Sabtu, 24 Oktober 2015

KNOCK KNOCK [2015]


“Jangan sekali-kali percaya dengan orang asing apalagi sampai menawarkan tempat tinggal dalam keadaan sendiri di sepinya malam”. Mungkin itulah premis yang ditawarkan oleh “Knock Knock”, film home invasion terbaru dari Eli Roth. Sangat sederhana karena tema yang diangkat sendiri sudah terlalu mendasar. Namun dalam keadaan ataupun alasan tertentu, kehadiran orang asing semacam itu masihlah menimbulkan kebimbangan, khususnya ketika mereka sedang meminta pertolongan. Akankah percaya dengan menolongnya ataukah sebaliknya. Hal itulah yang dialami oleh Evan Webber (Keanu Reeves) dalam film yang merupakan remake dari film berjudul “Death Game”. 

Evan seorang arsitek dan tinggal bersama istrinya, Karen (Ignacia Allamand) beserta dua orang anaknya. Kehidupannya begitu sempurna. Meliputi pekerjaan dan kediaman yang bagus dan tentunya pernikahan yang langgeng. Suatu ketika, Karen dan dua anaknya pergi ke pantai untuk merayakan hari ayah yang mana tidak bisa diikuti oleh Evan dengan alasan pekerjaan di rumah. Dalam keadaan yang sepi di malam hari serta diguyur hujan deras, datanglah dua gadis muda, Genesis (Lorenza Izzo) dan Bel (Ana de Armas). Hal buruk yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya lantas mendatangi Evan.

Sebelumnya saya ingin mengatakan bahwa versi aslinya, “Death Game”, belum pernah saya tonton. Dengan begitu, maka ada alasan kuat untuk tidak membandingkan keduanya dan itu tentunya merupakan cara yang fair. Secara keseluruhan, saya amat sangat terhibur dengan “Knock Knock”. Mulai awal hingga akhir, Eli Roth menyajikannya dengan penuh enerji sehingga ada banyak fun yang bisa ditemukan di sini. Filmnya dipenuhi dengan kekacauan-kekacauan bersifat menyenangkan dan terkadang pula bodoh. Kekacauan yang bodoh tapi menyenangkan itu bisa datang dari pembawaan karakternya oleh cast hingga penyampaian cerita lewat media torture horror-nya. Pastinya berbekal pengalaman-pengalaman di film sebelumnya, Eli Roth mampu menghadirkan rentetan sadis yang membuat penonton tidak mau beranjak dari duduknya. Meskipun ia menghadirkan thriller yang dipandang bukan tipikal cerdas, tapi “Knock Knock” tidak melupakan ‘hiburan’ di tiap menit berjalan. 

Dengan pacing yang terbilang sedang, Eli Roth memperkenalkan kita pada karakter utama, Evan, dengan mengurai karakterisasi maupun kehidupan sehari-harinya. Ia digambarkan sebagai pria baik-baik yang menjalani keseharian layaknya orang normal lainnya. Hidupnya terpenuhi, keluarga yang harmonis, pekerjaan menjanjikan, hingga tempat tinggal yang nyaman. Maka kemudian penonton pun dapat mengarahkan pandangannya ke depan bahwa kelak apa yang akan ditimpa oleh Evan ini akan berakhir sebagai kebalikannya. Namun sebelum menuju akhir itu, Eli Roth mengajak sang karakter dan penonton untuk bermain-main dengan Bel dan Genesis. Mereka bukanlah gadis biasa yang minta tempat berteduh ketika hujan deras. Sebab penonton sendiri sudah bisa menebak bahwa ada ‘sesuatu’ yang mereka bawa ke rumah Evan. Secara bertahap, Eli Roth menampilkan transformasi Bel dan Genesis yang dari awal terlihat seperti gadis baik-baik dan berubah menjadi ‘mimpi buruk’ bagi Evan.

