Sabtu, 22 Agustus 2015

INSIDE OUT [2015]

Pete Docter yang sebelumnya dikenal lewat karyanya “Up” (2009) kini membawa kita menuju petualangan jauh dalam pikiran seorang gadis kecil. Seperti banyak karya-karya keluaran studio Pixar sebelumnya, “Inside Out” masih menghadirkan kisah seru nan imajinatif, penuh pesan moral, dan tentunya tidak lupa mengedepankan unsur entertaining & fun. Apa yang membuat animasi Pixar satu ini terlihat begitu berbeda dengan lainnya adalah pada penggunaan dua seting yang berbeda, antara inside dengan peranan lima emosi dan outside dengan kehidupan sehari-hari gadis kecil asal Minnesota bernama Riley Anderson. Dua seting berbeda tersebut nyatanya mampu berjalan dengan berkesinambungan dan tetap mudah untuk diikuti.

Riley sendiri diisi suaranya oleh Kaitlyn Dias, gadis kecil yang begitu mencintai Kota Minnesota, memiliki sahabat baik, dan hobi bermain hoki. Diceritakan bahwa ketika Riley lahir, terciptalah emosi pertama kali dalam pikirannya yang disebut Joy (Amy Poehler), lalu secara berurutan disusul oleh Sadness (Phyllis Smith), Fear (Bill Hader), Disgust (Mindy Kaling), dan Anger (Lewis Black). Mereka berlima memiliki peranan penting dalam mengendalikan nuansa hati yang dirasakan Riley agar berjalan selaras. Tapi semua berubah ketika Riley pindah ke San Fransisco dan menemui kesulitan dalam beradaptasi, akibatnya terjadi kesemrawutan di Headquarters, tempat para emosi berada.

Penceritaan awal lewat kelahiran Riley dengan dibarengi lahirnya Joy, sejatinya merupakan hal yang ditanam dalam-dalam bahwa ‘kegembiraan’ merupakan bagian paling utama dan inti dari semua emosi. Dengan harapan, lewat joy tersebutlah setiap individu mampu menikmati dengan baik warna-warni dalam hidup. Kenyataannya memang seperti itu, di sini Joy berperan penuh sebagai karakter major. Tapi kemudian muncul pertanyaan, “apakah semata-mata hanya lewat ‘kegembiraan’ saja untuk menciptakan hidup” ?. Pertanyaan tersebut kemudian terjawab dengan munculnya karakter antitesis dari Joy, Sadness. Layaknya Joy, Sadness di sini juga berperan sebagai karakter major, keduanya adalah opposite side yang menjadi fokus utama di sini. Berjalan seimbang untuk saling melengkapi satu sama lain. Mungkin Anda awalnya akan begitu benci dan sebal dengan tingkah polah Sadness, namun petualangannya kemudian dengan Joy akan semakin membuat Anda yakin bahwa dua hal berkebalikan inilah yang membuat hidup menjadi terasa indah dan berwarna.  

Kelima emosi ini tinggal dalam pikiran Riley yang disebut Headquarters, dengan menggunakan alat kendali yang disebut control console, mereka mengatur setiap emosi dari Riley. Saya sendiri sebenarnya tidak terlalu berani mengatakan bahwa konsep berbagai macam emosi ini adalah benar-benar baru atau orijinal. Memang, Pete Docter sendiri terinspirasi oleh masa perkembangan anaknya dalam menciptakan “Inside Out” ini. Tapi, upayanya dalam melengkapi petualangan lima emosi ini lewat orbs berwarna-warni, core memories untuk menyimpan kenangan terbaik, hingga personality islands yang merupakan manifestasi kepribadian dari Riley memang saya akui jenius dan fresh. Semua disuguhkan lewat visual penuh warna yang begitu menyegarkan mata, dimana keadaan di real world yang tergambar realistis menciptakan kekontrasan yang begitu menarik. Karakter-karakter yang diperkenalkan dalam universe di pikiran Riley inipun begitu likable dan disuarakan oleh jajaran cast yang menghidupkan perannya masing-masing, khususnya Amy Poehler yang tampil begitu ceria dan dinamis. 

