Perang
Dunia II berakhir dengan kemenangan blok sekutu atas 3 negara, Jerman, Jepang,
dan Itali. Khususnya di pihak Inggris (bagian sekutu), ada seseorang di balik
layar yang memberikan kontribusi sangat besar dalam pemecahan kode milik
Jerman. Film ini diangkat dari kisah pemecah kode tersebut, Alan Turing. Siapa
yang tahu, dialah teka-teki yang sesungguhnya.
Alan
Turing (Benedict Cumberbatch), ahli matematika lulusan Cambridge itu menawarkan
diri untuk bekerja pada Kerajaan Inggris dalam pemecahan mesin enigma milik
Jerman. Proyek pemecahannya sendiri dijalankan dengan sangat rahasia di sebuah
pabrik radio, Bletchley. Meski sempat berjalan cukup alot ketika perekrutan
dengan Komandan Denniston (Charles Dance), tapi akhirnya Turing pun diterima.
Awalnya Turing menolak untuk bekerja sama sebagai tim dengan anggota lainnya,
apalagi dia juga punya proyek sendiri dalam merancang sebuah mesin yang dapat
memecah kode milik Jerman. Protes datang dari teman satu timnya, Hugh Alexander
(Matthew Goode) yang menolak Turing ikut ambil bagian, terutama dalam hal
pembuatan mesin yang dirancangnya. Tidak terima, Turing mengadu pada Komandan
Denniston, meski tidak membuahkan hasil. Kemudian ia melayangkan surat protes
kepada Perdana Mentri Winston Churchill lewat Stewart Menzies (Mark Strong), seorang
anggota divisi militer Inggris. Hasilnya, Turing mendapat wewenang menjadi
kepala proyek pemecahan kode tersebut dan kebijakan pertamanya adalah memecat 2
anggotanya, dan yang tersisa hanya Hugh Alexander, John Cairncross (Allen
Leech), dan Peter Hilton (Matthew Beard). Karena kekurangan anggota tim, Turing
mencoba merekrut anggota baru melalui teka-teki silang, yang mana juga ia
sukai. Didapatlah 2 anggota baru, Jack Good dan Joan Clarke (Keira Knightley).
Meski
awalnya Clarke sempat menolak bekerja dengan alasan tertentu, tapi kemudian
Turing berhasil meyakinkan agar Clarke mau bekerja di Bletchley. Tahap demi
tahap, mesin rancangan Turing yang bernilai 100 ribu pound sudah disusun. Ia
lebih banyak menghabiskan waktu dengan merancang mesin yang kemudian ia beri
nama Christopher, sesuai dengan nama sahabatnya, daripada sibuk dalam pemecahan
kode bersama anggota yang lain. Tidak jarang, hal tersebut memancing kemarahan
Alexander. Tapi, Turing benar-benar yakin bahwa “Christopher” mampu memecahkan
kode Jerman tersebut dan memenangkan perang. Hubungan Turing sendiri dengan
anggota tim lainnya memang kurang baik. Hal tersebut diketahui oleh Clarke dan
kemudian menyarankan Turing bagaimana caranya agar ia disukai oleh anggota tim
lainnya, jika ingin berhasil dalam proyek ini. Hubungan Turing dengan anggota
lainnya akhirnya cukup menghangat. Bahkan, ketika Komandan Denniston memutuskan
untuk memecat Turing dan menghentikan operasi “Christoper” yang dinilai terlalu
banyak menghabiskan dana dan tidak membuahkan hasil, datanglah pembelaan dari
anggota tim lainnya. Alexander yang awalnya bersitegang dengan Turing,
mengatakan akan keluar dari proyek jika Turing harus dipecat. Berhasilkah
Turing bersama dengan teman-temannya memecahkan kode rahasia milik Jerman dengan
“Christopher” ?
