Selasa, 14 Juni 2016

WARCRAFT : THE BEGINNING [2016]


Saya siap saja jika disebut tidak tahu apa-apa soal “Warcraft.” Seperti dalam ulasan “The Angry Birds Movie,” saya ungkapkan jika bukan seorang gamer. Malah tidak tahu banyak soal game baik PC, konsol, atau Android. Untuk menilai kualitas “Warcraft,” tentu saja saya tidak berkaca pada game-nya. Akan tetapi murni pandangan saya terhadap filmnya secara keseluruhan.

“Warcraft : The Beginning” arahan Duncan Jones (“Source Code” 2011) adalah film over-the-top dari semua segi. Film ini ibaratnya juga adalah panggung pamer CGI. Hampir 90% semua bagiannya diambil menggunakan CGI. Berbeda dengan “Avatar” (2009) yang lebih membumi, “Warcraft” cukup menyakitkan bagi mata saya. Terlalu banyak CGI juga rupanya kurang cocok dengan saya.

Cukup dilihat dari visualnya, “Warcraft” tentulah berbujet selangit. Permasalahannya adalah bahwa kebanyakan film yang lebih digenjot penampilannya, ternyata dangkal di bagian cerita. Itulah kesan pertama saya pada “Warcraft.” Yah, tidak salah juga. Saya yakin pula tidak hanya saya yang merasakan hal serupa.

Baik kita mulai langsung ke sinopsis. “Warcraft” ini menceritakan peperangan antara ras manusia dengan Orc. Alam tempat manusia disebut Azeroth, sedangkan milik Orc disebut Draenor. Dikarenakan Draenor telah menderita, seorang Orc penyihir bernama Gul’dan (Daniel Wu) ingin menyatukan seluruh klan Orc. Kumpulan pasukan mereka disebut dengan Horde.
Baik, kita kembali ke Azeroth. Di sini ada sebuah kerajaan yang tenang dan damai, Stormwind. Dipimpin Raja Llane Wrynn (Dominic Cooper)—lembut di luar, tangguh di dalam. Suatu ketika komandan militer dari Stormwind, Anduin Lothar (Travis Fimmel) lewat bantuan dukun muda, Khadgar (Ben Schnetzer) mendapati bahwa sihir jahat tengah masuk ke Azeroth.

Benar saja, sihir jahat yang disebut Fel itu berasal dari Gul’dan yang akan menyerang Azeroth bersama Horde. Gul’dan menggunakan roh makhluk hidup untuk dihisap, lantas ia gunakan untuk membuka gerbang antara Draenor dan Azeroth.

Tentu saja Azeroth mendapat ancaman yang amat sangat serius. Maka dari itu, Lothar dan Khadgar meminta bantuan kepada Guardian bernama Medivh (Ben Foster). Ia dipercaya menjaga Azeroth selama bertahun-tahun dari berbagai ancaman dari luar. Tugas Azeroth dan kerajaan aliansi kemudian adalah mempertahankan dari serangan Horde. Di satu sisi, Khadgar mengetahui ada pihak yang sengaja mengundang Horde untuk masuk menuju Azeroth.
Pada bagian awal, sebagai seseorang yang tidak pernah memainkan dan tidak tahu banyak soal “Warcraft,” saya tersesat. Saya benar-benar bingung dengan para karakter serta konflik apa yang mendasari permusuhan antara manusia dan Orc. Charless Leavitt dan Duncan Jones lewat naskah tulisannya rupanya urung untuk menjelaskan. Naskahnya sendiri juga seolah ‘pilih kasih.’ Tentu bagi yang awam seperti saya, ini sebuah upaya ‘penyesatan.’

Di luar naskahnya yang kacau, beberapa aspek lainnya mendukung semakin lemahnya film ini. Salah satunya ada di bagian editing. Pergantian antar adegan yang satu dengan yang lainnya begitu kasar. Imbasnya adalah ketika sebuah adegan belum saya pahami dengan baik, adegan lain tiba-tiba muncul terselip. Jelaslah kalau ini mengganggu dalam proses konsentrasi.

Mungkin saya terlalu berlebihan. Tapi paling tidak untuk akting seharusnya diperhatikan dengan baik. Duncan Jones sepertinya terlalu ingin cepat menyelesaikan bagian live-action, dan lebih banyak fokus di bagian CGI. Akibatnya tentu akting para cast menjadi tampil seadanya. Kurang nyaman untuk didengar dan dilihat. Saya ambil contoh; adegan mengatur strategi perang yang harusnya serius saja terdengar begitu menggelikan. 
     
Saya akui Duncan Jones telah bekerja keras dalam memaksimalkan CGI untuk semesta dalam “Warcraft” ini. Tapi seharusnya jangan lupa pula, bila para cast juga butuh bimbingan untuk tampil lebih baik. Bila mengingat jajaran cast yang bukan nama besar memang patut dimaafkan. Akan tetapi hal itu tidak lantas membiarkan mereka harus berakting ala kadarnya. 

Sudah performa di bawah rata-rata, nihil eksplorasi antar karakter juga sangat mengganggu. Belum sempat saya tahu siapa karakter ini dan itu, perang sudah berkecamuk. Mungkin satu saran saya, “Warcraft” bisa lebih menyenangkan jika meminimalisir CGI. Dengan praktikal efek dan kostum yang lebih banyak, bisa membuatnya lebih baik dan terasa klasik. Mungkin.  

1 komentar:

  1. Lah masnya nonton di mana? Nonton 3d-nya dibioskop ngga sampai bikin sakit mata kok,CGI-nya g natural tapi pas dan sesuai gamenya kok

    BalasHapus

AYO KITA DISKUSIKAN !