Baraka berasal dari bahasa Arab yang
berarti berkah, merupakan film dokumenter non-naratif yang disutradarai oleh
Ron Fricke, yang sebelumnya adalah seorang sinematografer. Salah satu faktor
yang membuat Baraka terasa berbeda dengan film lainnya adalah penggunaan kamera
70 mm dengan sistem TOAD-AO. Film pada umumnya dibuat dengan kamera 35 mm,
setengah dari kamera yang digunakan dalam pembuatan Baraka. Sebut saja film
seperti 2001 : A Space Odyssey (1968) atau Ben-Hur (1959) juga memakai kamera
70 mm tersebut.
Baraka berisikan mengenai pemandangan
alam yang menakjubkan, kehidupan dan aktivitas manusia, perkembangan teknologi,
bahkan bencana baik dari alam maupun kesalahan manusia. Dibuat selama 14 bulan
di 24 negara, Baraka banyak mengekspos hal-hal menarik di belahan dunia,
seperti Himalaya di Tibet dan Nepal, Kuil Swayambhu di Nepal, Tari Kecak di
Bali, dan bahkan Pabrik Gudang Garam di Kediri. Semua keindahan tersebut ditampilkan
dengan gaya slow motion dan time lapse yang mengagumkan.
Skoring dari Michael Stearns semakin
menambah kekuatan pada film ini. Pada menit-menit awal, Baraka ditampilkan
dengan tempo yang lambat untuk menampilkan suasana yang tenang di pemandian air
panas di Nagano, Jepang. Maka lihatlah pada bagian pertengahan, skoring yang
full beat dipadu dengan gerakan cepat dari berbagai macam gambar yang diambil
dari sebuah peternakan ayam, hiruk pikuk suasana di jalanan Tokyo, dan sibuknya
pekerja di perusahaan keyboard di Thailand makin menambah indahnya film ini. Adegan
terakhir ditutup dengan kemegahan bangunan-bangunan kuno yang dipadu skoring
yang megah pula dengan pengambilan gambar time-lapse. Sungguh adegan penutupan
yang sangat luar biasa megahnya dan memorable.
Apa yang menjadikan Baraka unik adalah
tidak digunakannya dialog maupun tulisan sebagai keterangan lokasi-lokasi yang
diambil gambarnya. Dengan tagline A World
Beyond The Words yang tersemat pada posternya, menguatkan bahwa
keindahan-keindahan yang tersaji di bumi ini tidak bisa dilukiskan dengan
kata-kata. Jadi, sangat beralasan mengapa Fricke mencoba untuk tidak memasukkan
dialog pada film ini, karena sesungguhnya keindahan-keindahan tersebut merupakan
‘berkah’ yang bebas dilukiskan oleh siapapun yang melihatnya, dan bukan dari sudut
pandang seorang Fricke selaku sutradara. Untuk lokasi yang tanpa keterangan,
sepertinya Fricke menginginkan penontonnya untuk tidak perlu susah-susah
memikirkan di mana lokasi yang diambil gambarnya, karena semuanya
sama....sama-sama indah.
ATAU
9,5 / 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
AYO KITA DISKUSIKAN !