Sebagai film thriller, “Knock Knock” secara total telah kehilangan unsur thrill-nya. Ya, saya katakan total sebab tidak ada satu bagian pun yang mampu membuat “Knock Knock” terasa menegangkan atau mencekam, baik itu dari sisi narasinya maupun skoring. “Knock Knock” lebih terasa campy dan itu bisa ditangkap dari dialog-dialog dalam naskah yang juga ditulis oleh Eli Roth sendiri. Untuk film thriller yang mengedepankan ketegangan, sepertinya “Knock Knock” telah mengingkari hal itu. Tapi saya masih bisa menerimanya sebab filmnya sendiri tetap bisa menghibur dan lumayan memuaskan. Sebagai contoh, adegan-adegan yang seharusnya terlihat miris dan menakutkan saja mampu membuat saya tertawa terbahak-bahak. Itu juga tidak lepas dari peran Keanu Reeves yang membawakan karakter Evan yang kelewat lugu. Keanu Reeves jelas kuwalahan saat ‘memberontak’ melalui Evan, tapi kekurangan besar itu ingin saja saya abaikan karena keseruannya sudah terpenuhi.

“Knock Knock” memang menggila lewat Bel dan Genesis, tapi boleh dikata masih dalam dosis yang cukup rendah. Tidak ada potongan tubuh atau cipratan darah, melainkan aksi vandalism dan torture yang masih bisa diterima. Selain itu, campy tone yang saya rasakan itu turut pula ‘meringankan’ film dari Eli Roth yang terkenal dengan adegan-adegan sadisnya. Ketegangannya memang hambar bagi saya, tapi itu tidak menjadikannya bagian yang cacat. Atau mungkin disebut cacat, tapi tidak bisa disalahkan sebab tidak menghancurkan film secara keseluruhan. Dengan adanya Bel dan Genesis, “Knock Knock” mempertegas diri menjadi thriller yang mengancam lewat cara-cara dan tipu muslihat berkedok tubuh seksi. Keanu Reeves yang lebih ‘aman’ menjadi pria kalem dan dingin, harus keluar jalur di sini sebab kapabilitasnya masih belum cukup menjangkau area tersebut. Satu yang pasti, Keanu Reeves telah sukses menghibur saya dan tidak perlu lagi dipermasalahkan lewat performanya itu.

6 / 10

16 komentar:

  1. Biasanya film Eli Roth tetep suka sih biarpun ancur.

    BalasHapus
  2. kurang seru sih. endingnya freak, gak diceritain nasib selanjutnya evan, terus gadikasih tau reaksi karen ngeliat rumahnya kaya gitu, dan reaksi karen ngeliat suaminya dikubur kaya gitu?. atau mungkin emang rencana Eli Roth?.

    BalasHapus
  3. Kalau saya jadi Evan, berat juga nolak dua cewek itu hahaha

    BalasHapus
  4. Iyaaa setuju bangetttt!!! Jalan ceritanya emg udh seru, endingnya freak bikin kesel -_- di ending film itu seakan2 evan yang salah dimata karen sm anak2nya. Harus nya diliatin dulu pas evan ngejelasin atas apa yg udh terjadi sm dia

    BalasHapus
  5. Film sampah !! Gak bermutu !!!

    BalasHapus
  6. Sama gue kesel abis nonton ini film. Sumpah sampah bgt! Keanu Reeves udah bagus dia yg main filmnya kaya gini. Bikin gregetan. sebodoh itu selemah itu

    BalasHapus
  7. Sama gue kesel abis nonton ini film. Sumpah sampah bgt! Keanu Reeves udah bagus dia yg main filmnya kaya gini. Bikin gregetan. sebodoh itu selemah itu

    BalasHapus
  8. Pengajaran tuk yg percaya sama strangers..sememangnya sukar sangat nk percaya walaubagaimana pun lelaki atau suami seorang yg baik maka tetap akan Trgoda juga....

    BalasHapus
  9. Pengajaran tuk yg percaya sama strangers..sememangnya sukar sangat nk percaya walaubagaimana pun lelaki atau suami seorang yg baik maka tetap akan Trgoda juga....

    BalasHapus
  10. Cape nontonnya..berharap si evan bisa berubah menjadi cerdas... ternyata nol besar

    BalasHapus
  11. Penokohan kurang kuat, karakter utama yang gak bisa ngapa2in. Endingnya zonk. Not recommended

    BalasHapus
  12. bikin greget an, abis nonton tadi malam di trans tv..
    sama seperti film berjudul the mist, endingnya bikin greget.
    itu si evan ga diceritain lebih lanjut, bagaimana saat ktemu istri dan anaknya.

    BalasHapus

AYO KITA DISKUSIKAN !