Minggu, 24 Januari 2016

THE REVENANT [2015]

Setelah Anda menonton “The Revenant,” bisa Anda simpulkan jika ini adalah film survival – revenge. Kenyataannya “The Revenant” bukanlah sekedar film mainstream dengan konsep semacam itu. Ada nama Alejandro G. Iñárritu di kursi sutradara. Ia lah yang mengajak kita berpetualang dalam konflik beruntun antar negara dengan plot unik dalam “Babel” (2006). “Birdman” (2014) ? Tidak perlu saya jelaskan penghargaan apa yang didapat lewat film tersebut. Dengan nama besarnya itu, sudah lebih dari cukup sebagai alasan menilai positiv film yang diangkat dari novel berjudul sama karya Michael Punke ini.

Bersetingkan tahun 1823, “The Revenant” bercerita tentang sekelompok pemburu kulit yang diserang Suku Arikara (atau Ree—saya lebih suka menyebut namanya langsung daripada menggunakan kata “Indian”) di wilayah hutan liar Lousiana. Kelompok pemburu tersebut dipimpin oleh Kapten Andrew Henry (Domnhall Gleeson). Berawal dari 45 orang, hanya tersisa 10 orang yang berhasil melarikan diri. 

Proses pelarian diri menjadi melambat tatkala salah seorang anggota, Hugh Glass (Leonardo DiCaprio) diserang secara membabi buta oleh seekor beruang grizzly. Anda tahu beruang grizzly ? Beratnya bisa mencapai 180 Kg untuk betinanya (Glass diserang oleh grizzly betina). Serangan tersebut dibuat dalam sekuen yang mendramatisir dan begitu intens. Kamera Emmanuel Lubezki tiada hentinya mengambil gambar dengan jarak dekat menciptakan aura kengerian alam liar yang luar biasa. Sekuen tersebut membuat nafas seakan berhenti mendadak. Mendebarkan.

Luka cakaran grizzly melumpuhkan seluruh tubuh Glass. Kapten Hendry lantas meminta sukarelawan untuk menunggu Glass dan putranya, Hawk (Forrest Goodluck), dengan imbalan. John Fitzgerald (Tom Hardy) dan Jim Bridger (Will Poulter) menawarkan diri. Berharap banyak kah pada Fitzgerald ? Sedari awal ia tunjukkan rasa ketidaksukaannya pada Glass dan Hawk. Benar saja, Fitzgerald meninggalkannya dalam keadaan lemah tak berdaya. ‘Harta’ satu-satunya Glass telah direnggut Fitzgerald. Pembalasan dendam pun dimulai.

Pertama-tama yang ingin saya katakan adalah, “Apakah John Fitzgerald seorang yang kejam ?” Karakternya adalah tipikal yang bakal membuat penonton mencaci-makinya. Pembual dan egois, semacam itulah. Tapi percayalah, “The Revenant” bukan film tentang good vs evil. Keputusan Fitzgerald dilandasi dengan perasaan takut terbunuh oleh Suku Arikara. Mungkin ia seorang pengecut, namun pembelaan dirinya juga beralasan. Tom Hardy sukses melakoni karakter abu-abu dengan sangat baik dan tidak terlupakan. Pada akhirnya, saya juga tidak bisa menghakimi perbuatan Fitzgerald. 

Bukan secara harfiah—Hugh Glass sebenarnya telah mati sejak ditinggal dalam hutan dan kebahagiannya direnggut. Kehidupan keduanya dimulai ketika ia bangkit dan memulai tekad pembalasan dendam. Itulah mengapa novel serta film ini berjudul “revenant”, yang memiliki arti “bangkit dari kematian atau ketiadaan yang panjang.” Selain Hardy, performa DiCaprio juga perlu diacungi jempol. Minim dialog panjang, DiCaprio menghidupkan Glass sebagai keheningan mematikan. Selaras dengan hutan Barat yang tenang, namun menyimpan keganasan dan kebrutalan di dalamnya.  

Kesuksesan pembangunan atmosfir alam liar dalam “The Revenant” tidak luput pula dari kontribusi besar Emmanuel Lubezki sang sinematografer. Masih segar dalam ingatan, tahun lalu Lubezki juga berkolaborasi dengan Iñárritu dalam “Birdman.” Lubezki juga bisa dikatakan menjadi sinematografer langganan Alfonso Cuarón (“And Your Mother Too” 2001, “Children of Men” 2006, dan “Gravity” 2013) serta bersama Terrence Malick (“The Tree of Life” 2011 dan “To the Wonder” 2012). Seperti yang sudah-sudah, Lubezki juga banyak menggunakan pencahayaan natural dalam pengambilan gambar di sini. Alhasil, keindahan panorama yang dihasilkan begitu alami. Sunflare yang sesekali muncul juga menambah kesan realistis. Penonton pun serasa masuk ke dalam seting.

Meski pun indah, tangkapan kamera Lubezki tidak lantas menjadi ajang pameran pemandangan semata. Seting pedalaman hutan-hutan di wilayah utara Amerika mengungkapkan visi yang dibawa oleh Iñárritu pada “The Revenant.” Dari sinilah kita bisa tahu bahwa bahaya mengintai bukan hanya dari suku lokal atau pengkhianat saja—melainkan alam liar. Terbukti jika akhirnya alam juga lah yang menguasai dan menunjukkan keperkasaannya.

“The Revenant” adalah survival – revenge yang ganas, liar, serta brutal. Tapi di balik semua penampakan luarnya yang gila itu, tersimpanlah keindahan yang menakjubkan. Tahun ini mungkin belum keberuntungan bagi Iñárritu, namun Leonardo DiCaprio, Tom Hardy, Emmanuel Lubezki, serta Sian Grigg (penata rias dan rambut) akan memenangkan kategori masing-masing di Oscar. Anda mungkin juga sudah tidak sabar membuat prediksinya bukan ?

2 komentar:

  1. the revenant solarmovie is one of the most beautifully-shot films on losmovies I have ever seen. I lost count of how many scenes I sat there in utter amazement, which is undoubtedly due to the brilliant directing and spectacular cinematography: there's no shaky-cam, no quick-cut editing, and a lot of incredibly complex shots which appear to have been completed in a single take. If all films were shot similarly to how the Revenant is, then the movie industry would drastically improve.
    See more
    free movies online
    watch movies 2k
    hd movies online free

    BalasHapus
  2. Bandar Kartu Online PALING Murah Bisa Pakai Pulsa!!!

    BISA BAYAR PAKAI PULSA TELKOMSEL XL & AXIS
    YANG GAME DARI KAMI YANG TERLENGKAP
    MULAI DARI |POKER | CEME | DOMINO99 | OMAHA | SUPER10 |


    Permainan Judi online yang menggunakan uang asli dan mendapatkan uang Tunai
    > Minimal Deposit : 10.000 > Minimal Withdraw : 20.000
    > Bonus RAKEBACK Tiap Minggu > Proses Deposit & Withdraw PALING CEPAT
    > Support Semua Bank Lokal di Indonesia

    Bayar Pakai OVO
    Bayar Pakai Gopay
    Bayar Pakai Pulsa

    WhastApp : 0813-3355-5662
    WWWPOKERAYAMUS

    BalasHapus

AYO KITA DISKUSIKAN !