi Shu Lien yang sudah tiba di Peking sebelumnya berhasil merebut dengan mudah. We-Fang lalu dikurung.

Di tempat lain, Silent Wolf mempersiapkan pasukan pengamanan untuk House of Te dan Green Destiny. Sayembara yang dibuat hanya menghasilkan empat pendekar setia. Walau sedikit, kemampuannya tidak bisa diremehkan. Terbukti dalam sekuen pertarungan di kedai dengan sekelompok bajingan tengik berhasil dikalahkan dengan mudah.
Kehebatan Silent Wolf ditunjukkan di sana dengan teknik bela diri yang mengagumkan. Dengan santainya, ia membabat habis lawan-lawannya. Para pendekar lain dengan kemampuan spesial seperti pisau, tameng, dan zirah besi diperlihatkan dengan sangat mengagumkan.

Permasalahan kini datang pada Hades Dai yang bernafsu mendapatkan Green Destiny dan melebarkan sayap pertempuran hingga menuju Peking. Shu Lien, Silent Wolf, dan empat pendekar terpilih harus berjuang mati-matian dalam mempertahankan House of Te dan Green Destiny dengan nyawa mereka. Kesetiaan dan jalan hidup mereka sebagai pendekar dibuktikan dalam pengorbanan tersebut.

“Sword of Destiny” diadaptasi menurut pentalogi “Crane-Iron” (seri kelima) berjudul “Iron Knight, Silver Vase” karya Du Lu Wang. Disutradarai oleh Yuen Woo-ping dan naskahnya oleh John Fusco. Yuen masih menerapkan treatmen yang sama dengan apa yang telah dilakukan oleh Ang Lee sebelumnya. Pengambilan gambar lewat pemandangan-pemandangan indah nan mengagumkan disajikan dengan begitu indahnya; beberapa lokasi di Selandia Baru menjadi pilihan.

Koreografi dalam tiap sekuen pertarungan dihadirkan dengan sangat rapi dan begitu mengagumkan. Yuen yang memiliki banyak pengalaman di bidang koreografi film-film aksi ternama banyak memberikan pengaruh di sini. Walau gaya pertarungannya khas Tiongkok, tapi pengemasannya yang terasa kebarat-baratan membuatnya sedap dipandang mata. Inilah hiburan yang begitu mengasyikkan.

“Sword of Destiny” mungkin tidak sampai mengungguli film pendahulunya. Tapi film ini memberikan pengaruh besar bagi saya untuk menyukainya dari banyak unsur di dalamnya walau merasa banyak lubang di bagian alurnya. Yang paling tidak bisa saya alihkan sepanjang menonton “Sword of Destiny” dan pendahulunya adalah pada keindahan Green Destiny yang mencuri perhatian.    

1 komentar:

AYO KITA DISKUSIKAN !