Rabu, 06 Januari 2016

BĀHUBALI : THE BEGINNING [2015]


“Bāhubali : The Beginning” adalah film kolosal berskala epik dengan banyak sekuen pertarungan serta peperangan di dalamnya. Tingkat epiknya boleh saja disamakan dengan Perang Bharatayuda dalam wiracarita Mahabharata yang terkenal itu. Bahkan ketika menonton “Bāhubali”, saya jadi teringat dengan kisah-kisah menarik yang dituturkan di dalamnya. “Bāhubali” adalah salah satu dari sekian film-film India yang diproduksi dengan bujet yang besar. Seimbang dengan pendapatan yang didapatkan serta ulasan positif yang didapatnya. Dalam beberapa tahun ini memang terbilang jarang saya menemukan film India dengan tingkatan epik. Namun kini ada “Bāhubali” yang bisa dikatakan sebagai pengobat rindu saya pada film-film perang klasik dari India.

“Bāhubali : The Beginning” memiliki konsep cerita yang sudah banyak kita dengar secara turun-temurun. Berkisah tentang seorang anak yang ditakdirkan memerangi kekuasaan raja tirani dan membawa kedamaian. Dia adalah Shiva alias Mahendra Bāhubali (Prabhas), putra Raja Amarendra Bāhubali dari kerajaan kuno Mahishmati. Sejak bayi telah dititipkan pada Sanga (Rohini) dan mengembara ke dalam hutan. Sanga sudah menganggap Shiva seperti anak kandungnya sendiri. Dalam pencarian jati dirinya, Shiva jatuh hati pada Avanthika (Tamannaah) yang merupakan bagian dari pasukan pemberontakan. Kelak, takdir pun menuntunnya pada Raja Bhallala Deva (Rana Daggubati) dan mengakhiri masa-masa penderitaan rakyat.
Shiva digambarkan sebagai seorang pria yang gagah perkasa. Tubuhnya tinggi besar begitu pula dengan otot-ototnya. Ia seorang yang pemberani, berjiwa pemimpin, dan selalu menolong sesama yang dalam kesulitan. Tidak lupa pula, baktinya kepada sang ibu sungguh begitu besar. Ia diberi nama demikian karena orang tua angkatnya merupakan pemuja Dewa Shiva. Semasa kecil, Shiva kerap memandangi puncak air terjun dan membuatnya bertekad untuk mendakinya. Perlu diketahui bahwa Kerajaan Mahishmati tempat asal Shiva merupakan daerah tinggi di atas air terjun tempat ia kini tinggal. Seperti dalam kisah mitologi pada umumnya, takdir pun menuntun hero ini untuk menyelesaikan apa yang telah ditinggalkan oleh generasi sebelumnya.

“Bāhubali” memang memiliki plot cerita yang sudah tidak asing sekali bagi telinga kita. Kisah kepahlawanannya sendiri banyak mengingatkan kita pada Sri Krishna yang dengan gagahnya menumpas kejahatan Raja Kans dan membebaskan rakyat dari kekejamannya. Tidak lupa pula, Shiva juga membebaskan ibu kandungnya yang ditawan oleh Raja Bhallala Deva selayaknya Sri Krishna yang menyelamatkan ibu dan ayahnya. Apa yang terjadi kemudian ?. Mungkin Anda sanggup dengan cepat menyimpulkan peperangan good vs evil dalam film ini. 

S. S. Rajamouli lah yang menyutradarai “Bāhubali” sekaligus menulis naskahnya. Lewat tangan sutradara yang baru pertama kali ini saya tonton filmnya, kisah sederhana ini menjadi begitu berkesan dan tampil dengan megahnya. Kemegahan dari “Bāhubali” terletak pada penataan koreografinya yang begitu indah serta memanjakan mata. Tempat eksotis. Ditambah pula desain produksi yang tidak tanggung-tanggung dalam menghidupkan suasana Kerajaan Mahishmati yang begitu agung. Kostum ?. Film semacam ini tidak boleh melupakan yang namanya kostum. Helm baja, pedang, tombak, dan tameng menghiasi penuh para figuran yang meramaikan sekuen perangnya. Kostum ala Bāhubali pun menjadi fenomena di acara Comic Con Hyderabad dan memilih cosplayer terbaik untuk mengunjungi set syuting. Strategi pemasaran yang sama digunakan pada “The Force Awakens” kemarin.

Bagian yang amat saya sukai dari “Bāhubali” adalah ketika Rajamouli memasukkan unsur feminisme ke dalamnya. Feminisme tersebut digambarkan pada tokoh Avanthika. Ia seorang gadis muda yang cantik, pemberani, dan semangat berapi-api. Sumpah setianya dalam membebaskan Devasena (Anushka Shetty) ibu Shiva sekaligus ratu sebelumnya, membuatnya lari dari kodratnya. Ia terpaksa mengorbankan keanggunan sisi wanitanya dan menjadi pejuang pemberontakan yang gagah perkasa. Sivagami (Ramya Krishnan), ibu suri yang menyelamatkan Shiva sewaktu bayi, juga tidak luput dari pengaplikasian feminisme. Ia juga seorang wanita yang tangguh dan memiliki jiwa kepemimpinan. Masa-masa vacuum of power dari Mahishmati pun dipegangnya dengan bijaksana serta berhasil memadamkan pemberontakan.  

Saya kira sudah lama tidak menyaksikan sebuah film dimana wanita benar-benar diperlakukan dengan sangat terhormat. Rajamouli dengan bijak menampilkannya dalam “Bāhubali”. Di sini, wanita sudah bukan lagi sebagai objek yang dinomor duakan. Wanita digambarkan mampu menunjukkan eksistensinya; sederajat dengan pria bahkan sanggup mengunggulinya di beberapa bagian. Karakter wanitanya juga begitu dihormati lewat sosok seorang ibu dan diujarkan berkali-kali. Semua itu merupakan bukti bahwa keindahan, kekuatan, dan hal semacamnya, banyak bersumber dari figur seorang wanita. Karakter-karakter kuat di sini, saya ambil contoh Shiva, memiliki jiwa perkasa dan pemberani di balik sosok-sosok wanita tersebut. Saya suka ini.

 “Bāhubali” adalah film well-made. Penggarapannya benar-benar serius dari berbagai sisi. Puncaknya ada pada third-act saat sekuen perang dikibarkan. Dua kubu yang saling berperang adalah Mahishmati dan kerajaan lawan yang mendapat info rahasia dari mata-mata. Para prajurit saling menebas satu sama lain. Bacok sana bacok sini. Para kuda saling meringkik kesakitan. Pertarungan antar kesatrianya dirangkai dengan sangat menarik dan mengagumkan. Bagian third-act ini menyuguhkan klimaks dengan sangat epik namun secara teknikal masih terbilang tradisional. Oleh karena penggunaan CGI-nya yang tidak terlalu over the top, maka begitu menarik diikuti.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AYO KITA DISKUSIKAN !