Tanpa perlu berlama-lama, “Inside Out” mulai menghadirkan konflik di setengah jam pertamanya lewat terhisapnya Joy dan Sadness keluar Headquarters melalui memory tube menuju long-term memories milik Riley. Konflik tersebut mengawali petualangan seru Joy dan Sadness dengan misi untuk kembali menuju Headquarters. Petualangan itupun diisi dengan banyak rintangan-rintangan yang seru dan menegangkan. Sebagai tambahannya, muncullah karakter lucu dan konyol bernama Bing Bong (Richard Kind), imaginary friend-nya Riley semasa kecil. Sebuah keputusan tepat memang, mengingat Joy dan Sadness yang menjadi karakter major tidaklah cukup mengundang tawa, sebab dua karakter ini sendiri memang tidak didesain untuk menghadirkan banyak lelucon. Kehadiran Bing Bong yang komikal sudah mampu untuk menutupi kekosongan tersebut, selain karakter Anger yang cukup sering memancing tawa. Semakin terasa mengasyikkan lagi ketika Pete Docter menempatkan rintangan berupa Memory Dump, sebuah limbo berbentuk jurang nan gelap yang perlu diwaspadai keberadaannya. 

Lewat naskah yang ditulis oleh Meg LeFauve, Josh Cooley, dan Pete Docter sendiri, konflik sentral dalam film ini lebih mengenai masa transisi seorang anak-anak menuju tahapan remaja, atau mungkin lebih dikenal dengan coming-of-age. Dengan kata lain, jika disebut bersegmen pada anak-anak, “Inside Out” mungkin lebih relevan jika ditujukan pada penonton remaja, meski tidak dipungkiri tetap bisa dinikmati semua kalangan. Beberapa momen yang ditampilkan mungkin memerlukan bimbingan orangtua bagi anak-anak yang menontonnya. Tapi sekali lagi, “Inside Out” tidak bermaksud secara berlebihan dalam menunjukkannya dengan harapan akan mencernanya secara mentah-mentah. Apa yang dialami oleh Riley sendiri sesungguhnya merupakan refleksi dari fakta-fakta yang sering terjadi pada masa perkembangan seorang anak. So, bagi orangtua tidak perlu lagi merasa khawatir dalam menyikapi permasalahan di bagian ini. Tidak lupa pula, “Inside Out” pun begitu kuat menanamkan pesan moral lewat pentingnya ‘kejujuran’ sebagai pondasi utama (ingatkah Anda dengan scene ini ?).   

Melalui cara bertuturnya yang begitu kompleks, “Inside Out” mencakup dua hal pokok berbeda di tiap universe-nya. Dimana dalam perjalanan Riley dari Minnesota menuju San Fransisco merupakan masa transisi seorang anak menuju remaja, maka sebaliknya dalam alam pikirannya, “Inside Out” bercerita sedikit lebih berat mengenai ‘kehidupan’ yang tercipta dengan keseimbangan antara ‘kegembiraan’ dengan ‘kesedihan’. Keduanya pun melebur menjadi satu dalam sebuah sajian yang lucu, mengasyikkan, hangat, dan berkali-kali membuat haru.
8,5 / 10

5 komentar:

  1. Membaca ini jadi keinget lagi momen-momen menonton Inside Out. Hebat ya Pete Docter, bisa memikirkan konsep "dapurnya" otak sedemikian rupa.

    Ya, setuju, memunculkan Bing Bong adalah keputusan yang tepat, soalnya sosok ini bisa membuat perjalanan Joy dan Sadness lebih berwarna :)
    Bing Bong jugalah yang bisa "menggugah" emosi penonton. Pokoknya, film ini keren deh. One of the best animated movie ever made, hehe.

    BalasHapus
  2. Yah bener sekali mas, patutlah untuk menang oscar di kategori animasi terbaik taun depan. Eits tnggu dulu, ada Good Dinosaur akhir tahun yg juga gak boleh ketinggalan.

    Terima kasih atas kunjungannya di blog jelek ini ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, patut untuk menang, ngejagoin Inside Out deh pokoknya hehe. Iya ya, Good Dinosaur patut diperhitungkan juga pas perilisannya ntar

      Ah, jangan bilang blognya jelek. Informatif kok review-nya, gaya menulisnya juga oke :)

      Hapus
    2. jawara kuat dah pokoknya inside Out.
      haha makasih bgt, senang kalo bisa ngasih yg informatif ^_^

      Hapus
  3. Emosional banget nih film, bocah2 ga bakal tau maksud film ini sebenernya kecuali orang dewasa.
    Malu banget pas mewek dilihatin adik ane, wkwk

    BalasHapus

AYO KITA DISKUSIKAN !