Saya
sangat suka sekali skoring dari Alexandre Desplat yang mengawali pembukaan film
dan beberapa adegan berikutnya, seolah-olah skoring tadi bisa menjawab bahwa
The Imitation Game penuh dengan nuansa teka-teki. Alan Turing, si jenius ahli
matematika yang memecahkan kode Jerman tersebutlah sosok yang memang pantas
sekali disebut sebagai teka-teki. Kehidupannya penuh dengan rahasia. Bahkan,
unsur “rahasia” sendiri ditampilkan secara repetitif di sini. Pada kemunculan
pertama Alan Turing, para penonton mungkin sudah bisa menebak bagaimana
karakternya. Kebanyakan, sosok manusia jenius sering dekat dengan arogansi,
kesendirian, bicara terbata-bata, dan sulitnya berinteraksi dengan orang-orang
di sekitarnya. Deskripsi sifat tersebut melekat sekali dengan sosok Alan Turing
di sini. Masa lalu Turing yang kelam dan hanya memiliki satu sahabat,
Christopher Morcom, bisa jadi adalah pemicu bagaimana sulitnya ia dekat dengan
orang lain, karena yang ia punya hanyalah Morcom. Begitu ia ‘kehilangannya’,
dapat dipastikan bahwa Turing menjadi pribadi yang kesepian dan tertutup. Ia
sudah tidak butuh orang lain, karena seseorang yang ia ‘butuhkan’ sudah tidak
lagi di sisinya.
Secara
garis besar, The Imitation Game terbagi menjadi 3 waktu kejadian. Masa SMA
Turing di Sherborne bersama Morcom yang menjadi latar belakang kehidupannya,
masa Perang Dunia II berlangsung dan bagaimana kontribusinya dalam membantu
sekutu, serta pasca perang di mana semakin besar masalah yang ia hadapi. The
Imitation Game sebenarnya lebih berfokus terhadap segala aspek yang dimiliki
oleh Alan Turing, sedangkan pemecahan kode di Bletchley bisa disebut sebagai
pemaparan usaha Turing dalam mencari segala teki-teki kehidupan yang tidak ia
mengerti, terutama dalam hal ‘interaksi’. Peran Clarke di sini lebih banyak
sebagai ‘guru’ bagi Turing yang mengajarkannya bagaimana seharusnya ia bersikap
terhadap yang lain, daripada usaha dalam pemecahan kode. Turing adalah seorang
jenius, tapi jika ia mengabaikan potensi teman-temannya dengan sikapnya yang ‘dingin’,
maka tidak mungkin ia bisa memecahkan kode tersebut. Singkatnya, itulah ajaran
yang diperoleh si jenius dari Clarke.
Turing
penuh dengan teki-teki dan rahasia. Dia pandai menyimpan rahasia bahwa ia dekat
dan ‘menyukai’ sahabatnya, Christopher Morcom. Ia pandai menyimpan ‘rahasia
besar’ dari Clarke yang kemudian dinikahinya, karena ia sendiri takut untuk
menyakitinya. Tidak hanya tujuan menikahi Clarke atau proyek rahasia di
Blethcley yang pandai ia sembunyikan, hampir semua hal dapat ia sembunyikan. Tapi,
sungguh naas ketika dia sendiri begitu lemahnya dalam menyimpan rahasia bahwa
ia seorang “homoseksual” pada John. John gunakan rahasia Turing tersebut untuk menekannya,
agar ia menyimpan rapat-rapat ‘rahasianya’ dengan Peter terkait keberadaan
mata-mata Soviet di Bletchley. Siapa yang menyangka, rahasia tersebutlah
kemudian yang bisa menjadi masalah besar dan memberatkan Turing di akhir. Lebih
ironisnya lagi, membuat segala usaha keras Turing tersebut seakan-akan hanya kesia-siaan
belaka di mata Kerajaan Inggris.
Saya
di sini mencoba menekankan kutipan dari Morcom kepada Turing, “terkadang orang
yang tidak didugalah yang bisa melakukan hal di luar dugaan” dan bagaimana ibunya
mengatakan bahwa dia adalah ‘orang aneh’. Sepertinya, kutipan dan pernyataan
ibu dari Alan Turing tadi begitu sesuainya dengan Graham Moore, sang penulis
naskah The Imitation Game. Ia berhasil memenangkan kategori naskah adaptasi
terbaik di Academy Awards dan secara mengejutkan dia membuat ‘pengakuan’ saat
itu juga bahwa dia pernah akan bunuh diri ketika orang-orang di sekitarnya
menyebutnya sebagai ‘orang aneh’. Tapi kemudian ia tunjukkan sendiri bagaimana
prestasi yang diraihnya tersebut. Turing dan Graham Moore, keduanya memiliki
banyak kesamaan. Keduanya juga menunjukkan prestasi yang luar biasa meski
banyak celaan di masa lalunya yang kelam. Keduanya juga memiliki ‘rahasia’,
yang mana akhirnya diungkapkan juga. Maka tidak salah bila Graham Moore adalah
refleksi dari seorang Alan Turing itu sendiri.
ATAU
8,5 / 10
butuh dana cepat....???
BalasHapus