Kamis, 09 Juni 2016

THE TRIBE [2014]

Mungkin benar bila keindahan sesuatu tidak bisa dilukiskan melalui kata-kata. Dalam ranah film, saya melihat dokumenter “Baraka” (1992) dengan begitu penuh kekaguman dari cara bertuturnya yang tidak biasa. Benar, “Baraka” tidak menggunakan narasi dalam mengisahkan kontennya. Begitu pula dengan sekuelnya, “Samsara” (2011).

Tanpa narasi sekali pun, baik “Baraka” atau “Samsara” dapat dinikmati tanpa perlu ‘tersesat’ di dalamnya. Di balik gambar-gambar indahnya, filmnya sendiri sudah mampu menceritakan keseluruhannya tanpa perlu lagi diungkapkan lewat kata-kata. 

Di sini ada film dari Ukraina yang memiliki cara bertutur yang tidak biasa pula. Secara keseluruhan, film yang disutradarai dan ditulis oleh Myroslav Slaboshpytskiy ini menggunakan bahasa isyarat. Jelas ini sebuah gebrakan baru mengingat belum banyak (atau belum ada?) film yang dibuat seperti ini.

Berbeda dengan film-film bisu yang kerap kali masih menggunakan teks, “The Tribe” nyaris tanpa teks bantu (subtitle) untuk menjelaskan alurnya. Bahkan, skoring musik pun tidak dipergunakan. Saya meyakini hal itu dilakukan demi mempertegas akan pesan yang ingin disampaikan oleh film ini sendiri.

Apakah ‘tersesat’ selama menontonnya? 

Jika pertanyaan ini ditujukan pada saya, jawabannya adalah “tidak.” Saya sebenarnya sama sekali tidak memahami bahasa isyarat yang sering digunakan oleh kaum tuna rungu. Tapi tanpa perlu menguasai hal tersebut, “The Tribe” begitu mudah untuk diikuti alurnya. 

Saya sama sekali tidak merasakan kebingungan selama menontonnya. Memang, saya tidak mengetahui nama-nama karakternya. Karena pada akhirnya saya harus membuka wikipedia untuk mencari tahu. Tapi dengan hanya memahami gestur dan mimik wajah, saya tahu apa yang akan dilakukan oleh para karakternya. Begitu pula peran dari setiap karakternya.
Jika belum menonton sendiri “The Tribe,” perasaan takut jika tidak bisa menguasai alurnya sudah pasti ada. Apalagi filmnya sendiri telah memberi peringatan di credit awal bila tidak akan menambahkan subtitle atau voice-over. Begitu berjalan beberapa menit awal, saya mulai menyukai “The Tribe” dan dengan mudah mencernanya.

Selain dari cara penuturannya yang unik, “The Tribe” juga memiliki unsur menarik lainnya. Salah satunya adalah pengambilan gambarnya lewat kamera yang selalu steady. Kamera tidak berhenti menangkap gambar para karakter tanpa perlu beralih ke frame yang lain. Setiap pergerakannya tersorot dengan rapi, menegaskan bahwa para karakter adalah fokus utama dari alur.

“The Tribe” mengisahkan seorang remaja lugu yang baru saja pindah ke sekolah khusus tuna rungu. Remaja lugu itu bernama Sergey (Grigoriy Fesenko). Keluguannya dimanfaatkan oleh anggota gang sekolah yang dipimpin oleh King (Oleksandr Osadchyi). 

Keseharian yang anggota gang itu lakukan tidak lain adalah merampok orang asing yang lewat hingga bisnis prostitusi. Dua siswi anggota gang, Anya (Yana Novikova) dan Svetka (Roza Babiy) kerap ‘dijajakan’ kepada para sopir truk yang tengah beristirahat. Anggota gang lainnya dan salah satu guru tekniknya bertugas menjadi germo dengan mengantarkannya lewat mobil van.
Diceritakan bahwa keseluruh karakter dalam “The Tribe” adalah penyandang tuna rungu. Cukup menjadi alasan jelas mengapa cara bertuturnya dengan bahasa isyarat. Dengan kata lain, ini bukanlah gimmick semata. 

Dari apa yang saya lihat dan rasakan, Myroslav Slaboshpytskiy sepertinya ingin membagi pengalaman menikmati film dengan cara yang tidak biasa. Jadi, penuturan film menggunakan bahasa isyarat adalah langkah tepat membuat suatu hal yang berbeda dari apa yang selama ini ada dalam film mainstream. Dibanding dengan substansi ceritanya, saya pikir “The Tribe” lebih menitik beratkan pada media penyampaiannya dengan ‘bahasa semesta.’ Yaitu bahasa yang dipahami oleh semua orang tanpa memandang asal-usul atau budaya yang dibawanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AYO KITA DISKUSIKAN !